Kerajaan atau Bangsa Melayu pernah mengalami masa jaya pada dahulu. Dalam berbagai sumber disebutkan, Provinsi Riau ini merupakan gabungan dari sejumlah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, di antaranya ialah Kerajaan Indragiri (1658 – 1838), Kerajaan Siak (1723 – 1945), Kerajaan Pelalawan (1530–1879) dan Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913).
(RIAUPOS.CO) – ADA banyak lagi kerajaan kecil lainnya, antaranya Gunung Sahilan. Kerajaan Gunung Sahilan berdiri pada awal abad ke 16 sebagai kerajaan vazal dengan raja pertamanya adalah Raja Bujang Sati yang merupakan anak Raja Pagaruyung. Setelah runtuhnya Kerajaan Pagaruyung, akibat perang paderi maka Kerajaan Gunung Sahilan merdeka secara defakto dan dejure. Semenjak berdiri sehingga berintegrasi dengan NKRI, Kerajaan Gunung Sahilan diperintah oleh 12 orang raja/sultan dengan gelar raja : Tengku yang Dipertuan Besar.
Sebagai sebuah kerajaan/negara berdaulat tentunya Kerajaan Gunung Sahilan memiliki wilayah negara/teritorial yang meliputi seluruh Rantau Kampar Kiri. Secara adat Rantau Kampar Kiri memiliki dua daerah besar yaitu disebut daerah Rantau Daulat dan Rantau Andiko.
Pada mulanya, Gunung Sahilan bernama Gunung Ibul. Letak perkampungannya, berjarak satu kilometer dari kampung sekarang ini. Di kawasan Gunung Ibul itu, masih terdapat beberapa bekas situs sejarah yang juga tidak terawat dan nyaris hilang sejak perkebunan kelapa sawit menjamur di sepanjang Sungai Kampar. Di masa Gunung Ibul, atau Kerajaan Gunung Sahilan Jilid I, masyarakat masih beragama Budha, dibuktikan dengan bekas-bekas kandang babi dan tapak-tapak benteng. Beberapa keturunan raja terakhir, Tengku Yang Dipertuan (TYD) atau lebih sering disebut Tengku Sulung (1930-1941) seperti Tengku Rahmad Ali dan Utama Warman, Kerajaan Gunung Sahilan Jilid I diawali dengan Kerajaan Gunung Ibul yang merupakan kerajaan kecil.
Silsilah Raja Kerajaan Gunung Sahilan
Berdasarkan keterangan dalam buku Sejarah Adat Istiadat Kampar Kiri yang ditulis oleh T Haji Ibrahim Wazir Kerajaan Rantau Kampar Kiri bersama AL-Ustad Haji Amir Muhammad Isa Guru Tarbiyatul Islamiyah Gunung Sahilan pada 14 Juni 1939 yang kemudian disesuaikan dengan keterangan dari yang Dipertuan Gadis Keturunan Raja Minangkabau yang beristana di Pagaruyung serta dilengkapi dengan benda-benda bersejarah yang masih ada di Istana Darussalam Gunung Sahilan. Maka, dapatlah diambil kesimpulan bahwa: raja pertama Kerajaan Rantau Kampar Kiri berasal dari cucu ke empat Sri Maharaja Diraja yang bermula-mula menjadi Raja Alam Minangkabau, sebagian besar dari penduduknya ialah keturunan Alam Minangkabau (Pagaruyung), adat istiadat yang dipakai juga diambil contohnya dari Minangkabau (Pagaruyung), daerah kekuasaan Kerajaan Rantau Kampar Kiri terdiri dari Sialang Berlantak Besi Muara Langgai (Rantau Taras) sampai ke Batang Durian di Pakuk Raja (Pangkalan Kapas) atau di daerah Ludai sekarang ini. Sistem pemerintahannya diatur sebagai berikut: Kerajaan dipimpin oleh seorang raja dan dibantu oleh 5 (lima) pembesar sebagaimana di Pagaruyung.
Lima pembesar tersebut yakni, Datuk Besar Khalifah Kampar Kiri berkedudukan di Gunung Sahilan, Datuk Bendaharo Khalifah Kuntu berkedudukan di Kuntu, Datuk Bendaharo Khalifah Ujung Bukit berkedudukan di Ujung Bukit, Datuk Gadang Khalifah Batu Sanggan berkedudukan di Batu Sanggan.
Selanjutnya, berdasarkan buku catatan Tengku Haji Ibrahim Wazir Kerajaan Rantau Kampar Kiri yang ditulis pada tanggal 18 Mei 1950, kemudian disalin ulang oleh H Darmansyah salah seorang cucu dari T Haji Ibrahim dan Putri Intan yang Dipertuan Gadis pada 25 September 1978. Menurut kabar yang diterima dari Engku Sati Datuk Godang Sinin, di mana ia menerima pula dari Tuan Syeikh Abu Bakar Subarak, adalah keturunan dari raja-raja Rantau Kampar Kiri di Gunung Sahilan yang telah dinobatkan dulunya hanya (11) orang dan di antara raja-raja tersebut memerintah pernah terputus-putus pemerintahannya selama 80 tahun.
Ada pula yang 100 tahun bahkan ada pula yang lebih. Hal itu dikarenakan beberapa sebab di antaranya seperti adakalanya bibit (calon raja) masih kecil dan ada pula karena belum ada bibit dan karena yang lain-lainnya.
Adapun raja-raja yang memerintah di Kerajaan Rantau Kampar Kiri di Istana Darul Salam Koto dalam Gunung Sahilan adalah : Raja Berdarah Putih dengan nama aslinya Raja Mangiang Raja Muda di Gunung Sahilan. Nama istrinya Puteri Reno Indon Sari anak Tuan Gadih Halui. Hasil pernikahan keduanya membuahkan keturunan, yakni Raja Berdarah Putih, Tuan Gadis (perempuan) kuburnnya di Muara Lembu dan Sultan Daulat yang meninggal dalam Sitingkai bernama Rantau Sitingkai Daulat Mati, Raja Bersusu Empat, kuburannya berdekatan dengan kuburan raja pertama, batu nisannya berukir (pemberian Raja Aceh), Sultan Yang Pertuan Sakti, Sultan Bujang Saktik uburannya di Kapalo Koto dalam Gunung Sahilan, Sultan Yang Pertuan Muda kuburannya di Kapolo Koto Gunung Sahilan, Sultan Yang Pertuan Hitam kuburannya di Kapolo Koto Gunung Sahilan, Sultan Yang Dipertuan Besar kuburannya di negri Mekah, Sulan Abdul Jallil Yang Dipertuan Besar, nama kecilnya Sultan Daulat kuburannya di Kapalo Koto Gunung Sahilan, Sultan Abdul Rahman Yang Dipertuan Muda, makamnya di Kota Jeddah, Sulthan Abdullah Sayyah Gelar Yang Dipertuan Besar nama kecilnya T Sulung, makamnya berada di Sukajadi Pekanbaru. Ia meninggal dunia pada 8 Desember 1957. Raja ini disebut dengan sebutan Raja Ibadat.
Selanjutnya, Tengku Haji Gazaly Gelar Putra Mahkota, lahir pada 26 junI 1930. Beliau dinobatkan jadi raja pada tanggal 15 Juli 1941 bersempena 10 tahun peringatan dinaikkannya pemerintahan Raja T Sulung Raja yang Dipertuan Sakti (Tuk Do). Beliau belum sempat naik tahta karena pada tahun 1945 Kerajaan Rantau Kampar Kiri menyatakan dukungan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). T H Gazaly meninggal pada usia muda yakni 45 tahun pada tanggal 26 Juni 1975. Jadi, persis sama dengan hari kelahirannya. Makamnya berada di pemakaman umum Jalan Rajawali-Sukajadi, Pekanbaru.
TH Gazaly menikah pada tahun 1953 dengan Hj Daeng Nuraini Nur yang ayahandanya keturunan Raja Bone dan ibundanya keturunan Datuk Riau dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Dari perkawinannya itu mereka dianugerahi 11 anak. Mereka adalah: H TM Nizar SH MHUM (anak tertua), Theryanto, Ir H T Tresneidy Msi, T Dody Purna SH, T Dewi Iriani, T Dewi Astika, T Wahyu Hidayat SH, Mayor CPM T Indra Saputra SH, T M Nelfi, Hj T Dewi Amelia SE, T Heryalfian.***
Laporan KUNNI MASROHANTI, Kampar