Kamis, 12 September 2024

Tentang Batu-Batu Tua di Perkampungan Megalitik Namata

Perkampungan megalitik Namata sangat dihormati oleh masyarakat Sabu. Banyak pantang-larang dan aturan-aturan yang harus diikuti oleh siapa pun yang berkunjung ke sana. Batu-batu peninggalan yang diyakini berusia ratusan bahkan ribuan tahun, dianggap tempat keramat.

Oleh Hary B Koriun

Setelah memindahkan rumahnya dari Hanga Rae Robo ke Namata maka Robo Aba mulai membangun perkampungan megalitik untuk keperluan ritual adat, maka diambilah batu-batu megalitik yang ada di kampung sebelumnya, dipindahkan ke Kampung Namata. Pada zaman sebelum Robo Aba sudah ada Nada di Merabbu, yang saat ini terletak di Desa Dainao, Kecamatan Sabu Liae serta Nada di Kolo Teriwu yang terletak di Desa Teriwu, Kecamatan Sabu Barat.

Oleh karena itu, jelas Nando,  terjadilah pemindahan Nada dari Teriwu ke Namata yang ditandai dengan pemindahan batu-batu keramat  yang diambil mulai dari Merabu dan Tertiwu.  Akan tetapi tidak semua batu bisa dipindahkan hingga sampai ke Namata  sehingga ada batu yang tertinggal di Merabbu, Teriwu, Wowadu Dai Ie atau Batu Gempa Bumi yang tertinggal di kampung yang bernama Dai Ie (Desa Titinalede), Wagga Mengaru,  serta Hanga Raerobo.

- Advertisement -

Ketika saya, Dr Sastri Sunarti,  Eko Marini, dan Salim yang diantar Abang Brother ke Namata waktu itu, bisa dengan jelas melihat batu-batu tersebut. Dan inilah nama-nama batu keramat itu yang dijelaskan oleh Nando.

Yang pertama adalah Wowadu Mejadi Deo atau tempat duduknya Mone Ama yang memegang jabatan tertinggi sebagai Deo Rai dari Udu Namata. Batu ini merupakan batu keramat yang tidak boleh disentuh oleh siapapun selain oleh Deo Rai  beserta wakilnya yang di sebut Bawa Iri Deo. Di atas batu inilah Deo Rai akan duduk pertama kalinya untuk melaksanakan ritual.

- Advertisement -

Lalu  Wowadu Lawa Rai.  Ini adalah batu keramat kedua yang tidak boleh disentuh oleh siapapun selain Deo Rai. Letak batu ini di depan batu Mejaddi Deo. Batu ini dianggap punya hubungan dengan semua yang ada di di Rai Hawu atau Pulau Sabu Raijua sehingga batu inilah yang dipercaya sebagai batu pemegang kendali keamanan, kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan tanah leluhur Sabu Raijua.

Baca Juga:  Catat....PNS, TNI, Polri dan Pensiunan Tetap Terima THR 

Kemudian ada Wowadu Kika Ga. Ini batu yang diambill dari Merabbu. “Kika Ga sesuai dengan cerita orang Sabu, adalah manusia pertama orang Sabu yang awalnya hidup di tempat yang bernama Hu Penyoro Mea dan membuat Nada atau kampung kramat yang bernama Kolomerabbu,” ujar Nando sambil mengatakan bahwa dia punya catatan itu semua karena sering bertemu para Deo Rai dan mendengar cerita banyak orang.

Lalu, katanya, ada Wowadu Hawu Miha. Batu ini diambil dari nama nenek moyang orang Sabu pada generasi ke-39. Hawu Miha anak dari hasil perkawinan antara kakak-beradik Ngara Rai dengan Piga Rai. Hawu Miha memiliki 3 saudara yaitu Djawa Miha yang dipercaya merantau ke Pulau Jawa, Ede Miha yang merantau ke Flores, dan Huba Miha yang merantau ke Pulau Sumba.

Kemudian Wowadu Ngahu. Batu keramat ini berfungsi untuk menentukan kemenangan perang, sehingga pada zaman dahulu ketika terjadi perang maka sebelum berangkat perang akan dilaksanakan ritual di atas Wowadu Ngahu dan yang melaksanakan ritual di atas batu tersebut hanyalah Maukia Muhu (Panglima Perang) dari Udu Namata.

Batu keenam adalah  Wowadu  Kelaga Rue. Batu ini berberfungsi untuk melakukan ritual dengan tujuan kesehatan, pembersihan, dan penyucian diri dari hal-hal yang tabu. Yang melakukan ritual di atas batu ini adalah seorang Mone Ama yang memangku jabatan sebagai Rue (Mentri Kesehatan)  dari Udu Nahupu. Salah satu fungsi jabatan ini adalah untuk memanjatkan doa menolak bala atau malapetaka bagi tanah leluhur. Baik untuk manusia, hewan, maupun tanaman.

Wowadu Latia adalah  batu keramat yang tidak boleh disentuh oleh siapapun kecuali oleh Mone Ama yang memegang jabatan sebagai Latia dari Udu Namata. Kata Latia dalam bahasa Indonesia sama halnya dengan petir, sehingga di atas batu inilah dilakukan ritual dengan memanjatkan doa-doa agar tidak  terjadi kecelakaan terhadap manusia, hewan maupun tumbuhan yang diakibatkan disambar petir.

Baca Juga:  Meresahkan, Gelper Marak di Bukit Kapur

Lalu ada Wowadu Meja. Batu berbentuk plat besar ini yang digunakan sebagai tempat untuk memotong daging untuk sesajian oleh para Mone Ama yang melaksanakan ritual di batu-batu yang ada di Namata. Yang kesembilan Wowadu Weka Ngaru. Batu ini merupakan batu yang berbentuk bulat dengan fungsi untuk melakukan ritual bagi orang yang ingin mendapatkan jodoh.

“Ada juga Wowadu Hubi Jaru. Batu ini berfungsi untuk melakukan ritual agar menjauhkan dari kesusahan hidup sehingga batu ini dipercaya sebagai batu yang akan membawakan keberuntungan bagi siapapun,” ungkap Nando lagi.

Yang kesebelas adalah  Wowadu Wopio. Batu ini berbentuk bulat besar dengan fungsi yang sama seperti Wowadu Hubi Djaru, yakni batu yang akan membawakan keberuntungan bagi siapapun. Lalu ada  Wowadu Wabba Dere Namata. Batu ini merupakan batu yang digunakan oleh Udu Namata untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus diiringi dengan gong. Misalnya Ledo. Kemudian ada batu Wowadu Wabba Dere Nahoro. Batu ini digunakan oleh Udu Nahoro untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus di iringi dengan gong. Kemudian Wowadu Wabba Dere Nataga. Batu ini yang digunakan oleh Udu Nataga. Fungsinya sama dengan tiga batu sebelumnya.

Batu lainnya adalah Wowadu Ketoe Kedue Hole. Batu ini digunakan untuk menggantungkan kedue atau ketupat ketika ada ritual adat Hole. Lalu ada Wowadu Liru Bala. Liru Bala dalam bahasa Indonesia berarti langit. Sehingga batu ini disebut batu langit. Lalu ada batu Wowadu Dahi Balla. Dahi dalam bahasa Indonesia adalah laut. Sehingga batu ini disebut juga Batu Lautan. Di atas batu ini akan dilakukan ritual yang disertai dengan doa-doa oleh Deo Rai agar laut selalu bersahaja dan memberikan keberuntungan dan kesejateraan bagi para nelayan.

Perkampungan megalitik Namata sangat dihormati oleh masyarakat Sabu. Banyak pantang-larang dan aturan-aturan yang harus diikuti oleh siapa pun yang berkunjung ke sana. Batu-batu peninggalan yang diyakini berusia ratusan bahkan ribuan tahun, dianggap tempat keramat.

Oleh Hary B Koriun

Setelah memindahkan rumahnya dari Hanga Rae Robo ke Namata maka Robo Aba mulai membangun perkampungan megalitik untuk keperluan ritual adat, maka diambilah batu-batu megalitik yang ada di kampung sebelumnya, dipindahkan ke Kampung Namata. Pada zaman sebelum Robo Aba sudah ada Nada di Merabbu, yang saat ini terletak di Desa Dainao, Kecamatan Sabu Liae serta Nada di Kolo Teriwu yang terletak di Desa Teriwu, Kecamatan Sabu Barat.

Oleh karena itu, jelas Nando,  terjadilah pemindahan Nada dari Teriwu ke Namata yang ditandai dengan pemindahan batu-batu keramat  yang diambil mulai dari Merabu dan Tertiwu.  Akan tetapi tidak semua batu bisa dipindahkan hingga sampai ke Namata  sehingga ada batu yang tertinggal di Merabbu, Teriwu, Wowadu Dai Ie atau Batu Gempa Bumi yang tertinggal di kampung yang bernama Dai Ie (Desa Titinalede), Wagga Mengaru,  serta Hanga Raerobo.

Ketika saya, Dr Sastri Sunarti,  Eko Marini, dan Salim yang diantar Abang Brother ke Namata waktu itu, bisa dengan jelas melihat batu-batu tersebut. Dan inilah nama-nama batu keramat itu yang dijelaskan oleh Nando.

Yang pertama adalah Wowadu Mejadi Deo atau tempat duduknya Mone Ama yang memegang jabatan tertinggi sebagai Deo Rai dari Udu Namata. Batu ini merupakan batu keramat yang tidak boleh disentuh oleh siapapun selain oleh Deo Rai  beserta wakilnya yang di sebut Bawa Iri Deo. Di atas batu inilah Deo Rai akan duduk pertama kalinya untuk melaksanakan ritual.

Lalu  Wowadu Lawa Rai.  Ini adalah batu keramat kedua yang tidak boleh disentuh oleh siapapun selain Deo Rai. Letak batu ini di depan batu Mejaddi Deo. Batu ini dianggap punya hubungan dengan semua yang ada di di Rai Hawu atau Pulau Sabu Raijua sehingga batu inilah yang dipercaya sebagai batu pemegang kendali keamanan, kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan tanah leluhur Sabu Raijua.

Baca Juga:  Penambahan Pasien Positif Covid-19 di Riau Nihil

Kemudian ada Wowadu Kika Ga. Ini batu yang diambill dari Merabbu. “Kika Ga sesuai dengan cerita orang Sabu, adalah manusia pertama orang Sabu yang awalnya hidup di tempat yang bernama Hu Penyoro Mea dan membuat Nada atau kampung kramat yang bernama Kolomerabbu,” ujar Nando sambil mengatakan bahwa dia punya catatan itu semua karena sering bertemu para Deo Rai dan mendengar cerita banyak orang.

Lalu, katanya, ada Wowadu Hawu Miha. Batu ini diambil dari nama nenek moyang orang Sabu pada generasi ke-39. Hawu Miha anak dari hasil perkawinan antara kakak-beradik Ngara Rai dengan Piga Rai. Hawu Miha memiliki 3 saudara yaitu Djawa Miha yang dipercaya merantau ke Pulau Jawa, Ede Miha yang merantau ke Flores, dan Huba Miha yang merantau ke Pulau Sumba.

Kemudian Wowadu Ngahu. Batu keramat ini berfungsi untuk menentukan kemenangan perang, sehingga pada zaman dahulu ketika terjadi perang maka sebelum berangkat perang akan dilaksanakan ritual di atas Wowadu Ngahu dan yang melaksanakan ritual di atas batu tersebut hanyalah Maukia Muhu (Panglima Perang) dari Udu Namata.

Batu keenam adalah  Wowadu  Kelaga Rue. Batu ini berberfungsi untuk melakukan ritual dengan tujuan kesehatan, pembersihan, dan penyucian diri dari hal-hal yang tabu. Yang melakukan ritual di atas batu ini adalah seorang Mone Ama yang memangku jabatan sebagai Rue (Mentri Kesehatan)  dari Udu Nahupu. Salah satu fungsi jabatan ini adalah untuk memanjatkan doa menolak bala atau malapetaka bagi tanah leluhur. Baik untuk manusia, hewan, maupun tanaman.

Wowadu Latia adalah  batu keramat yang tidak boleh disentuh oleh siapapun kecuali oleh Mone Ama yang memegang jabatan sebagai Latia dari Udu Namata. Kata Latia dalam bahasa Indonesia sama halnya dengan petir, sehingga di atas batu inilah dilakukan ritual dengan memanjatkan doa-doa agar tidak  terjadi kecelakaan terhadap manusia, hewan maupun tumbuhan yang diakibatkan disambar petir.

Baca Juga:  Sidang Gugatan Cerai Wulan Guritno, Suami Tak Hadir

Lalu ada Wowadu Meja. Batu berbentuk plat besar ini yang digunakan sebagai tempat untuk memotong daging untuk sesajian oleh para Mone Ama yang melaksanakan ritual di batu-batu yang ada di Namata. Yang kesembilan Wowadu Weka Ngaru. Batu ini merupakan batu yang berbentuk bulat dengan fungsi untuk melakukan ritual bagi orang yang ingin mendapatkan jodoh.

“Ada juga Wowadu Hubi Jaru. Batu ini berfungsi untuk melakukan ritual agar menjauhkan dari kesusahan hidup sehingga batu ini dipercaya sebagai batu yang akan membawakan keberuntungan bagi siapapun,” ungkap Nando lagi.

Yang kesebelas adalah  Wowadu Wopio. Batu ini berbentuk bulat besar dengan fungsi yang sama seperti Wowadu Hubi Djaru, yakni batu yang akan membawakan keberuntungan bagi siapapun. Lalu ada  Wowadu Wabba Dere Namata. Batu ini merupakan batu yang digunakan oleh Udu Namata untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus diiringi dengan gong. Misalnya Ledo. Kemudian ada batu Wowadu Wabba Dere Nahoro. Batu ini digunakan oleh Udu Nahoro untuk pemukulan gong jika ada ritual yang harus di iringi dengan gong. Kemudian Wowadu Wabba Dere Nataga. Batu ini yang digunakan oleh Udu Nataga. Fungsinya sama dengan tiga batu sebelumnya.

Batu lainnya adalah Wowadu Ketoe Kedue Hole. Batu ini digunakan untuk menggantungkan kedue atau ketupat ketika ada ritual adat Hole. Lalu ada Wowadu Liru Bala. Liru Bala dalam bahasa Indonesia berarti langit. Sehingga batu ini disebut batu langit. Lalu ada batu Wowadu Dahi Balla. Dahi dalam bahasa Indonesia adalah laut. Sehingga batu ini disebut juga Batu Lautan. Di atas batu ini akan dilakukan ritual yang disertai dengan doa-doa oleh Deo Rai agar laut selalu bersahaja dan memberikan keberuntungan dan kesejateraan bagi para nelayan.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari