Jumat, 20 September 2024

Coreng Nama Kejagung, tapi Pinangki hanya Dituntut 4 Tahun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tuntutan empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Pinangki Sirna Malasari sangat rendah. ICW pun memandang tuntutan Jaksa terhadap Pinangki tidak objektif dan melukai rasa keadilan.

“Tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (12/1).

Kurnia menyatakan, ada beberapa alasan yang mendasari kesimpulan tersebut. Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum yakni menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.

“Terlebih ia merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara Joko S Tjandra. Namun, alih-alih membantu Kejaksaan Agung, Pinangki malah bersekongkol dengan seorang buronan perkara korupsi,” ujar Kurnia.

- Advertisement -

Kedua, uang yang diterima oleh Pinangki direncanakan untuk memengaruhi proses hukum terhadap Joko TJandra. Sebagaimana diketahui, kala itu Pinangki berupaya agar Joko Tjandra tidak dapat dieksekusi dengan cara membantu mengurus fatwa di Mahkamah Agung.

Baca Juga:  Akhirnya Mantan Kabag Pertanahan Kuansing Ditahan

Ketiga, tindakan Pinangki telah meruntuhkan dan mencoreng citra Kejaksaan Agung di mata publik. Karena sejak awal kabar pertemuan Joko Tjandra mencuat ke media, tingkat kepercayaan publik menurun drastis pada Korps Adhyaksa tersebut.

- Advertisement -

Keempat, perkara Pinangki merupakan kombinasi tiga kejahatan sekaligus, yakni tindak pidana suap, permufakatan jahat dan pencucian uang.

“Logika hukumnya, ketika ada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang semestinya ada pemberatan, namun penuntut umum sepertinya tidak mempertimbangkan hal itu,” urai Kurnia.

Kelima, keterangan Pinangki selama persidangan justru bertolakbelakang dengan fakta yang diyakini oleh penuntut umum. Pada beberapa tahapan, salah satunya eksepsi, Pinangki membantah menerima uang sebesar USD 500 ribu dari Joko Tjandra.

“Dengan pengakuan seperti ini, seharusnya Jaksa tidak lagi menuntut ringan Pinangki,” sesal Kurnia.

Oleh karena itu, Kurnia menegaskan semestinya tuntutan yang layak kepada Pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal, yakni 20 tahun penjara. Karena itu, ICW mendesak agar majelis hakim dapat mengabaikan tuntutan Jaksa, lalu menjatuhkan hukuman berat terhadap Pinangki Sirna Malasari.

Baca Juga:  Ini Ancaman Hukuman untuk Kajari Inhu dan 2 Anak Buah

“Selain itu, putusan hakim nantinya juga akan menggambarkan sejauh mana institusi kekuasaan kehakiman berpihak pada pemberantasan korupsi,” tegas Kurnia.

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Pinangki Sirna Malasari dituntut pidana empat tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Pinangki diyakini bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara empat tahun penjara dikurangi masa tahanan,” kata Jaksa Yanuar Utomo membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (11/1).

Selain dituntut pidana penjara, Pinangki juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menyatakan, Pinangki yang merupakan aparat penegak hukum tidak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Kendati demikian, Pinangki menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya, serta mempunyai anak berusia empat tahun.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tuntutan empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Pinangki Sirna Malasari sangat rendah. ICW pun memandang tuntutan Jaksa terhadap Pinangki tidak objektif dan melukai rasa keadilan.

“Tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (12/1).

Kurnia menyatakan, ada beberapa alasan yang mendasari kesimpulan tersebut. Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum yakni menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.

“Terlebih ia merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara Joko S Tjandra. Namun, alih-alih membantu Kejaksaan Agung, Pinangki malah bersekongkol dengan seorang buronan perkara korupsi,” ujar Kurnia.

Kedua, uang yang diterima oleh Pinangki direncanakan untuk memengaruhi proses hukum terhadap Joko TJandra. Sebagaimana diketahui, kala itu Pinangki berupaya agar Joko Tjandra tidak dapat dieksekusi dengan cara membantu mengurus fatwa di Mahkamah Agung.

Baca Juga:  Mahasiswa Universitas Abdurrab Hadirkan Produk Inovatif

Ketiga, tindakan Pinangki telah meruntuhkan dan mencoreng citra Kejaksaan Agung di mata publik. Karena sejak awal kabar pertemuan Joko Tjandra mencuat ke media, tingkat kepercayaan publik menurun drastis pada Korps Adhyaksa tersebut.

Keempat, perkara Pinangki merupakan kombinasi tiga kejahatan sekaligus, yakni tindak pidana suap, permufakatan jahat dan pencucian uang.

“Logika hukumnya, ketika ada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang semestinya ada pemberatan, namun penuntut umum sepertinya tidak mempertimbangkan hal itu,” urai Kurnia.

Kelima, keterangan Pinangki selama persidangan justru bertolakbelakang dengan fakta yang diyakini oleh penuntut umum. Pada beberapa tahapan, salah satunya eksepsi, Pinangki membantah menerima uang sebesar USD 500 ribu dari Joko Tjandra.

“Dengan pengakuan seperti ini, seharusnya Jaksa tidak lagi menuntut ringan Pinangki,” sesal Kurnia.

Oleh karena itu, Kurnia menegaskan semestinya tuntutan yang layak kepada Pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal, yakni 20 tahun penjara. Karena itu, ICW mendesak agar majelis hakim dapat mengabaikan tuntutan Jaksa, lalu menjatuhkan hukuman berat terhadap Pinangki Sirna Malasari.

Baca Juga:  Akhirnya Mantan Kabag Pertanahan Kuansing Ditahan

“Selain itu, putusan hakim nantinya juga akan menggambarkan sejauh mana institusi kekuasaan kehakiman berpihak pada pemberantasan korupsi,” tegas Kurnia.

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Pinangki Sirna Malasari dituntut pidana empat tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Pinangki diyakini bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara empat tahun penjara dikurangi masa tahanan,” kata Jaksa Yanuar Utomo membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (11/1).

Selain dituntut pidana penjara, Pinangki juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menyatakan, Pinangki yang merupakan aparat penegak hukum tidak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Kendati demikian, Pinangki menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya, serta mempunyai anak berusia empat tahun.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari