Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Miliki Keberanian Berpetualang Layaknya Ombak

(RIAUPOS.CO) – Butet, begitulah orang-orang memanggilnya. Memilih menjadi pendaki adalah cara Butet mencintai dan menjaga alam sepanjang nafas perjalanannya. Lahir di Selat Panjang, pesisir, membuat kepribadian Butet terasa seperti ombak. Pasang surut kekhawatiran, membuat keberaniannya terus menerjang. Waktu ke waktu, perjalanan demi perjalanan.

Gadis pesisir yang terus menyisir daerah demi daerah, dialah Butet Siregar. Kedekatannya dengan alam dan kegemarannya dalam berjelajah serta berpetualang adalah alasan kenapa dia sangat menyukai pegunungan dan perbukitan.

Delapan belas tahun mungkin merupakan usia yang sangat muda bagi beberapa orang untuk memulai pendakian. Tapi, tidak bagi Butet. Berawal dari ajakan teman di tanah rantau, tempatnya berkuliah, kini mendaki menjadi hobi wajib bagi gadis keturunan Mandailing dan Tionghoa ini. "Saya kuliah di tanah Melayu, Riau. Suatu ketika di awal perkuliahan, saya iseng diajak teman-teman baru di kampus saya untuk mendaki gunung di daerah Sumatera Barat (Sumbar), itulah dia namanya Gunung Marapi Sumbar," ungkap Butet.

Sejak saat itu, rasa penasaran Butet semakin bertambah terhadap gunung dan pendakian. Beberapa kali setelahnya, Butet gencar mengikuti open trip bersama komunitas-komunitas pendakian dan kelompok perentalan alat outdoor yang ada di Pekanbaru. Pengalaman dan keberaniannya itu juga pernah menghantarkan Butet sebagai 3 Srikandi Pendaki Gunung Marapi Sumbar, bersama dua orang temannya, Yuni dan Pamela. Kala itu, mereka berhasil menakhlukan Marapi dalam proyek jalur Pariangan bersama Kaparak Adventure dan Govana Adventure, pada tahun 2020.

Baca Juga:  Dorong Kampung Miliki RTH

Mendaki bagi Butet juga sebuah keluasan dalam pergaulan. Di pendakian, Butet banyak medapat kenalan baru dengan sejuta pengetahuan baru. Beberapa gunung yang acap disinggahi Butet puncaknya ialah Gunung Marapi, Talang dan Singgalang. Selain tentang gunung, Butet juga memiliki kesukaan dalam hiking dan traveling. Dua di antaranya Bukit Batu Gabus, Kampar dan Bukit Intan Baiduri, Indragiri Hilir (Inhil), tempat Butet pernah menapaki kaki dan menghargai ruang hijau.

Pendakian juga membuat Butet tunak dengan kopi. Ibarat, kata anak-anak indie zaman sekarang, anak gunung tak terasa lengkap tanpa kopi. Kira-kira begitulah perumpamaan yang tepat untuk Butet dan ceritanya tentang kopi. Tiga tahun kurang lebih begiat di industri kopi. Dari tahun 2019-2020. Sempat vakum hampir setahun. Kemudian, berlanjut lagi pada tahun 2021, hingga 2022 awal.

Bersama kopi, Butet mengaku belajar banyak hal. Belajar merawat dari bean kopi dan pekerjaannya sebagai asisten roaster. Belajar olah rasa dari pekerjaannya sebagai barista. Selayaknya berkehidupan di alam semesta. Namun,  sayangnya karena lain hal dan beberapa hal, Butet terpaksa vakum kembali. Tetapi, hal tersebut tidak mengurangi kecintaan sosok Butet, akan kopi dan kenikmatannya. "Kopi bukan hal asing atau unik lagi sebenarnya di mata orang-orang. Lebih banyak orang hanya bisa menikmati kopi saja. Tapi untuk saya pribadi, bagaimana saya bisa melahirkan kopi yang memiliki cita rasa kenikmatan luar biasa berbeda, dari kopi-kopi lainnya. Itu baru inovasi. Itu baru unik," jelas Butet.

Baca Juga:  Sejumlah Cabang Selesaikan Babak Final

Menurut Butet, persoalan gunung dan kopi adalah tentang menikmati perjalanan. Mengabadikannya adalah cara untuk mengenangnya. Baik lewat foto maupun tulisan. Seperti tulisan ini, Butet juga memiliki blog pribadi untuk ceritanya sendiri.

Bagi Butet, lingkungan adalah guru.Pesisir yang menjadi tempat bermain di masa kecil dan beberapa gunung dan bukit yang pernah menjadi rumah Butet, kini mungkin sudah tak sehijau dulu lagi. Limbah atau sampah plastik adalah musuh terburuk Butet. Sebisa mungkin memarjinalkannya adalah impian dan sebuah keharusan bagi Butet.

Putri pasangan Mardamin Siregar dan Mimi ini berharap, semoga kesadarannya juga turut menyadarkan banyak orang sekitarnya, untuk turut dan terus menjaga dan merawat lingkungan. "Semoga aku tidak terlupa akan peranku sebagai manusia yang mesti bermanfaat bagi lingkungan setiap saat. Menjaga koneksi hidup-berkehidupan antar manusia itu sendiri dengan lingkungan dan ekologinya. Semoga bumi dan hari-harinya semakin membaik ke depannya," harap Butet.

Laporan: SITI AZURA    

(RIAUPOS.CO) – Butet, begitulah orang-orang memanggilnya. Memilih menjadi pendaki adalah cara Butet mencintai dan menjaga alam sepanjang nafas perjalanannya. Lahir di Selat Panjang, pesisir, membuat kepribadian Butet terasa seperti ombak. Pasang surut kekhawatiran, membuat keberaniannya terus menerjang. Waktu ke waktu, perjalanan demi perjalanan.

Gadis pesisir yang terus menyisir daerah demi daerah, dialah Butet Siregar. Kedekatannya dengan alam dan kegemarannya dalam berjelajah serta berpetualang adalah alasan kenapa dia sangat menyukai pegunungan dan perbukitan.

- Advertisement -

Delapan belas tahun mungkin merupakan usia yang sangat muda bagi beberapa orang untuk memulai pendakian. Tapi, tidak bagi Butet. Berawal dari ajakan teman di tanah rantau, tempatnya berkuliah, kini mendaki menjadi hobi wajib bagi gadis keturunan Mandailing dan Tionghoa ini. "Saya kuliah di tanah Melayu, Riau. Suatu ketika di awal perkuliahan, saya iseng diajak teman-teman baru di kampus saya untuk mendaki gunung di daerah Sumatera Barat (Sumbar), itulah dia namanya Gunung Marapi Sumbar," ungkap Butet.

Sejak saat itu, rasa penasaran Butet semakin bertambah terhadap gunung dan pendakian. Beberapa kali setelahnya, Butet gencar mengikuti open trip bersama komunitas-komunitas pendakian dan kelompok perentalan alat outdoor yang ada di Pekanbaru. Pengalaman dan keberaniannya itu juga pernah menghantarkan Butet sebagai 3 Srikandi Pendaki Gunung Marapi Sumbar, bersama dua orang temannya, Yuni dan Pamela. Kala itu, mereka berhasil menakhlukan Marapi dalam proyek jalur Pariangan bersama Kaparak Adventure dan Govana Adventure, pada tahun 2020.

- Advertisement -
Baca Juga:  Total Pasien Sembuh Covid-19 Nyaris 2 Kali Lipat dari Kasus Meninggal

Mendaki bagi Butet juga sebuah keluasan dalam pergaulan. Di pendakian, Butet banyak medapat kenalan baru dengan sejuta pengetahuan baru. Beberapa gunung yang acap disinggahi Butet puncaknya ialah Gunung Marapi, Talang dan Singgalang. Selain tentang gunung, Butet juga memiliki kesukaan dalam hiking dan traveling. Dua di antaranya Bukit Batu Gabus, Kampar dan Bukit Intan Baiduri, Indragiri Hilir (Inhil), tempat Butet pernah menapaki kaki dan menghargai ruang hijau.

Pendakian juga membuat Butet tunak dengan kopi. Ibarat, kata anak-anak indie zaman sekarang, anak gunung tak terasa lengkap tanpa kopi. Kira-kira begitulah perumpamaan yang tepat untuk Butet dan ceritanya tentang kopi. Tiga tahun kurang lebih begiat di industri kopi. Dari tahun 2019-2020. Sempat vakum hampir setahun. Kemudian, berlanjut lagi pada tahun 2021, hingga 2022 awal.

Bersama kopi, Butet mengaku belajar banyak hal. Belajar merawat dari bean kopi dan pekerjaannya sebagai asisten roaster. Belajar olah rasa dari pekerjaannya sebagai barista. Selayaknya berkehidupan di alam semesta. Namun,  sayangnya karena lain hal dan beberapa hal, Butet terpaksa vakum kembali. Tetapi, hal tersebut tidak mengurangi kecintaan sosok Butet, akan kopi dan kenikmatannya. "Kopi bukan hal asing atau unik lagi sebenarnya di mata orang-orang. Lebih banyak orang hanya bisa menikmati kopi saja. Tapi untuk saya pribadi, bagaimana saya bisa melahirkan kopi yang memiliki cita rasa kenikmatan luar biasa berbeda, dari kopi-kopi lainnya. Itu baru inovasi. Itu baru unik," jelas Butet.

Baca Juga:  Rupa-Rupa Objek Ikonik Riau di Tangan Sketchers

Menurut Butet, persoalan gunung dan kopi adalah tentang menikmati perjalanan. Mengabadikannya adalah cara untuk mengenangnya. Baik lewat foto maupun tulisan. Seperti tulisan ini, Butet juga memiliki blog pribadi untuk ceritanya sendiri.

Bagi Butet, lingkungan adalah guru.Pesisir yang menjadi tempat bermain di masa kecil dan beberapa gunung dan bukit yang pernah menjadi rumah Butet, kini mungkin sudah tak sehijau dulu lagi. Limbah atau sampah plastik adalah musuh terburuk Butet. Sebisa mungkin memarjinalkannya adalah impian dan sebuah keharusan bagi Butet.

Putri pasangan Mardamin Siregar dan Mimi ini berharap, semoga kesadarannya juga turut menyadarkan banyak orang sekitarnya, untuk turut dan terus menjaga dan merawat lingkungan. "Semoga aku tidak terlupa akan peranku sebagai manusia yang mesti bermanfaat bagi lingkungan setiap saat. Menjaga koneksi hidup-berkehidupan antar manusia itu sendiri dengan lingkungan dan ekologinya. Semoga bumi dan hari-harinya semakin membaik ke depannya," harap Butet.

Laporan: SITI AZURA    

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari