Sabtu, 23 November 2024
spot_img

BMKG Peringatkan Karhutla Meluas

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan meluasnya titik panas (hot spot). Hal ini berisiko menimbulkan kebakaran hutan dan lahan, kabut asap, polusi bahkan kekeringan.

 

 

Berdasarkan hasil pemantauan selama dua pekan terakhir (25 Juli sampai 5 Agustus 2019), sedikitnya BMKG mengidentifikasi terdapat 18.895 titik panas di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Papua Nugini. Deputi Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo mengungkapkan, informasi titik panas tersebut dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (Lapan) dan Satelit Himawari (JMA Jepang). Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar.

 

 

“Kondisi tersebut perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar,” kata Prabowo dalam pernyataannya, Rabu (7/8).

 

 

Oleh karena itu, BMKG terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  BNPB, Pemerintah Daerah (BPBD), instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.

Baca Juga:  Ini Kata Menko Polhukam Soal Omongan Rocky Gerung

 

 

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG, ada tren titik panas meningkat di berbagai wilayah ASEAN. Sejak 25 Juli 2019 terpantau sebanyak 1.395 titik meningkat menjadi 2.441 pada 28 juli 2019. Kemudian titik panas mulai menurun pada 29 Juli 2019 menjadi sebanyak 1.782 titik, dan menjadi 703 titik pada 1 Agustus 2019. Jumlah titik panas meroket kembali menjadi 3.191 pada 4 Agustus 2019.

 

 

“Titik panas tersebut terkonsentrasi di wilayah Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, bahkan juga terdeteksi di Serawak (Malaysia), Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Filipina,” jelas Prabowo.

 

 

Ia menjelaskan, pada musim kemarau, pola angin dominan berasal dari arah tenggara, hal ini mendorong arah penyebaran (trayektori) asap melintasi perbatasan wilayah Indonesia (transboundary haze). Kondisi tersebut telah diantisipasi dalam bentuk informasi peringatan dini berupa monitoring sebaran asap dan prediksi zona kemudahan terbakar, dengan  menggunakan Fire Danger Rating System (FDRS) sampai tujuh hari ke depan untuk wilayah ASEAN.

 

 

Dalam sistem tersebut terdapat peta prakiraan tingkat kemudahan terjadinya kebakaran berdasarkan unsur cuaca untuk wilayah Asia Tenggara.  Prabowo menyebut dalam seminggu ke depan, setidaknya 6-12 Agustus 2019 wilayah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Thailand, Malaysia, dan sebagian kecil Myanmar, Vietnam, Laos masuk kategori diprediksi “Sangat Mudah” mengalami kebakaran.

Baca Juga:  Pemprov Sumbar Pertimbangkan Evakuasi Perantau Minang Korban Kerusuhan Wamena

 

 

Prabowo menerangkan, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia dan beberapa wilayah di ASEAN sedang mengalami musim kemarau (monsun Australia) d imana pola angin secara umum berasal dari arah tenggara yang bersifat kering. Selain itu, kondisi musim saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi anomali suhu permukaan laut di perairan Indonesia yang negatif khususnya di selatan ekuator. Kemudian ada kontribusi El Nino dengan intensitas lemah yang berlangsung dari akhir 2018 saat ini menuju kondisi netral, serta Indian Ocean Dipole Mode yang saat ini bernilai positif.

 

 

“Hal ini mengakibatkan musim kemarau tahun ini lebih kering dari tahun 2018, dan kondisi lahan khususnya gambut secara potensi menjadi mudah terbakar,” paparnya.

 

>>Berita Selengkapnya Baca Riau Pos hari ini.

Sumber : JPG
Editor : Rinaldi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan meluasnya titik panas (hot spot). Hal ini berisiko menimbulkan kebakaran hutan dan lahan, kabut asap, polusi bahkan kekeringan.

 

- Advertisement -

 

Berdasarkan hasil pemantauan selama dua pekan terakhir (25 Juli sampai 5 Agustus 2019), sedikitnya BMKG mengidentifikasi terdapat 18.895 titik panas di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Papua Nugini. Deputi Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo mengungkapkan, informasi titik panas tersebut dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (Lapan) dan Satelit Himawari (JMA Jepang). Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar.

- Advertisement -

 

 

“Kondisi tersebut perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar,” kata Prabowo dalam pernyataannya, Rabu (7/8).

 

 

Oleh karena itu, BMKG terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  BNPB, Pemerintah Daerah (BPBD), instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.

Baca Juga:  Ini Kata Menko Polhukam Soal Omongan Rocky Gerung

 

 

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG, ada tren titik panas meningkat di berbagai wilayah ASEAN. Sejak 25 Juli 2019 terpantau sebanyak 1.395 titik meningkat menjadi 2.441 pada 28 juli 2019. Kemudian titik panas mulai menurun pada 29 Juli 2019 menjadi sebanyak 1.782 titik, dan menjadi 703 titik pada 1 Agustus 2019. Jumlah titik panas meroket kembali menjadi 3.191 pada 4 Agustus 2019.

 

 

“Titik panas tersebut terkonsentrasi di wilayah Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, bahkan juga terdeteksi di Serawak (Malaysia), Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Filipina,” jelas Prabowo.

 

 

Ia menjelaskan, pada musim kemarau, pola angin dominan berasal dari arah tenggara, hal ini mendorong arah penyebaran (trayektori) asap melintasi perbatasan wilayah Indonesia (transboundary haze). Kondisi tersebut telah diantisipasi dalam bentuk informasi peringatan dini berupa monitoring sebaran asap dan prediksi zona kemudahan terbakar, dengan  menggunakan Fire Danger Rating System (FDRS) sampai tujuh hari ke depan untuk wilayah ASEAN.

 

 

Dalam sistem tersebut terdapat peta prakiraan tingkat kemudahan terjadinya kebakaran berdasarkan unsur cuaca untuk wilayah Asia Tenggara.  Prabowo menyebut dalam seminggu ke depan, setidaknya 6-12 Agustus 2019 wilayah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Thailand, Malaysia, dan sebagian kecil Myanmar, Vietnam, Laos masuk kategori diprediksi “Sangat Mudah” mengalami kebakaran.

Baca Juga:  Samsung Galaxy S10 Lite Bawa Baterai Besar

 

 

Prabowo menerangkan, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia dan beberapa wilayah di ASEAN sedang mengalami musim kemarau (monsun Australia) d imana pola angin secara umum berasal dari arah tenggara yang bersifat kering. Selain itu, kondisi musim saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi anomali suhu permukaan laut di perairan Indonesia yang negatif khususnya di selatan ekuator. Kemudian ada kontribusi El Nino dengan intensitas lemah yang berlangsung dari akhir 2018 saat ini menuju kondisi netral, serta Indian Ocean Dipole Mode yang saat ini bernilai positif.

 

 

“Hal ini mengakibatkan musim kemarau tahun ini lebih kering dari tahun 2018, dan kondisi lahan khususnya gambut secara potensi menjadi mudah terbakar,” paparnya.

 

>>Berita Selengkapnya Baca Riau Pos hari ini.

Sumber : JPG
Editor : Rinaldi

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari