JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ahad (6/10) menjadi hari yang bersejarah bagi Jessica Nabongo. Dia berhasil menyelesaikan misinya. Yaitu, menginjakkan kaki di seluruh negara di dunia.
”Selamat datang di Seychelles!! Negara ke-195 dari 195.” Sepenggal kalimat tersebut menjadi pembuka unggahan Instagram Jessica Nabongo pada Senin (7/10). Dia tiba di salah satu negara di Afrika Timur itu sehari sebelumnya. Seychelles adalah negara terakhir dalam daftar yang harus dikunjungi Nabongo.
”Banyak yang ingin saya katakan. Tapi, saat ini saya hanya akan bilang terima kasih untuk semua komunitas atas dukungan kalian,” tulis Nabongo.
Perempuan kelahiran Detroit, Michigan, AS, itu berhasil menjadi perempuan kulit hitam pertama yang berkunjung ke seluruh negara di dunia. Tercatat 193 negara resmi yang diakui PBB dan 2 wilayah yang disebut non-observer. Total 195 negara yang sudah dijelajahi Nabongo.
Perjalanannya dimulai pada 2016. Kala itu dia baru lulus kuliah dan bekerja di perusahaan farmasi. Gajinya cukup besar dan bisa membeli apartemen di Motor City, Detroit. Meski begitu, Nabongo masih merasa tak puas.
Perempuan berdarah Uganda itu menyewakan kediamannya dan mengepak barang-barangnya. Dia memulai perjalanan keliling dunia. Negara pertama yang dia kunjungi adalah Jepang. Dia sempat mengajar bahasa Inggris di Negeri Sakura itu. Nabongo lantas bekerja sebagai staf PBB. Dengan pekerjaan tersebut, dia bisa berkunjung ke Benin dan Italia.
Semakin banyak negara yang dia kunjungi semakin dia ingin melihat lebih. Nabongo akhirnya memutuskan untuk menjelajahi negara sisanya. Perjalanannya dibiayai dari hasil persewaan apartemennya, dana dari situs GoFundMe, dan juga sokongan (endorsement) hotel-hotel di negara yang dia tuju. Foto-foto menarik di akun Instagram-nya memang membuat dia mendapat banyak tawaran sokongan dari berbagai pihak.
Dia juga mendirikan perusahaan yang diberi nama Jet Black. Perusahaan tersebutt mengorganisasi rencana perjalanan untuk rombongan kecil ke negara-negara di Afrika. Selain itu, dia menjual alat-alat untuk perjalanan wisata, seperti tempat paspor dan kaus.
Berkelana solo bukanlah hal mudah bagi Nabongo. Dia tidak bisa membaur dengan penduduk lokal seperti jargon agen-agen perjalanan. Warna kulitnya yang hitam dan rambutnya yang dicukur habis membuatnya tampak mencolok. Terlebih di negara-negara dengan mayoritas penduduk berkulit putih. Gendernya sebagai perempuan juga menjadi masalah tersendiri.
”Mengarungi dunia sebagai seorang perempuan bisa sangat sulit,” ujarnya sebagaimana dikutip oleh CNN.
Nabongo punya banyak pengalaman yang tidak akan pernah dilupakannya. Mulai dituding sebagai seorang pelacur, diserang di jalan, hingga dikejar-kejar lelaki. Salah satu hal yang paling buruk justru dilakukan sopir yang sudah dia percaya untuk bekerja sama. Sopir tersebut seharusnya mengantar Nabongo ke bandara, tapi malah mengajaknya datang di pesta seks.
Warna kulit juga membuatnya didiskriminasi di negara-negara tertentu. Termasuk beberapa negara Afrika. Salah satunya adalah harus mengantre di belakang orang kulit putih dan membayar suap agar bisa menyeberang. Salah satu hal yang, menurut dia, parah adalah Afrika Selatan. Di pihak lain, Senegal dan Ghana justru mendapat acungan jempol karena memberlakukan semua orang setara.
Nabongo berharap, perjalanannya bisa menginspirasi perempuan lain di dunia, terutama orang kulit hitam. Di unggahan Instagram-nya dia selalu menyertakan tip dan trik perjalanan. Termasuk mengatasi rasisme.
”Saya lahir sebagai orang kulit hitam di dunia ini dan saya tidak akan membiarkan hal itu menghalangi saya untuk pergi ke mana pun tempat yang saya inginkan,” tegasnya.
Editor: E Sulaiman