Rabu, 18 September 2024

Tiga KRI Usir Puluhan Kapal Ikan Cina

NATUNA (RIAUPOS.CO) — Sempat hilang dari pantauan pesawat intai maritim TNI AL dan TNI AU, Sabtu (11/12) kapal ikan Cina kembali terdeteksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Natuna Utara. Untungnya, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) 1 segera bergerak. Menggunakan tiga kapal perang, mereka mengusir kapal-kapal tersebut.

Hasilnya, Pangkogabwilhan 1 Laksdya TNI Yudo Margono memastikan, kapal ikan asing (KIA) dan coast guard (kapal pengawal ikan) Cina akhirnya keluar dari ZEE Laut Natuna Utara. Informasi itu dia tegaskan, Ahad (12/11). Yudo menyebut, informasi keluarnya kapal-kapal Cina itu merupakan hasil pantauan di Laut Natuna Utara pada pukul 14.00.

Total, kata Yudo, ada sekitar 30 kapal Cina yang meninggalkan perairan Natuna Utara. Baik itu kapal nelayan maupun kapal pengawal KIA tersebut.

"Tapi, besok (hari ini, red) akan saya cek lagi," ujarnya di kompleks Lanud Raden Sadjad Ranai, Natuna.

- Advertisement -

Sebelumnya, TNI melakukan pemantauan udara di kawasan perairan Natuna Utara. Dalam pemantauan itu, TNI membawa misi mengusir kapal-kapal Cina itu dari ZEE yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan (LCS). Pemantauan menggunakan pesawat intai maritim jenis Boeing 737 AI-7301 milik TNI AU yang berasal dari Skadron 5 Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Dari pantauan itu, tiga KRI diperintahkan menuju titik koordinat puluhan kapal-kapal Cina tersebut untuk mengusir mereka. KRI itu antara lain KRI Karel Satusuit Tubun 356, KRI Usman Harun 359 dan KRI Jhon Lie 358. Nah, upaya itu akhirnya membuahkan hasil, kemarin. Sebanyak 30 kapal Cina dipastikan telah keluar dari ZEE. Yudo menyebut, informasi keluarnya kapal asing dari ZEE dipastikan akurat. Sebab, informasi itu didukung oleh pengecekan langsung di lapangan. Meski dipastikan telah keluar dari ZEE, pihaknya tetap akan terus memperbarui perkembangan di Natuna Utara.

- Advertisement -

"Saya akan cek kembali, baik dengan Boeing maupun KRI kita di sana," ujarnya.

Setelah keluarnya KIA dari ZEE di Natuna, lantas apa yang akan dilakukan pihak terkait? Ditemui terpisah, Wakil Bupati (Wabup) Natuna Ngesti Yuni Suprapti meminta kekosongan di ZEE itu diisi oleh nelayan-nelayan Natuna. Karena sejauh ini, kata dia, hanya sedikit nelayan asli Natuna yang menangkap ikan di kawasan khusus tersebut.

Baca Juga:  Habitat Buaya dan Perhutanan Sosial 3.580 Hektare

"Kalau dilihat dari jumlah, nelayan Natuna yang sering melaut di ZEE itu bisa dihitung jari," paparnya saat ditemui, kemarin.

Namun, Ngesti mengakui nelayan lokal Natuna saat ini terkendala sarana tangkap ikan sehingga tidak bisa bersaing dengan nelayan dari daerah lain.

"Negara harus hadir di situ, agar ikan-ikan kita tidak dicuri nelayan asing," ungkapnya.

Ngesti pun menegaskan pihaknya sejauh ini menolak rencana pemerintah mengirim nelayan-nelayan Pantura datang ke perairan Natuna. Sebab, rencana itu dikhawatirkan menambah masalah baru. Terutama bagi nelayan-nelayan lokal yang melaut di Natuna. "Sikap aliansi nelayan Natuna adalah menolak wacana pemerintah untuk memobilisasi nelayan Pantura ke Laut Natuna Utara," imbuhnya.

Pihaknya akan menyampaikan sikap penolakan itu dalam pertemuan dengan pemerintah pusat hari ini di Natuna. Pihaknya juga akan menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan persoalan nelayan Natuna. Di antaranya, percepatan pemberdayaan nelayan agar memiliki daya saing dengan nelayan daerah lain. "Nelayan kita tidak mampu bersaing dengan nelayan yang alatnya lebih canggih," ungkap dia.

Di lain pihak, setelah sebelumnya mengirimkan kapal patroli KN Sarotama-P.112 milik Pangkalan PLP Kelas II Tanjung Uban ke perairan Natuna, Kementerian Perhubungan kembali mengirimkan Kapal Patroli KN Kalimasada-P.115. Kapal tersebut milik Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut.

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad menjelaskan bahwa KPLP memiliki lima Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP). Pangkalan itu berada di Tanjung Uban, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Bitung, dan Tual Ambon.  "Lima Pangkalan PLP tersebut memiliki 39 kapal yang memang berpatroli khusus untuk melaksanakan penegakan hukum di laut, baik itu menyangkut kapal berbendera Indonesia maupun kapal asing yang beroperasi masuk ke Indonesia," kata Ahmad.

KPLP, menurut Ahmad, memiliki fungsi penyidikan dan penegakkan hukum berdasarkan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.  Selain itu, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan Pasal 44 ayat (1) memandatkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menjadi penanggung jawab pelaksanaan kegiatan dan administrasi Pemerintah pada Organisasi Maritim Internasional dan atau lembaga internasional di bidang pelayaran lainnya.

Baca Juga:  Alasan Depresi, Lucinta Luna Pakai Narkoba

Adapun dalam hal penegakkan hukum, Ahmad menjelaskan bahwa pihaknya dapat melakukan dengan dua cara. Penegakan hukum diakukan secara administrative maupun pidana. “Secara administrasi misalkan dengan memberikan denda, pencabutan, penundaan dan lain sebagainya,” tuturnya. Adanya 400 personel Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) cukup membantu dalam kasus pidana. Ahmad menjelaskan bahwa PPNS itu telah terlatih. "Merekalah yang mengadakan penyidikan sampai proses lebih lanjut dan P21," kata Ahmad.

Patroli Udara
Dipimpin Komandan Skadron Udara (Skadud) 16 Wing 6 Lanud Roesmin Nurjadin Letkol PNB Bambang Apriyanto,  bersama 4 pesawat F16 yang dikirim awal pekan lalu sampai saat ini masih rutin melakukan patroli udara di wilayah Natuna. Operasi patroli udara perbatasan dengan sandi "Lintas Elang" ini juga melibatkan unsur laut lainnya seperti TNI AL dan lainnya.

"Dengan melibatkan pesawat Boeing intai TNI AU dan pesawat intai maritim TNI AL serta unsur laut yang terdiri dari KRI dan kapal-kapal dari Bakamla, hal ini untuk meningkatkan kesiapsiagaan merespons kondisi di perairan Natuna, Kepulauan Riau," ungkap Bambang melalui rilis yang diterima Riau Pos, Ahad (12/1)

Patroli ini sendiri dilakukan pada Jumat (10/1) lalu, dan selanjutnya Danskadud mengatakan, bahwa tugas pesawat tempur F16 adalah, melaksanakan patroli di perbatasan wilayah udara kedaulatan NKRI. "Tujuan untuk mendapatkan supremasi udara di wilayah udara Natuna. Sehingga operasi-operasi yang dilaksanakan oleh unsur udara, laut dan unsur lainnya dapat terlaksana dengan baik," paparnya lagi.

Disampaikan Bambang lagi, operasi "lintas elang" yang dilaksanakan ini adalah di bawah komando Koopsau 1 dan kendali Kogabwilhan 1. Daerah  patroli dapat dilaksanakan di mana saja di wilayah Koopsau I.

"Untuk operasi di wilayah Natuna sendiri sudah terlaksana selama 1 minggu dan akan terus berlangsung sampai ada perintah pimpinan," ujarnya.(lyn/syn/tyo/jpg//gus)

NATUNA (RIAUPOS.CO) — Sempat hilang dari pantauan pesawat intai maritim TNI AL dan TNI AU, Sabtu (11/12) kapal ikan Cina kembali terdeteksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Natuna Utara. Untungnya, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) 1 segera bergerak. Menggunakan tiga kapal perang, mereka mengusir kapal-kapal tersebut.

Hasilnya, Pangkogabwilhan 1 Laksdya TNI Yudo Margono memastikan, kapal ikan asing (KIA) dan coast guard (kapal pengawal ikan) Cina akhirnya keluar dari ZEE Laut Natuna Utara. Informasi itu dia tegaskan, Ahad (12/11). Yudo menyebut, informasi keluarnya kapal-kapal Cina itu merupakan hasil pantauan di Laut Natuna Utara pada pukul 14.00.

Total, kata Yudo, ada sekitar 30 kapal Cina yang meninggalkan perairan Natuna Utara. Baik itu kapal nelayan maupun kapal pengawal KIA tersebut.

"Tapi, besok (hari ini, red) akan saya cek lagi," ujarnya di kompleks Lanud Raden Sadjad Ranai, Natuna.

Sebelumnya, TNI melakukan pemantauan udara di kawasan perairan Natuna Utara. Dalam pemantauan itu, TNI membawa misi mengusir kapal-kapal Cina itu dari ZEE yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan (LCS). Pemantauan menggunakan pesawat intai maritim jenis Boeing 737 AI-7301 milik TNI AU yang berasal dari Skadron 5 Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Dari pantauan itu, tiga KRI diperintahkan menuju titik koordinat puluhan kapal-kapal Cina tersebut untuk mengusir mereka. KRI itu antara lain KRI Karel Satusuit Tubun 356, KRI Usman Harun 359 dan KRI Jhon Lie 358. Nah, upaya itu akhirnya membuahkan hasil, kemarin. Sebanyak 30 kapal Cina dipastikan telah keluar dari ZEE. Yudo menyebut, informasi keluarnya kapal asing dari ZEE dipastikan akurat. Sebab, informasi itu didukung oleh pengecekan langsung di lapangan. Meski dipastikan telah keluar dari ZEE, pihaknya tetap akan terus memperbarui perkembangan di Natuna Utara.

"Saya akan cek kembali, baik dengan Boeing maupun KRI kita di sana," ujarnya.

Setelah keluarnya KIA dari ZEE di Natuna, lantas apa yang akan dilakukan pihak terkait? Ditemui terpisah, Wakil Bupati (Wabup) Natuna Ngesti Yuni Suprapti meminta kekosongan di ZEE itu diisi oleh nelayan-nelayan Natuna. Karena sejauh ini, kata dia, hanya sedikit nelayan asli Natuna yang menangkap ikan di kawasan khusus tersebut.

Baca Juga:  Liga Muslim Dunia: Kami Tidak Menentang Kebebasan, tapi Kebencian

"Kalau dilihat dari jumlah, nelayan Natuna yang sering melaut di ZEE itu bisa dihitung jari," paparnya saat ditemui, kemarin.

Namun, Ngesti mengakui nelayan lokal Natuna saat ini terkendala sarana tangkap ikan sehingga tidak bisa bersaing dengan nelayan dari daerah lain.

"Negara harus hadir di situ, agar ikan-ikan kita tidak dicuri nelayan asing," ungkapnya.

Ngesti pun menegaskan pihaknya sejauh ini menolak rencana pemerintah mengirim nelayan-nelayan Pantura datang ke perairan Natuna. Sebab, rencana itu dikhawatirkan menambah masalah baru. Terutama bagi nelayan-nelayan lokal yang melaut di Natuna. "Sikap aliansi nelayan Natuna adalah menolak wacana pemerintah untuk memobilisasi nelayan Pantura ke Laut Natuna Utara," imbuhnya.

Pihaknya akan menyampaikan sikap penolakan itu dalam pertemuan dengan pemerintah pusat hari ini di Natuna. Pihaknya juga akan menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan persoalan nelayan Natuna. Di antaranya, percepatan pemberdayaan nelayan agar memiliki daya saing dengan nelayan daerah lain. "Nelayan kita tidak mampu bersaing dengan nelayan yang alatnya lebih canggih," ungkap dia.

Di lain pihak, setelah sebelumnya mengirimkan kapal patroli KN Sarotama-P.112 milik Pangkalan PLP Kelas II Tanjung Uban ke perairan Natuna, Kementerian Perhubungan kembali mengirimkan Kapal Patroli KN Kalimasada-P.115. Kapal tersebut milik Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut.

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad menjelaskan bahwa KPLP memiliki lima Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP). Pangkalan itu berada di Tanjung Uban, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Bitung, dan Tual Ambon.  "Lima Pangkalan PLP tersebut memiliki 39 kapal yang memang berpatroli khusus untuk melaksanakan penegakan hukum di laut, baik itu menyangkut kapal berbendera Indonesia maupun kapal asing yang beroperasi masuk ke Indonesia," kata Ahmad.

KPLP, menurut Ahmad, memiliki fungsi penyidikan dan penegakkan hukum berdasarkan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.  Selain itu, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan Pasal 44 ayat (1) memandatkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menjadi penanggung jawab pelaksanaan kegiatan dan administrasi Pemerintah pada Organisasi Maritim Internasional dan atau lembaga internasional di bidang pelayaran lainnya.

Baca Juga:  PM Muhyiddin Usulkan Keadaan Darurat Malaysia, Anwar dan Mahathir Menentang

Adapun dalam hal penegakkan hukum, Ahmad menjelaskan bahwa pihaknya dapat melakukan dengan dua cara. Penegakan hukum diakukan secara administrative maupun pidana. “Secara administrasi misalkan dengan memberikan denda, pencabutan, penundaan dan lain sebagainya,” tuturnya. Adanya 400 personel Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) cukup membantu dalam kasus pidana. Ahmad menjelaskan bahwa PPNS itu telah terlatih. "Merekalah yang mengadakan penyidikan sampai proses lebih lanjut dan P21," kata Ahmad.

Patroli Udara
Dipimpin Komandan Skadron Udara (Skadud) 16 Wing 6 Lanud Roesmin Nurjadin Letkol PNB Bambang Apriyanto,  bersama 4 pesawat F16 yang dikirim awal pekan lalu sampai saat ini masih rutin melakukan patroli udara di wilayah Natuna. Operasi patroli udara perbatasan dengan sandi "Lintas Elang" ini juga melibatkan unsur laut lainnya seperti TNI AL dan lainnya.

"Dengan melibatkan pesawat Boeing intai TNI AU dan pesawat intai maritim TNI AL serta unsur laut yang terdiri dari KRI dan kapal-kapal dari Bakamla, hal ini untuk meningkatkan kesiapsiagaan merespons kondisi di perairan Natuna, Kepulauan Riau," ungkap Bambang melalui rilis yang diterima Riau Pos, Ahad (12/1)

Patroli ini sendiri dilakukan pada Jumat (10/1) lalu, dan selanjutnya Danskadud mengatakan, bahwa tugas pesawat tempur F16 adalah, melaksanakan patroli di perbatasan wilayah udara kedaulatan NKRI. "Tujuan untuk mendapatkan supremasi udara di wilayah udara Natuna. Sehingga operasi-operasi yang dilaksanakan oleh unsur udara, laut dan unsur lainnya dapat terlaksana dengan baik," paparnya lagi.

Disampaikan Bambang lagi, operasi "lintas elang" yang dilaksanakan ini adalah di bawah komando Koopsau 1 dan kendali Kogabwilhan 1. Daerah  patroli dapat dilaksanakan di mana saja di wilayah Koopsau I.

"Untuk operasi di wilayah Natuna sendiri sudah terlaksana selama 1 minggu dan akan terus berlangsung sampai ada perintah pimpinan," ujarnya.(lyn/syn/tyo/jpg//gus)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari