Kamis, 19 September 2024

Penyakit Jantung dan Covid-19

(RIAUPOS.CO) – Covid-19 adalah penyakit akibat virus corona, yang dinamai SARS-CoV-2 oleh World Health Organisation(WHO). Penyakit ini menular melalui droplet dari mulut/ludah dan hidung, masuk ke dalam tubuh lewat mulut, hidung dan mata.

Setelah menempel dan menginfeksi saluran nafas atau bagian tubuh lainnya, SARS CoV-2 akan bereplikasi (memperbanyak diri) di dalam sel, kemudian keluar dari sel, masuk ke dalam darah, dan menyebabkan infeksi sistemik (infeksi ke seluruh tubuh). Secara agresif, virus dapat menginvasi seluruh organvital (paru-paru, jantung, ginjal, liver, dll.), dan pada sebagian pasien, kondisi diperburukan akibat disregulasi sistem kekebalan tubuh yang menyerang diri sendiri.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan berkaitan hubungan penyakit jantung dan Covid-19.

Pertanyaan: Saya menderita penyakit jantung. Apakah saya lebih mudah terkena penyakit Covid-19?

- Advertisement -

Jawaban: Tidak.

Semua orang bisa terjangkit Covid-19. Kemungkinan seseorang terinfeksi adalah tergantung paparan dari orang lain yang sudah terinfeksi SARS-CoV-2 melalui droplet, atau saat menyentuh benda yang sudah ditempeli oleh virus. Virus bisa hidup pada benda mati selama 8-16 jam, tergantung jenis materialnya.

- Advertisement -

Selama terus mengikuti anjuran social distancing dengan (1) tetap di rumah saja, (2) menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain, (3) selalu memakai masker jika keluar rumah, serta (4) rajin mencuci tangan dengan air, risiko tertular pasti lebih rendah.

Pertanyaan: Apakah penderita sakit jantung mengalami gejala yang lebih berat jika terinfeksi virus corona?

Jawaban:Benar.

Berdasarkan data yang ada, penderita sakit jantung memiliki risiko terjadi infeksi yang lebih berat, dan risiko kematian yang 2-3x lipat lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa penyakit jantung.

Risiko yang sama juga dialami oleh:

• pasienberusia >65 tahun,

• penderita hipertensi/darah tinggi,

• diabetes melitus,

• penyakit ginjal,

• penyakit paru-paru kronis, dan

• penyakit gangguan kekebalan tubuh.

Data di Inggris menunjukkan 9 dari 10 pasien yang meninggal akibat Covid-19 memiliki faktor risiko tersebut di atas.

Pertanyaan: Mengapa penderita jantung memiliki gejala Covid-19 yang lebih berat?

Jawaban: Karena pada pasien jantungsudah terdapat abnormalitas struktur dan fungsi/kekuatan jantung. Tanpa infeksi saja, kemampuan fisik pasien sudah menurun, ditandai dengan gejala nyeri dada dan sesak nafas.  Jantung yang tidak sehat tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolik normal sehari-hari.

Dalam keadaan infeksi virus corona, demam menyebabkan metabolisme meningkat, kebutuhan oksigen bertambah, batuk dan produksi lendir saluran nafas membuat tubuh semakin lelah. Pasien jantung yang awalnya stabil bisa menunjukkan tanda perburukan (deteriorasi). Akibatnya penyembuhan lebih sulit dan risiko kematian lebih tinggi.

Virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel melalui reseptor ACE2. Reseptor ini juga banyak terdapat pada organ jantung dan lapisan endotel pembuluh darah. Secara ilmiah, bisa dijelaskan bahwa SARS-CoV-2 secara langsung menginvasi dan merusak organ jantung

Pertanyaan: Umur saya masih muda, dan tidak memiliki penyakit apapun. Apakah saya bisa meninggal karena Covid-19?

Jawaban: Manusia dari segala umur bisa terinfeksi SARS-CoV-2, termasuk bayi. Umur muda dan badan yang bugar tidak menjamin seseorang imun terhadap virus ini. Memang dengan kekebalan tubuh yang baik, pada 80-85% pasien, gejala infeksi tidak terlihat (disebut sebagai orang tanpa gejala/OTG), atau hanya bergejala ringan – sedang saja (batuk, demam, nyeri sendi) yang bisa sembuh sendiri.

Baca Juga:  Rawan, DPRD Rohil Desak Pemkab Tuntaskan Masalah Tapal Batas

Namun ada olahragawan dan orang sehat, bahkan yang sanggup menyelesaikan lari marathon (lari 42 km), telah terjangkit penyakit ini; beberapa dari mereka meninggal dunia.

Secara statistik, risiko kematian tertinggi terjadi pada golongan usia >85 tahun (fatalitas 10-27%), golongan usia 65-84 tahun (3-11%), dan 1-3% pada golongan usia 55-64%, <1% pada usia 20-54 tahun. Risiko meninggalsangat rendah (0,2%) pada golongan usia 10-19 tahun. Kekuatiran terbesar pada orang usia muda adalah potensi menjadi carrier/pembawa virus dan menularkannya pada yang memiliki kerentanan. Lingkaran setan penularan oleh OTG juga akan membuat semakin banyak orang terinfeksi dan mempersulit eradikasi SARS-CoV-2,  apalagi jika vaksin belum ditemukan.

Pertanyaan: Kelainan jantung apa yang bisa terjadi jika terinfeksi Covid-19? Apa saja gejalanya?

Jawaban: Komplikasi jantung akibat Covid-19 adalah antara lain serangan jantung (sindroma koroner akut), gagal jantung, gangguan irama, dan peradangan jantung (miokarditis).

Selain demam, batuk kering, badan lemas (ketiga ini merupakan simptom tersering Covid-19), gejala pada jantung adalah nyeri dada, sesak nafas, berdebar-debar.

Peradangan sistemik yang hebat pada Covid-19 menyebabkan plak pada pembuluh koroner jantung menjadi plak yang tidak stabil, lalu pecah/ruptur, sehingga terjadi proses koagulasi/penggumpalan darah. Gumpalan darah/trombus) menutup aliran darah (kaya oksigen) ke dalam jantung. Karena iskemia jantung (kekurangan oksigen), keluhan dirasakan sebagai nyeri dada bagian kiri, bisa menjalar ke punggung atau leher. Gejala ini bisa disertai dengan keringat dingin dan sesak nafas. Mekanisme ini mirip dengan kejadian serangan jantung pada umumnya.

Sesak nafas, terutama saat aktivitas ringan dan tidak bisa tidur berbaring (sehingga pasien cenderung istirahat posisi duduk) adalah gejala gagal jantung. Cairan memenuhi ruang interstitial paru-paru. Ini sering terjadi karena perburukan kondisi gagal jantung yang memang sudah dialami oleh pasien.

Gangguan irama atau aritmiaditandai dengan detak jantung yang biasanya sangat cepat, kadang-kadang tidak beraturan (dikenal dengan fibrilasi atrium atau atrial fibrillation). Karena detak jantung yang terlalu cepat, masa pengisian jantung menjadi saat singkat, sehingga volume darah yang bisa dipompakan juga berkurang. Keluhan pasien berupa jantung berdebar, sesak nafas, lemas, dan cepat capek.

Komplikasi lain dari Covid-19 yang menyerang jantung adalah miokarditis.

Miokarditis, berasal dari kata miokard (jantung) dan akhiran –itis (radang),  artinya adalah peradangan pada jantung. Miokarditis ini ramai didiskusikan di antara dokter spesialis jantung, terutama di awal komplikasi ini dikenal. Gejala miokarditis menyerupai serangan jantung, yaitu nyeri dada dan sesak nafas. Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan rekam jantung juga serupa. Yang membedakan adalah hasil pemeriksaan kateterisasi jantung dan fungsi pompa jantung. Pada pasien yang benar-benar serangan jantung (sindroma koroner akut), akan terlihat penyempitan pembuluh darah jantung akibat proses aterosklerosis,dan seringkaliditemukan gumpalan darah (trombus). Pada pasien miokarditis, tidak terlihat plak atheroskeloris yang menutup aliran darah arteri ke jantung.

Baca Juga:  Setelah Geledah Rumah Gubernur Sulsel, KPK Amankan Dokumen dan Uang 

Pertanyaan: Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk mendeteksi komplikasi jantung pada Covid-19?

Jawaban:Pemeriksaan dasar Covid-19 adalah gejala demam, batuk kering, sesak nafas. Dilakukan swab/usapan mulut, tenggorokan dan hidung, dan pengambilan sampel dahak. Empat spesimen itu akan diperiksa dengan teknik canggih nan rumit yang disebuh Polymerase Chain Reaction (PCR), yaitu untuk mencari kode genetik RNA virus.

Untuk mendeteksi komplikasi ke orang jantung, dokter akan menanyakan gejala lain seperti terdapat nyeri dada, sesak nafas, cepat capek, dan jantung berdebar.

Pemeriksaan jantung tambahan adalah dengan rekam jantung (elektrokardiografi/EKG), enzim jantung (troponin, CKMB, Pro-BNP atau NT-Pro BNP). Jika diagnosis mengarah pada serangan jantung akut, dilakukan kateterisasi jantung, tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan ekokardiography (ultrasound jantung) dilakukan untuk melihat kekuatan pompa otot jantung dan menilai fungsi katup-katup jantung. Pada pasien miokarditis, akan terjadi penurunan fungsi jantung yang drastis.

Pertanyaan: Mengapa komplikasi Covid-19 terhadap jantung lebih berat daripada infeksi virus atau bakteri lain yang pernah ada selama ini?

Jawaban:Sebenarnya infeksi virus lain (misalnya influenza dan herpes) dan bakteri (misalnya pnemonia atau infeksi saluran kemih) yang bersifat sistemik (menyerang seluruh tubuh) bisa menyebabkan serangan jantung (dikenal sebagai serangan jantung tipe II atau Type II Myocardial Infarction), perburukan gagal jantung dan aritmia.

Hal ini sering ditemukan, terutama jika pasien memiliki faktor risiko lain, yaitu usia lanjut, diabetes, gangguan ginjal, dan penyakit paru menahun.

Agresivitas lain virus SARS-CoV-2 terhadap tubuh manusia adalah karena kemampuannya mengganggu regulasiimunitas tubuh. Secara alamiah, tubuh akan mengaktivasi pertahanan tubuh, melalui pembentukan sel darah putih, terutama netrofil dan limfosit. Sel-sel ini akan mengenali virus sebagai “benda asing” untuk diserang dan dihancurkan.  Pada tahap lebih lanjut, akan terbentuk antibodi atau imunoglobulin. Antibodi yaitu suatu protein yang bisa mengenali dan menghancurkan virus, dan memiliki memori spesifik terhadap virus yang sama jika infeksi terjadi lagi di masa yang akan datang (Pada SARS-CoV-2, belum diketahui jelas, berapa lama antibodi bertaha. Beberapa ahli mengatakan antibodi SARS-CoV-2 akan menghilang dalam waktu 1-2 tahun sejak infeksi pertama.) Pada infeksi Covid-19, sistem kekebalan tubuh bisa menjadi tidak teratur/disregulasi, dan berlebihan. Tubuh memiliki sel-T, yaitu salah satu sel imunitasuntuk melawan infeksi. Saat diaktifkan, sel-T akan memproduksi sitokin, untuk memicu pembentukan lebih banyak lagi sel-T lagi; salah satunya Sel-T sitotoksik. (Sitotoksik artinya adalah pembunuh sel.)

Sel-T sitotoksik akan beredar ke seluruh tubuh bersama aliran darah dan menghanurkan sel-sel yang sudah rusak atau terinfeksi. Dalam kondisi “chaos,” sel-T sitotoksik ini tidak bisa mengenali antara sel yang sehat dan yang sudah terinfeksi, akhirnya merusak semua sel, termasuk sel yang sehat. Secara medis, kondisi ini diistilahkan cytokine storm (badai sitokin). Kekebalan tubuh menyerang diri sendiri. Jika merusak jantung, terjadilah apa yang disebutmiokarditis atau peradangan jantung.***

Dr. Dasdo Antonius Sinaga, SpJP(K), Dokter Spesialis  Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi – Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

(RIAUPOS.CO) – Covid-19 adalah penyakit akibat virus corona, yang dinamai SARS-CoV-2 oleh World Health Organisation(WHO). Penyakit ini menular melalui droplet dari mulut/ludah dan hidung, masuk ke dalam tubuh lewat mulut, hidung dan mata.

Setelah menempel dan menginfeksi saluran nafas atau bagian tubuh lainnya, SARS CoV-2 akan bereplikasi (memperbanyak diri) di dalam sel, kemudian keluar dari sel, masuk ke dalam darah, dan menyebabkan infeksi sistemik (infeksi ke seluruh tubuh). Secara agresif, virus dapat menginvasi seluruh organvital (paru-paru, jantung, ginjal, liver, dll.), dan pada sebagian pasien, kondisi diperburukan akibat disregulasi sistem kekebalan tubuh yang menyerang diri sendiri.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan berkaitan hubungan penyakit jantung dan Covid-19.

Pertanyaan: Saya menderita penyakit jantung. Apakah saya lebih mudah terkena penyakit Covid-19?

Jawaban: Tidak.

Semua orang bisa terjangkit Covid-19. Kemungkinan seseorang terinfeksi adalah tergantung paparan dari orang lain yang sudah terinfeksi SARS-CoV-2 melalui droplet, atau saat menyentuh benda yang sudah ditempeli oleh virus. Virus bisa hidup pada benda mati selama 8-16 jam, tergantung jenis materialnya.

Selama terus mengikuti anjuran social distancing dengan (1) tetap di rumah saja, (2) menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain, (3) selalu memakai masker jika keluar rumah, serta (4) rajin mencuci tangan dengan air, risiko tertular pasti lebih rendah.

Pertanyaan: Apakah penderita sakit jantung mengalami gejala yang lebih berat jika terinfeksi virus corona?

Jawaban:Benar.

Berdasarkan data yang ada, penderita sakit jantung memiliki risiko terjadi infeksi yang lebih berat, dan risiko kematian yang 2-3x lipat lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa penyakit jantung.

Risiko yang sama juga dialami oleh:

• pasienberusia >65 tahun,

• penderita hipertensi/darah tinggi,

• diabetes melitus,

• penyakit ginjal,

• penyakit paru-paru kronis, dan

• penyakit gangguan kekebalan tubuh.

Data di Inggris menunjukkan 9 dari 10 pasien yang meninggal akibat Covid-19 memiliki faktor risiko tersebut di atas.

Pertanyaan: Mengapa penderita jantung memiliki gejala Covid-19 yang lebih berat?

Jawaban: Karena pada pasien jantungsudah terdapat abnormalitas struktur dan fungsi/kekuatan jantung. Tanpa infeksi saja, kemampuan fisik pasien sudah menurun, ditandai dengan gejala nyeri dada dan sesak nafas.  Jantung yang tidak sehat tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolik normal sehari-hari.

Dalam keadaan infeksi virus corona, demam menyebabkan metabolisme meningkat, kebutuhan oksigen bertambah, batuk dan produksi lendir saluran nafas membuat tubuh semakin lelah. Pasien jantung yang awalnya stabil bisa menunjukkan tanda perburukan (deteriorasi). Akibatnya penyembuhan lebih sulit dan risiko kematian lebih tinggi.

Virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel melalui reseptor ACE2. Reseptor ini juga banyak terdapat pada organ jantung dan lapisan endotel pembuluh darah. Secara ilmiah, bisa dijelaskan bahwa SARS-CoV-2 secara langsung menginvasi dan merusak organ jantung

Pertanyaan: Umur saya masih muda, dan tidak memiliki penyakit apapun. Apakah saya bisa meninggal karena Covid-19?

Jawaban: Manusia dari segala umur bisa terinfeksi SARS-CoV-2, termasuk bayi. Umur muda dan badan yang bugar tidak menjamin seseorang imun terhadap virus ini. Memang dengan kekebalan tubuh yang baik, pada 80-85% pasien, gejala infeksi tidak terlihat (disebut sebagai orang tanpa gejala/OTG), atau hanya bergejala ringan – sedang saja (batuk, demam, nyeri sendi) yang bisa sembuh sendiri.

Baca Juga:  Edy Mulyadi Merasa Dijadikan Target, Begini Reaksi Polisi

Namun ada olahragawan dan orang sehat, bahkan yang sanggup menyelesaikan lari marathon (lari 42 km), telah terjangkit penyakit ini; beberapa dari mereka meninggal dunia.

Secara statistik, risiko kematian tertinggi terjadi pada golongan usia >85 tahun (fatalitas 10-27%), golongan usia 65-84 tahun (3-11%), dan 1-3% pada golongan usia 55-64%, <1% pada usia 20-54 tahun. Risiko meninggalsangat rendah (0,2%) pada golongan usia 10-19 tahun. Kekuatiran terbesar pada orang usia muda adalah potensi menjadi carrier/pembawa virus dan menularkannya pada yang memiliki kerentanan. Lingkaran setan penularan oleh OTG juga akan membuat semakin banyak orang terinfeksi dan mempersulit eradikasi SARS-CoV-2,  apalagi jika vaksin belum ditemukan.

Pertanyaan: Kelainan jantung apa yang bisa terjadi jika terinfeksi Covid-19? Apa saja gejalanya?

Jawaban: Komplikasi jantung akibat Covid-19 adalah antara lain serangan jantung (sindroma koroner akut), gagal jantung, gangguan irama, dan peradangan jantung (miokarditis).

Selain demam, batuk kering, badan lemas (ketiga ini merupakan simptom tersering Covid-19), gejala pada jantung adalah nyeri dada, sesak nafas, berdebar-debar.

Peradangan sistemik yang hebat pada Covid-19 menyebabkan plak pada pembuluh koroner jantung menjadi plak yang tidak stabil, lalu pecah/ruptur, sehingga terjadi proses koagulasi/penggumpalan darah. Gumpalan darah/trombus) menutup aliran darah (kaya oksigen) ke dalam jantung. Karena iskemia jantung (kekurangan oksigen), keluhan dirasakan sebagai nyeri dada bagian kiri, bisa menjalar ke punggung atau leher. Gejala ini bisa disertai dengan keringat dingin dan sesak nafas. Mekanisme ini mirip dengan kejadian serangan jantung pada umumnya.

Sesak nafas, terutama saat aktivitas ringan dan tidak bisa tidur berbaring (sehingga pasien cenderung istirahat posisi duduk) adalah gejala gagal jantung. Cairan memenuhi ruang interstitial paru-paru. Ini sering terjadi karena perburukan kondisi gagal jantung yang memang sudah dialami oleh pasien.

Gangguan irama atau aritmiaditandai dengan detak jantung yang biasanya sangat cepat, kadang-kadang tidak beraturan (dikenal dengan fibrilasi atrium atau atrial fibrillation). Karena detak jantung yang terlalu cepat, masa pengisian jantung menjadi saat singkat, sehingga volume darah yang bisa dipompakan juga berkurang. Keluhan pasien berupa jantung berdebar, sesak nafas, lemas, dan cepat capek.

Komplikasi lain dari Covid-19 yang menyerang jantung adalah miokarditis.

Miokarditis, berasal dari kata miokard (jantung) dan akhiran –itis (radang),  artinya adalah peradangan pada jantung. Miokarditis ini ramai didiskusikan di antara dokter spesialis jantung, terutama di awal komplikasi ini dikenal. Gejala miokarditis menyerupai serangan jantung, yaitu nyeri dada dan sesak nafas. Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan rekam jantung juga serupa. Yang membedakan adalah hasil pemeriksaan kateterisasi jantung dan fungsi pompa jantung. Pada pasien yang benar-benar serangan jantung (sindroma koroner akut), akan terlihat penyempitan pembuluh darah jantung akibat proses aterosklerosis,dan seringkaliditemukan gumpalan darah (trombus). Pada pasien miokarditis, tidak terlihat plak atheroskeloris yang menutup aliran darah arteri ke jantung.

Baca Juga:  Pembunuhan di Bucha, Saksi Mata: Kaki Diikat, Kepala Ditembak

Pertanyaan: Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk mendeteksi komplikasi jantung pada Covid-19?

Jawaban:Pemeriksaan dasar Covid-19 adalah gejala demam, batuk kering, sesak nafas. Dilakukan swab/usapan mulut, tenggorokan dan hidung, dan pengambilan sampel dahak. Empat spesimen itu akan diperiksa dengan teknik canggih nan rumit yang disebuh Polymerase Chain Reaction (PCR), yaitu untuk mencari kode genetik RNA virus.

Untuk mendeteksi komplikasi ke orang jantung, dokter akan menanyakan gejala lain seperti terdapat nyeri dada, sesak nafas, cepat capek, dan jantung berdebar.

Pemeriksaan jantung tambahan adalah dengan rekam jantung (elektrokardiografi/EKG), enzim jantung (troponin, CKMB, Pro-BNP atau NT-Pro BNP). Jika diagnosis mengarah pada serangan jantung akut, dilakukan kateterisasi jantung, tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan ekokardiography (ultrasound jantung) dilakukan untuk melihat kekuatan pompa otot jantung dan menilai fungsi katup-katup jantung. Pada pasien miokarditis, akan terjadi penurunan fungsi jantung yang drastis.

Pertanyaan: Mengapa komplikasi Covid-19 terhadap jantung lebih berat daripada infeksi virus atau bakteri lain yang pernah ada selama ini?

Jawaban:Sebenarnya infeksi virus lain (misalnya influenza dan herpes) dan bakteri (misalnya pnemonia atau infeksi saluran kemih) yang bersifat sistemik (menyerang seluruh tubuh) bisa menyebabkan serangan jantung (dikenal sebagai serangan jantung tipe II atau Type II Myocardial Infarction), perburukan gagal jantung dan aritmia.

Hal ini sering ditemukan, terutama jika pasien memiliki faktor risiko lain, yaitu usia lanjut, diabetes, gangguan ginjal, dan penyakit paru menahun.

Agresivitas lain virus SARS-CoV-2 terhadap tubuh manusia adalah karena kemampuannya mengganggu regulasiimunitas tubuh. Secara alamiah, tubuh akan mengaktivasi pertahanan tubuh, melalui pembentukan sel darah putih, terutama netrofil dan limfosit. Sel-sel ini akan mengenali virus sebagai “benda asing” untuk diserang dan dihancurkan.  Pada tahap lebih lanjut, akan terbentuk antibodi atau imunoglobulin. Antibodi yaitu suatu protein yang bisa mengenali dan menghancurkan virus, dan memiliki memori spesifik terhadap virus yang sama jika infeksi terjadi lagi di masa yang akan datang (Pada SARS-CoV-2, belum diketahui jelas, berapa lama antibodi bertaha. Beberapa ahli mengatakan antibodi SARS-CoV-2 akan menghilang dalam waktu 1-2 tahun sejak infeksi pertama.) Pada infeksi Covid-19, sistem kekebalan tubuh bisa menjadi tidak teratur/disregulasi, dan berlebihan. Tubuh memiliki sel-T, yaitu salah satu sel imunitasuntuk melawan infeksi. Saat diaktifkan, sel-T akan memproduksi sitokin, untuk memicu pembentukan lebih banyak lagi sel-T lagi; salah satunya Sel-T sitotoksik. (Sitotoksik artinya adalah pembunuh sel.)

Sel-T sitotoksik akan beredar ke seluruh tubuh bersama aliran darah dan menghanurkan sel-sel yang sudah rusak atau terinfeksi. Dalam kondisi “chaos,” sel-T sitotoksik ini tidak bisa mengenali antara sel yang sehat dan yang sudah terinfeksi, akhirnya merusak semua sel, termasuk sel yang sehat. Secara medis, kondisi ini diistilahkan cytokine storm (badai sitokin). Kekebalan tubuh menyerang diri sendiri. Jika merusak jantung, terjadilah apa yang disebutmiokarditis atau peradangan jantung.***

Dr. Dasdo Antonius Sinaga, SpJP(K), Dokter Spesialis  Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi – Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari