Bupati Bengkalis Nonaktif Amril Mukminin Divonis 6 Tahun

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun terhadap Amril Mukminin. Tak hanya itu saja, Bupati Bengkalis nonaktif juga menerima pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan.

Demikian terungkap dalam sidang dugaan suap dan gratifikasi yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (9/11). Sidang yang dipimpin majelis hakim, Lilin Herlina SH MH beragendakan pembacaan amar putusan. 

- Advertisement -

Dalam amar putusan, Lilin menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar 
Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

"Menjatuhkan terdakwa Amril Mukmin dengan hukuman pidana penjara selama 6 tahun," tegas Lilin Herlina.

- Advertisement -

Tak hanya pidana penjara, hakim juga mewajibkan suami dari Kasmarni membayar denda sebesar Rp500 juta subsider. Sementara untuk uang pengganti kerugian negara, Amril tidak dibebankan. Hal itu, lantaran bersangkutan telah mengembalikan uang suap yang diterima ke KPK. 

"Terdakwa turut dijatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan," ujar hakim ketua. 

Sebelumnya, JPU KPK Feby Dwi Andospendy SH meminta, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak atau mengesampingkan seluruh dalil-dalil pembelaan dari terdakwa. Baik yang disampaikan secara pribadi maupun melalui penasehat hukumnya.

Selain itu, mereka juga meminta hakim menyatakan terdakwa, Amril Mukminin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Kesatu-Primair. 

Kemudian, sebagaimana dalam dakwan kedua, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Masyarakat Kabupaten Bengkalis telah menaruh harapan besar kepada Amril selaku kepala daerah. Supaya dapat dapat berperan aktif melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memajukan pembangunan di daerahnya. Lalu,memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Begitu pula  jabatan terdakwa sebelumnya selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis. Yang mana, merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pemilu.

Sebaliknya, terdakwa justru mencederai amanat yang diembannya tersebut dengan melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima uang suap dari Ichsan Suaidi dan Triyanto (PT CGA) dan menerima sejumlah gratifikasi. Sehingga perbuatan ini telah mencederai amanat yang diembannya selaku kepala daerah dan tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.

Pertimbangkan tindak pidana korupsi dilakukan terdakwa yang memangku suatu jabatan publik, maka kata dia, sepatutnya terdakwa selain dijatuhi hukuman pokok, juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.

Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, bahwa hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP.

Dalam amar tuntutan yang dibacakan Tonny Frengky Pangaribuan menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan menerima suap secara bertahap dari PT CGA yang diberikan melaui Triyanto  sebesar Rp5,2 milar. Uang itu, agar PT CGA mengerjakan proyek multiyear pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning.

Tak hanya itu saja, Amril Mukminin menerima gratifikasi senilai puluhan miliar dari pengusaha sawit Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit. Lalu, dari Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, Adyanto. 

Adapun rincian uang yang diterima dari Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650, sedangkan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu, diterima Amril Mukminin saat masih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis dua periode yakni 2009-2014, 2014-2019 dan saat menjabat sebagai Bupati Bengkalis periode 2016-2021.

Sementara, uang tersebut diberikan secara tunai dan maupun transfer ke rekening istrinya, Kasmarni di kediamannya pada Juli 2013-2019. Kasmarni menerima uang tersebut ketika masih menjabat Camat Pinggir.

Sedangkan, Amril tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara karena uang suap Rp5,2 miliar, karena dikembalikan ketika proses penyidikan di KPK. Hal yang memberatkan hukuman adalah perbuatan Amril Mikminin tidak mendukung kebijakan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan, yang meringankan, Amril sudah mengembalikan kerugian negara, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum.

 

Laporan: Riri Radam (Pekanbaru)

Editor: E Sulaiman

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun terhadap Amril Mukminin. Tak hanya itu saja, Bupati Bengkalis nonaktif juga menerima pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan.

Demikian terungkap dalam sidang dugaan suap dan gratifikasi yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (9/11). Sidang yang dipimpin majelis hakim, Lilin Herlina SH MH beragendakan pembacaan amar putusan. 

Dalam amar putusan, Lilin menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar 
Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

"Menjatuhkan terdakwa Amril Mukmin dengan hukuman pidana penjara selama 6 tahun," tegas Lilin Herlina.

Tak hanya pidana penjara, hakim juga mewajibkan suami dari Kasmarni membayar denda sebesar Rp500 juta subsider. Sementara untuk uang pengganti kerugian negara, Amril tidak dibebankan. Hal itu, lantaran bersangkutan telah mengembalikan uang suap yang diterima ke KPK. 

"Terdakwa turut dijatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan," ujar hakim ketua. 

Sebelumnya, JPU KPK Feby Dwi Andospendy SH meminta, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak atau mengesampingkan seluruh dalil-dalil pembelaan dari terdakwa. Baik yang disampaikan secara pribadi maupun melalui penasehat hukumnya.

Selain itu, mereka juga meminta hakim menyatakan terdakwa, Amril Mukminin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Kesatu-Primair. 

Kemudian, sebagaimana dalam dakwan kedua, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Masyarakat Kabupaten Bengkalis telah menaruh harapan besar kepada Amril selaku kepala daerah. Supaya dapat dapat berperan aktif melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memajukan pembangunan di daerahnya. Lalu,memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Begitu pula  jabatan terdakwa sebelumnya selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis. Yang mana, merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pemilu.

Sebaliknya, terdakwa justru mencederai amanat yang diembannya tersebut dengan melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima uang suap dari Ichsan Suaidi dan Triyanto (PT CGA) dan menerima sejumlah gratifikasi. Sehingga perbuatan ini telah mencederai amanat yang diembannya selaku kepala daerah dan tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.

Pertimbangkan tindak pidana korupsi dilakukan terdakwa yang memangku suatu jabatan publik, maka kata dia, sepatutnya terdakwa selain dijatuhi hukuman pokok, juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.

Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, bahwa hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP.

Dalam amar tuntutan yang dibacakan Tonny Frengky Pangaribuan menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan menerima suap secara bertahap dari PT CGA yang diberikan melaui Triyanto  sebesar Rp5,2 milar. Uang itu, agar PT CGA mengerjakan proyek multiyear pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning.

Tak hanya itu saja, Amril Mukminin menerima gratifikasi senilai puluhan miliar dari pengusaha sawit Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit. Lalu, dari Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, Adyanto. 

Adapun rincian uang yang diterima dari Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650, sedangkan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu, diterima Amril Mukminin saat masih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis dua periode yakni 2009-2014, 2014-2019 dan saat menjabat sebagai Bupati Bengkalis periode 2016-2021.

Sementara, uang tersebut diberikan secara tunai dan maupun transfer ke rekening istrinya, Kasmarni di kediamannya pada Juli 2013-2019. Kasmarni menerima uang tersebut ketika masih menjabat Camat Pinggir.

Sedangkan, Amril tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara karena uang suap Rp5,2 miliar, karena dikembalikan ketika proses penyidikan di KPK. Hal yang memberatkan hukuman adalah perbuatan Amril Mikminin tidak mendukung kebijakan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan, yang meringankan, Amril sudah mengembalikan kerugian negara, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum.

 

Laporan: Riri Radam (Pekanbaru)

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya