Minggu, 10 November 2024

Lindungi Anak dari Bahaya Rokok Selama Pandemi

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anak-anak menjadi kelompok usia yang paling rentan saat ini karena mereka berada di rumah yang berpotensi terpapar asap rokok serta iklan dan promosi rokok di media sosial.

Sebelum pandemi saja, menurut data Perki (2018) ada sebanyak 40 juta anak di bawah 5 tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8% anak Indonesia terpapar asap rokok di rumahnya. Apalagi di saat pandemi terjadi, potensi anak terpapar rokok akan sangat tinggi.

- Advertisement -

Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari mengharapkan semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama pandemi Covid-19. Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan.

“Tetapi kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama Pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan bebas dari asap rokok justru menjadi tempat dimana mereka menghirup berbagai jenis zat berbahaya dari asap rokok,” ujar Lisda.

Lisda juga menegaskan, kondisi anak sangat rentan karena paparan iklan rokok yang begitu massif di media sosial. Sedangkan di sisi lain regulasi untuk melindungi anak sangat lemah.

- Advertisement -

“Sebagaimana penanganan Covid-19 yang memerlukan regulasi dan kebijakan komprehensif, upaya penurunan jumlah perokok anak juga sangat membutuhkan regulasi yang kuat dan tegas,” katanya.

Baca Juga:  Setelah Lama Bebas Covid-19, Vietnam Umumkan Kematian Pertama

Indonesia sudah memiliki PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan, namun implementasi PP 109/2012 terbukti gagal melindungi anak dari rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak. Karena IPS rokok masih dibolehkan serta akses rokok sangat mudah karena murah dan dapat dibeli dimana-mana.

Karena itulah revisi PP 109/2012 menjadi sangat penting untuk melindungi anak Indonesia dari adiksi rokok dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak seperti yang diamanahkan RPJMN 2020-2024.

Proses revisi PP 109/2012 seharusnya dilakukan pada 2018 lalu atau sesuai Keppres No. 9/2018. Tapi faktanya, penyelesaian revisi PP 109/2012 yang menjadi tanggung jawab Kemenkes RI justru terkesan melambat.

Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni mengakui, ada kendala dalam pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Kalau mau dibilang, semua yang terlibat di dalamnya belum satu suara lah. Karena banyak kepentingan di dalamnya, dan memang butuh effort yang cukup kuat,” kata Nancy.

Nancy berharap, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat lebih aktif melakukan pembahasan revisi aturan itu. Sebab, kementerian yang dinahkodai Budi Gunadi Sadikin itu, pemrakarsa revisi regulasi tersebut.

“Kami tentu akan membantu dan mendukung. Khususnya yang terkait pembicaraan-pembicaraan lintas kementerian, nanti bisa difasilitasi oleh kami. Tetapi pemprakarsanya itu tetap, mestinya di kementerian teknis. Jadi kita siap semua,” kata dia.

Baca Juga:  Dimulai Hari Ini, Pendaftaran CPNS Tak Serentak

Terpisah, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat-Ditjen Kesmas Imran Agus Nurali, menegaskan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memiliki komitmen tinggi terhadap upaya penurunan prevalensi perokok anak. Selain itu, kata dia, upaya penurunan prevalensi perokok anak akan diperhatikan mengingat Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono merupakan spesialis ilmu penyakit dalam.

Dia menjelaskan penyebab mangkraknya draf revisi PP 109/2012 yang saat ini tengah dibahas di Biro Hukum dan Organisasi (Biro Hukor) Kemenkes. Salah satunya, banyak isu baru muncul, sehingga memerlukan peninjauan ulang. Misalnya, dari segi nomenklatur.

Lainnya adalah isu terbaru yang diklaim menghambat revisi PP 109/2012 adalah peringatan kesehatan bergambar, rokok elektronik, hingga iklan media digital. Di sisi lain, konsentrasi Kemenkes teralihkan ke penanganan pandemi Covid-19. Misalnya, terkait mengurus program vaksinasi.

“Kami teralihkan oleh Covid. Tetapi yang jelas kami berkomitmen dalam masalah ini dan akan segera menindaklanjutinya,” kata dia.

Sementara itu, Mikail Ramadhan Hermadyan Dewadaru selaku Sekjen ISMKMI periode 2020-2121, tetap optimis Menkes yang baru memiliki komitmen untuk melindungi anak Indonesia dari adiksi rokok.

“Saya mewakili anak muda Indonesia mendorong Menkes untuk segera menyelesaikan revisi PP109/2012 agar Indonesia memiliki regulasi yang lebih kuat dan tegas untuk melindungi anak dari ancaman bahaya rokok dan dari industry rokok yang sangat agresif memasarkan rokok kepada anak,” tuturnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anak-anak menjadi kelompok usia yang paling rentan saat ini karena mereka berada di rumah yang berpotensi terpapar asap rokok serta iklan dan promosi rokok di media sosial.

Sebelum pandemi saja, menurut data Perki (2018) ada sebanyak 40 juta anak di bawah 5 tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8% anak Indonesia terpapar asap rokok di rumahnya. Apalagi di saat pandemi terjadi, potensi anak terpapar rokok akan sangat tinggi.

- Advertisement -

Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari mengharapkan semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama pandemi Covid-19. Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan.

“Tetapi kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama Pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan bebas dari asap rokok justru menjadi tempat dimana mereka menghirup berbagai jenis zat berbahaya dari asap rokok,” ujar Lisda.

- Advertisement -

Lisda juga menegaskan, kondisi anak sangat rentan karena paparan iklan rokok yang begitu massif di media sosial. Sedangkan di sisi lain regulasi untuk melindungi anak sangat lemah.

“Sebagaimana penanganan Covid-19 yang memerlukan regulasi dan kebijakan komprehensif, upaya penurunan jumlah perokok anak juga sangat membutuhkan regulasi yang kuat dan tegas,” katanya.

Baca Juga:  Perang Besar Lawan Narkoba

Indonesia sudah memiliki PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan, namun implementasi PP 109/2012 terbukti gagal melindungi anak dari rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak. Karena IPS rokok masih dibolehkan serta akses rokok sangat mudah karena murah dan dapat dibeli dimana-mana.

Karena itulah revisi PP 109/2012 menjadi sangat penting untuk melindungi anak Indonesia dari adiksi rokok dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak seperti yang diamanahkan RPJMN 2020-2024.

Proses revisi PP 109/2012 seharusnya dilakukan pada 2018 lalu atau sesuai Keppres No. 9/2018. Tapi faktanya, penyelesaian revisi PP 109/2012 yang menjadi tanggung jawab Kemenkes RI justru terkesan melambat.

Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni mengakui, ada kendala dalam pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Kalau mau dibilang, semua yang terlibat di dalamnya belum satu suara lah. Karena banyak kepentingan di dalamnya, dan memang butuh effort yang cukup kuat,” kata Nancy.

Nancy berharap, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat lebih aktif melakukan pembahasan revisi aturan itu. Sebab, kementerian yang dinahkodai Budi Gunadi Sadikin itu, pemrakarsa revisi regulasi tersebut.

“Kami tentu akan membantu dan mendukung. Khususnya yang terkait pembicaraan-pembicaraan lintas kementerian, nanti bisa difasilitasi oleh kami. Tetapi pemprakarsanya itu tetap, mestinya di kementerian teknis. Jadi kita siap semua,” kata dia.

Baca Juga:  Bupati Kukuhkan Kampung Siaga Bencana

Terpisah, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat-Ditjen Kesmas Imran Agus Nurali, menegaskan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memiliki komitmen tinggi terhadap upaya penurunan prevalensi perokok anak. Selain itu, kata dia, upaya penurunan prevalensi perokok anak akan diperhatikan mengingat Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono merupakan spesialis ilmu penyakit dalam.

Dia menjelaskan penyebab mangkraknya draf revisi PP 109/2012 yang saat ini tengah dibahas di Biro Hukum dan Organisasi (Biro Hukor) Kemenkes. Salah satunya, banyak isu baru muncul, sehingga memerlukan peninjauan ulang. Misalnya, dari segi nomenklatur.

Lainnya adalah isu terbaru yang diklaim menghambat revisi PP 109/2012 adalah peringatan kesehatan bergambar, rokok elektronik, hingga iklan media digital. Di sisi lain, konsentrasi Kemenkes teralihkan ke penanganan pandemi Covid-19. Misalnya, terkait mengurus program vaksinasi.

“Kami teralihkan oleh Covid. Tetapi yang jelas kami berkomitmen dalam masalah ini dan akan segera menindaklanjutinya,” kata dia.

Sementara itu, Mikail Ramadhan Hermadyan Dewadaru selaku Sekjen ISMKMI periode 2020-2121, tetap optimis Menkes yang baru memiliki komitmen untuk melindungi anak Indonesia dari adiksi rokok.

“Saya mewakili anak muda Indonesia mendorong Menkes untuk segera menyelesaikan revisi PP109/2012 agar Indonesia memiliki regulasi yang lebih kuat dan tegas untuk melindungi anak dari ancaman bahaya rokok dan dari industry rokok yang sangat agresif memasarkan rokok kepada anak,” tuturnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari