Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Vaksinasi Dimulai Bertahap dari Kota/Kabupaten Dekat Ibukota Provinsi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sejak pengumuman rencana vaksinasi Covid-19 pertama di Indonesia yang dilakukan oleh Presiden Jokowi pada 13 Januari nanti, belum ada rencana yang jelas. Meski kehalalan vaksin sudah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), vaksinasi harus menunggu emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Juru Bicara untuk Vaksin Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Ahad (10/1) menyatakan belum ada rencana penyuntikan perdana. Sebelumnya telah beredar informasi rencana penyuntikan perdana dilakukan pada 13 hingga 15 Januari. Ada pembagian kelompok yang divaksin selain Presiden ada juga artis, tokoh agama, hingga pengurus asosiasi profesi. Nadia membantah informasi tersebut berasal dari kementeriannya.

"Informasinya tidak bisa dijadikan rujukan," ucapnya.
Lebih lanjut dia menyatakan bahwa pelaksanaan dan tokoh-tokoh yang akan mengikuti vaksinasi Covid-19 perdana masih dalam tahap pembahasan. Pengumuman pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan setelah ada EUA dari BPOM. Sayangnya hingga berita ini ditulis, Jubir Vaksin Covid-19 BPOM Rizka Andalusia belum merespons saat dihubungi via WhatsApp terkait kondisi EUA vaksin Covid-19 dari Sinovac.

Vaksin Covid-19 dari Sinovac sudah disebar ke seluruh provinsi di Indonesia.  Nadia menjelaskan, nantinya penyuntikan dilakukan bertahap. Awalnya kabupaten atau kota di sekitar ibukota provinsi.

Sementara itu Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi meminta masyarakat menghentikan polemik soal vaksinasi Covid-19. Khususnya terkait isu apakah vaksin tersebut halal apa tidak. Sebab Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Vaksin Covid-19 keluaran Sinovac dinyatakan halal dan suci.

Mewakili pemerintah, Zainut mengapresiasi Komisi Fatwa MUI yang sudah melalui semua prosedur dalam menetapkan fatwa vaksin tersebut. Menurut dia penetapan fatwa halal itu juga bagian dari bentuk ketaatan terhadap amanat regulasi.

"MUI sudah menetapkan kehalalan vaksin Sinovac. Saya harap masyarakat menghentikan polemik tentang halal dan haram vaksin ini," kata Zainut, Ahad (10/1). Apalagi secara tegas fatwa MUI menyebutkan bahwa vaksin Covid-19 Sinovac bersih dan suci. Artinya bahan-bahan yang digunakan untuk vaksin tersebut terbebas dari unsur najis.

Baca Juga:  Begini Pernyataan Terbaru Moeldoko soal Koalisi Plus-plus

Dia juga mengingatkan meskipun sudah keluar fatwa dari MUI, penggunaan vaksin tersebut masih menunggu keputusan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab BPOM merupakan lembaga yang berwenang menjalankan pemeriksaan keamanan, kualitas, dan kemanjuran.

Zainut menjelaskan setelah keluar fatwa halal dari MUI, proses sertifikasi halal untuk vaksin Sinovac tersebut sudah berjalan di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag. Dia mengatakan ada tujuh proses yang harus dilalui. Mulai dari permohonan, pemeriksaan, penetapan, pengujian, pengecekan, fatwa, dan terakhir penerbitan sertifikasi halal.

Apresiasi terhadap kinerja Komisi Fatwa MUI juga disampaikan oleh Wakil Preiden Ma’ruf Amin. Atas nama pemerintah, dia menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas respon cepat dari MUI tersebut. Secara umum Ma’ruf mengatakan MUI begitu responsif mengelurkan fatwa-fatwa terkait pandemi Covid-19. Sebelum keluar fatwa tentang vaksin Covid-19 dari Sinovac, MUI juga mengeluarkan fatwa soal ibadah, pengurusan jenazah, dan lainnya.

Dia berharap vaksinasi Covid-19 di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Karena menjadi penentu keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 dan segala dampaknya.

"Jadi masalah ekonomi dan sosial itu tergantung pada penanganan Covid-19. Penanganan Covid-19 sekarang penentunya adalah vaksinasi," jelasnya.

Ketua asosiasi profesi kesehatan mendukung adanya vaksinasi tersebut. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyatakan bahwa pelaksaan vaksinasi membutuhkan role model dari pemimpin atau tokoh publik.

"IDI akan memberikan contoh untuk pertama divaksin," ungkapnya kemarin.

IDI juga telah membentuk tim advokasi vaksinasi. Tujuannya untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar pelaksanaan vaksinasi di lapangan dilakukan dengan baik.

Sementara itu, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi mengungkapkan, pihaknya sudah siap untuk mendukung proses vaksinasi yang rencananya dimulai Rabu (13/1). Dukungan ini tidak hanya sebagai tim program vaksinasi, tapi juga sebagai kloter pertama penerima vaksin Covid-19 tersebut. Menurutnya, semua hal terkait vaksinasi Covid-19 sudah disosialisasikan sejak Desember 2020. Mulai dari vaksin yang akan diterima hingga teknis pelaksanaan vaksinasi yang bakal dilakukan secara bertahap nanti. Sosialisasi ini pun makin intensif dengan adanya sesi dialog interaktif secara daring bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bulan Januari 2021.

Baca Juga:  Kiev Banyak Bantuan, Moskow Banjir Sanksi

Hal ini, lanjut dia, yang membuat para bidan yakin alias tidak menolak untuk menerima vaksin nantinya.

"Jadi tidak hanya siap divaksinasi tapi siap membantu vaksinasi dalam tim," paparnya.

Emi menjelaskan, para bidan  ini nantinya memiliki tugas beragam. Tergantung lokasi fasilitas pelayanan kesehatan penempatan, apakah rumah sakit atau puskesmas. Di sana pun mereka diposisikan sesuai dengan kebutuhan tim. Apakah bertugas membantu dalam sosialiasi, administrasi, atau ikut dalam tim pengawasan usai vaksinasi dilakukan. Sehingga, bisa memantau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada penerima vaksin.

"Yang jelas, kami kan tidak kerja sendiri. Tapi bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain dalam satu tim," paparnya.

Disinggung soal kesiapan fasilitas di daerah, Emi mengaku tak ada laporan khusus. Menurutnya, terkait fasilitas puskesmas yang mungkin dinilai terlalu sempit ataupun lainnya, para bidan dan tim tentu sudah mengantisipasi. Baik itu dengan penjadwalan khusus untuk pesera ataupun memperluas lokasi.

"Semua pasti sudah dikoordinasikan. Karena sekali lagi, ini kan IBI tidak kerja sendiri. Ini bukan seperti vaksinasi rutin pada bayi," jelas Emi.

Saat ini sendiri, dari catatatn IBI, jumlah bidan yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 350-400 ribu orang. Jumlah ini diperkirakan lebih besar bila megacu pada data komite etik kebidanan. (lyn/wan/mia/len/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sejak pengumuman rencana vaksinasi Covid-19 pertama di Indonesia yang dilakukan oleh Presiden Jokowi pada 13 Januari nanti, belum ada rencana yang jelas. Meski kehalalan vaksin sudah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), vaksinasi harus menunggu emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Juru Bicara untuk Vaksin Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Ahad (10/1) menyatakan belum ada rencana penyuntikan perdana. Sebelumnya telah beredar informasi rencana penyuntikan perdana dilakukan pada 13 hingga 15 Januari. Ada pembagian kelompok yang divaksin selain Presiden ada juga artis, tokoh agama, hingga pengurus asosiasi profesi. Nadia membantah informasi tersebut berasal dari kementeriannya.

- Advertisement -

"Informasinya tidak bisa dijadikan rujukan," ucapnya.
Lebih lanjut dia menyatakan bahwa pelaksanaan dan tokoh-tokoh yang akan mengikuti vaksinasi Covid-19 perdana masih dalam tahap pembahasan. Pengumuman pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan setelah ada EUA dari BPOM. Sayangnya hingga berita ini ditulis, Jubir Vaksin Covid-19 BPOM Rizka Andalusia belum merespons saat dihubungi via WhatsApp terkait kondisi EUA vaksin Covid-19 dari Sinovac.

Vaksin Covid-19 dari Sinovac sudah disebar ke seluruh provinsi di Indonesia.  Nadia menjelaskan, nantinya penyuntikan dilakukan bertahap. Awalnya kabupaten atau kota di sekitar ibukota provinsi.

- Advertisement -

Sementara itu Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi meminta masyarakat menghentikan polemik soal vaksinasi Covid-19. Khususnya terkait isu apakah vaksin tersebut halal apa tidak. Sebab Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa Vaksin Covid-19 keluaran Sinovac dinyatakan halal dan suci.

Mewakili pemerintah, Zainut mengapresiasi Komisi Fatwa MUI yang sudah melalui semua prosedur dalam menetapkan fatwa vaksin tersebut. Menurut dia penetapan fatwa halal itu juga bagian dari bentuk ketaatan terhadap amanat regulasi.

"MUI sudah menetapkan kehalalan vaksin Sinovac. Saya harap masyarakat menghentikan polemik tentang halal dan haram vaksin ini," kata Zainut, Ahad (10/1). Apalagi secara tegas fatwa MUI menyebutkan bahwa vaksin Covid-19 Sinovac bersih dan suci. Artinya bahan-bahan yang digunakan untuk vaksin tersebut terbebas dari unsur najis.

Baca Juga:  RSUD Rohul Konversi Kembali Ruang Perawatan Pasien Non Covid- 19

Dia juga mengingatkan meskipun sudah keluar fatwa dari MUI, penggunaan vaksin tersebut masih menunggu keputusan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab BPOM merupakan lembaga yang berwenang menjalankan pemeriksaan keamanan, kualitas, dan kemanjuran.

Zainut menjelaskan setelah keluar fatwa halal dari MUI, proses sertifikasi halal untuk vaksin Sinovac tersebut sudah berjalan di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag. Dia mengatakan ada tujuh proses yang harus dilalui. Mulai dari permohonan, pemeriksaan, penetapan, pengujian, pengecekan, fatwa, dan terakhir penerbitan sertifikasi halal.

Apresiasi terhadap kinerja Komisi Fatwa MUI juga disampaikan oleh Wakil Preiden Ma’ruf Amin. Atas nama pemerintah, dia menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas respon cepat dari MUI tersebut. Secara umum Ma’ruf mengatakan MUI begitu responsif mengelurkan fatwa-fatwa terkait pandemi Covid-19. Sebelum keluar fatwa tentang vaksin Covid-19 dari Sinovac, MUI juga mengeluarkan fatwa soal ibadah, pengurusan jenazah, dan lainnya.

Dia berharap vaksinasi Covid-19 di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Karena menjadi penentu keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 dan segala dampaknya.

"Jadi masalah ekonomi dan sosial itu tergantung pada penanganan Covid-19. Penanganan Covid-19 sekarang penentunya adalah vaksinasi," jelasnya.

Ketua asosiasi profesi kesehatan mendukung adanya vaksinasi tersebut. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyatakan bahwa pelaksaan vaksinasi membutuhkan role model dari pemimpin atau tokoh publik.

"IDI akan memberikan contoh untuk pertama divaksin," ungkapnya kemarin.

IDI juga telah membentuk tim advokasi vaksinasi. Tujuannya untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar pelaksanaan vaksinasi di lapangan dilakukan dengan baik.

Sementara itu, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi mengungkapkan, pihaknya sudah siap untuk mendukung proses vaksinasi yang rencananya dimulai Rabu (13/1). Dukungan ini tidak hanya sebagai tim program vaksinasi, tapi juga sebagai kloter pertama penerima vaksin Covid-19 tersebut. Menurutnya, semua hal terkait vaksinasi Covid-19 sudah disosialisasikan sejak Desember 2020. Mulai dari vaksin yang akan diterima hingga teknis pelaksanaan vaksinasi yang bakal dilakukan secara bertahap nanti. Sosialisasi ini pun makin intensif dengan adanya sesi dialog interaktif secara daring bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bulan Januari 2021.

Baca Juga:  Tyas Mirasih Belum Siap untuk Program Bayi Tabung

Hal ini, lanjut dia, yang membuat para bidan yakin alias tidak menolak untuk menerima vaksin nantinya.

"Jadi tidak hanya siap divaksinasi tapi siap membantu vaksinasi dalam tim," paparnya.

Emi menjelaskan, para bidan  ini nantinya memiliki tugas beragam. Tergantung lokasi fasilitas pelayanan kesehatan penempatan, apakah rumah sakit atau puskesmas. Di sana pun mereka diposisikan sesuai dengan kebutuhan tim. Apakah bertugas membantu dalam sosialiasi, administrasi, atau ikut dalam tim pengawasan usai vaksinasi dilakukan. Sehingga, bisa memantau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada penerima vaksin.

"Yang jelas, kami kan tidak kerja sendiri. Tapi bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain dalam satu tim," paparnya.

Disinggung soal kesiapan fasilitas di daerah, Emi mengaku tak ada laporan khusus. Menurutnya, terkait fasilitas puskesmas yang mungkin dinilai terlalu sempit ataupun lainnya, para bidan dan tim tentu sudah mengantisipasi. Baik itu dengan penjadwalan khusus untuk pesera ataupun memperluas lokasi.

"Semua pasti sudah dikoordinasikan. Karena sekali lagi, ini kan IBI tidak kerja sendiri. Ini bukan seperti vaksinasi rutin pada bayi," jelas Emi.

Saat ini sendiri, dari catatatn IBI, jumlah bidan yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 350-400 ribu orang. Jumlah ini diperkirakan lebih besar bila megacu pada data komite etik kebidanan. (lyn/wan/mia/len/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari