JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pandemi Covid-19 benar-benar memukul industri film Tanah Air. Penurunan jumlah penonton bioskop, khususnya film Indonesia, selama masa pandemi mencapai 97 persen setelah sempat tak bisa beroperasi selama beberapa bulan di tahun 2020.
Di tahun 2019, terdapat 129 judul film lokal dirilis di bioskop dengan total penonton film nasional sebesar 52 juta orang. Sementara selama masa pandemi, data per akhir Februari 2021 menunjukkan cuma ada 9 judul film nasional dirilis di bioskop dengan total penonton sekitar 400 ribu orang.
Hal ini jelas membuat para sineas gelisah. Mereka khawatir tahun ini industri film kembali terpukul dan terjun bebas. Indikasinya mulai terlihat setelah penonton cenderung menghindari bioskop kendati sudah kembali beroperasi. Penutupan bioskop membuat stigma negatif bahwa bioskop berbahaya.
Oleh karenanya, para sineas berharap pemerintah memberikan dukungan dan menunjukkan keberpihakannya terhadap industri. Salah satunya, dengan mengkampanyekan bahwa bioskop aman bagi penonton. Pemerintah khususnya lembaga terkait diharapkan bisa menghapus framing yang sempat berkembang di masyarakay bahwa bioskop berbahaya bagi penularan Covid-19.
Menurut berbagai studi internasional, sampai saat ini bioskop dianggap relatif aman untuk dikunjungi dibandingkan tempat lain seperti restoran. Jade Flinn, anggota fakultas dari John Hopkins Medicine menyatakan bahwa bioskop cenderung aman karena tidak ada yang bicara dan penonton menghadap ke arah yang sama.
"Semua orang menghadap arah yang sama (ketika menonton), hal tesebut membantu mengurangi penyebaran virus Covid-19," tutur Flinn dalam keterangan tertulis diterima JawaPos.com.
Hal serupa juga diungkapkan Profesor Budi Haryanto, Ketua Satgas Pengendalian Covid-19 dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Menurutnya, risiko penyebaran Covid-19 di bioskop kemungkinannya sangat kecil.
"Sebenarnya risiko penyebaran dalam bioskop lebih kecil kalau dibandingkan dengan restoran. Kita tahu, sampai sekarang tidak banyak yang menunjukkan terjadinya kluster baru dari restoran," tuturnya.
Sementara itu, Shanty Harmayn, salah satu produser film Indonesia, mengatakan bahwa industri film di Tanah Air memang harus diselamatkan. Selain menjadi penyumbang penerimaan pajak mencapai Rp1,5 triliun, film Indonesia juga harus diselamatkan karena menjadi wajah bangsa di mata dunia.
"Film bukan hanya merupakan komoditas hiburan, tapi juga membawa wajah Indonesia ke dunia internasional. Secara potensi, industri film Indonesia dengan keberagaman budaya dan jumlah penduduk Indonesia sebagai pasar utama sangatlah besar, dan karenanya sangat layak untuk diselamatkan," kata Shanty.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi