Minggu, 10 November 2024

Deadline 3 Bulan Naik Penuntutan

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – September 2003, Maria Pauline Lumowa meninggalkan Indonesia. Dia terbang ke Singapura. Sebulan kemudian, Maria ditetapkan tersangka dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif senilai Rp1,7 triliun bersama Andrian Waworuntu. Sejak saat itu, Maria dinyatakan buron.

Kemarin (9/7), nama Maria Pauline Lumowa kembali muncul. Setelah lebih dari 17 tahun melarikan diri, Maria akhirnya bisa diboyong dari Beograd, Serbia ke Jakarta. Jaraknya 10.204 kilometer. Tim dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mengekstradisi Maria dari Serbia. Mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 11.00.

- Advertisement -

Ekstradisi itu patut diapresiasi. Namun, upaya penanganan hukum belum selesai. Bahkan, penegak hukum hanya punya waktu kurang dari tiga bulan untuk membawa Maria ke tahap penuntutan. Lebih dari batas waktu itu, pidana yang menjerat Maria akan hapus demi hukum karena masuk kategori kedaluwarsa penuntutan.

Baca Juga:  Surat Jalan untuk Djoko Tjandra Tanpa Sepengetahuan Kabareskrim

Merujuk pasal 78 KUHP, batasan waktu jaksa melakukan kewenangan penuntutan dalam perkara Maria (dengan ancaman pidana seumur hidup) adalah 18 tahun terhitung sejak pidana dilakukan.

"Jadi harus dipercepat (proses menuju tahap penuntutan) karena ada deadline pasal 78 KUHP," kata Boyamin Saiman, koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

- Advertisement -

Perbuatan Maria dan Andrian Waworuntu membobol kas BNI tercatat bergulir sejak Oktober 2002 hingga Juli 2003. Kala itu bank pelat merah tersebut mengucurkan pinjaman kepada PT Gramarindo Group senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta euro atau setara Rp 1,7 triliun (kurs saat itu). Perusahaan itu merupakan milik Maria dan Andrian. Keduanya diduga mendapat bantuan ‘orang dalam’ agar pinjaman dari BNI bisa mengucur.

Baca Juga:  KPK Surati DPR Minta Tunda Pengesahan Revisi UU 30 Tahun 2002

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengakui ekstradisi Maria bukan akhir dari proses penegakan hukum yang bersangkutan. Bersama penegak hukum terkait, Yasonna berjanji akan melakukan pemulihan aset (asset recovery) yang dimiliki Maria. "Kami akan mengejar terus. Kami akan menempuh segala upaya hukum untuk membekukan asetnya, termasuk memblokir akun dan sebagainya," ujar Yasonna di Bandara Soetta, kemarin.(tyo/idr/han/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – September 2003, Maria Pauline Lumowa meninggalkan Indonesia. Dia terbang ke Singapura. Sebulan kemudian, Maria ditetapkan tersangka dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif senilai Rp1,7 triliun bersama Andrian Waworuntu. Sejak saat itu, Maria dinyatakan buron.

Kemarin (9/7), nama Maria Pauline Lumowa kembali muncul. Setelah lebih dari 17 tahun melarikan diri, Maria akhirnya bisa diboyong dari Beograd, Serbia ke Jakarta. Jaraknya 10.204 kilometer. Tim dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mengekstradisi Maria dari Serbia. Mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 11.00.

- Advertisement -

Ekstradisi itu patut diapresiasi. Namun, upaya penanganan hukum belum selesai. Bahkan, penegak hukum hanya punya waktu kurang dari tiga bulan untuk membawa Maria ke tahap penuntutan. Lebih dari batas waktu itu, pidana yang menjerat Maria akan hapus demi hukum karena masuk kategori kedaluwarsa penuntutan.

Baca Juga:  42 Kegiatan Pembangunan di 36 Sekolah di Meranti Mulai Dikerjakan

Merujuk pasal 78 KUHP, batasan waktu jaksa melakukan kewenangan penuntutan dalam perkara Maria (dengan ancaman pidana seumur hidup) adalah 18 tahun terhitung sejak pidana dilakukan.

- Advertisement -

"Jadi harus dipercepat (proses menuju tahap penuntutan) karena ada deadline pasal 78 KUHP," kata Boyamin Saiman, koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

Perbuatan Maria dan Andrian Waworuntu membobol kas BNI tercatat bergulir sejak Oktober 2002 hingga Juli 2003. Kala itu bank pelat merah tersebut mengucurkan pinjaman kepada PT Gramarindo Group senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta euro atau setara Rp 1,7 triliun (kurs saat itu). Perusahaan itu merupakan milik Maria dan Andrian. Keduanya diduga mendapat bantuan ‘orang dalam’ agar pinjaman dari BNI bisa mengucur.

Baca Juga:  Tim Gakkum KLHK Segel TPS di Sudimara, Tangerang

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengakui ekstradisi Maria bukan akhir dari proses penegakan hukum yang bersangkutan. Bersama penegak hukum terkait, Yasonna berjanji akan melakukan pemulihan aset (asset recovery) yang dimiliki Maria. "Kami akan mengejar terus. Kami akan menempuh segala upaya hukum untuk membekukan asetnya, termasuk memblokir akun dan sebagainya," ujar Yasonna di Bandara Soetta, kemarin.(tyo/idr/han/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari