Selalu ada cara untuk merayakan Hari Puisi Indonesia. Meski pandemi, kegiatan bisa dilaksanakan secara sederhana tapi istimewa, bahkan dari tempat wisata yang luar biasa; pulau Talau Pusako.
(RIAUPOS.CO) – PERAYAAN Hari Puisi Indonesia (HPI) di Riau memang tidak pernah sepi, apalagi alpa. Komunitas Seni Rumah Sunting yang setiap tahun menggelar perayaan, tahun ini pun kembali merayakannya, Jumat – Sabtu (3-4/8/2021) di Talau Pusako, Danau PLTA Koto Panjang, Desa Koto Mesjid, Kenegerian Pulau Gadang, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar.
Perayaan tahun ini mengusung tema ‘Dari Talau untuk Indonesia’. Talau adalah sebuah pulau di tengah Danau PLTA yang dikelola masyarakat menjadi lokasi wisata. Nama Talau sendiri diambil dari bahasa lokal yang merupakan sebuah lokasi di kawasan yang dulunya merupakan perkampungan.
Perayaan HPI tahun ini dilaksanakan secara sederhana. Hal ini mengingat perayaan tersebut digelar di tengah mewabahnya Covid-19. Hanya dihadiri beberapa orang dan sangat ketat protokol kesehatan. Agar bisa disaksikan masyarakat luas, kegiatan ini pun digelar secara luring dan daring.
Meski terbatas, penyair dan seniman dari beberapa kabupaten/kota di Riau, hadir. Di antaranya dari Pelalawan, Siak, Bengkalis, dan Kampar. Hadir juga penyair dan seniman Sumbar. Di antaranya Dr Hermawan an, Arbi Tanjung, Ubaidillah Al Ansori, Sulistyo dan Ferry.
Selain pembacaan puisi dari atas bukit hingga tepian danau Talau Pusako, juga ada penampilan musik dan tari puisi serta diskusi ringan tentang pusi dan wisata. Tidak hanya oleh penyair dan seniman yang hadir, tapi juga oleh seniman lokal dari Kabupaten Kampar.
Diskusi dilaksanakan dengan dua sesi pada Jumat malam itu. Sesi pertama bicara tentang wsiata dan pengembangan lokasi wisata melalui karya sastra dan keterlibatan para penyair dan seniman, dan sesi kedua khusus berbincang tentang puisi dan perayaan Hari Puisi.
Kunni Masrohanti, pendiri Komunitas Seni Rumah Sunting, mengatakan, lokasi dan tema yang diambil berkaitan erat dengan tradisi dan budaya masayarakat di desa-desa bawah danau tersebut dan sudah dipindahkan ke tempat baru yang saat ini sudah menjadi desa baru. Menurut Kunni, sejarah dan kearifan lokal bawah danau yang sebagiannya masih terjaga di kampung baru, bisa menjadi destinasi wisata baru serta menjadi sumber inspirasi bagi para penyair dalam melahirkan karya-karyanya.
‘’Banyak kearifan lokal yang lahir di kawasan danau ini, banyak juga yang hilang di bawahnya. Agar tak hilang, penyair mesti mencatatnya. Makanya kita gelar perayaan HPI tahun ini di sini, supaya kekal dalam karya puisi atau karya saatra lainnya. Dari Talau untuk Indonesia,’’ kata Kunni.
Berbagai pemikiran lahir dari diskusi ringan malam itu. Harapan-harapan besar juga hadir di sana. Di antaranya, apa yang hilang dari yang pernah ada di bawah danau, jangan hilang lagi. Maka malam itu juga lahir puisi dan lagu-lagu baru yang diciptakan penyair dan seniman, lalu dinyanyikan dan dibacakan di panggung ke-Indonesiaan yang dibuat di ujung danau.
Panggung terasa megah karena langit cerah menjadi artistik mewah saat sore hari. Angin danau mengibarkan kain-kain panggung yang didominasi warna merah putih menjadi lebih hidup dan megah. Lampu panggung, sound sistem, bendera merah putih di berbagai sisi, kursi-kursi dari potongan kayu alam dan tenda-tenda warna oren di depan panggung, membuat suasana perayaan HPI tahun ini sangat terasa berkolaborasi dengan alam. Dan malam itu juga diwarnai dengan pelepasan 9 lampion yang menandakan perayaan HPI ke-9.
‘’Jangan ada yang hilang-hilang lagi,’’ kata Arbi Tanjung malam itu.
‘’Tulislah yang hilang-hilang menjadi puisi,’’ kata Kunni pula.
Anisman, salah satu pengelola kawasan Talau Pusako, mengaku sangat senang dengan dilaksanakannya HPI tersebut. Begitu juga dengan Gepy yang sehari-hari bergiat dan mengatur segala sesuatu di sana. Pulau Talo Pusako sendiri milik Datuk Syawir, adik kandung Anisman. Sedangkan wilayah kelola Anisman berada di atas bukit sekitar dermaga dengan luas 10 hektare.
‘’Jangan bosan datang ke Talau Pusako. Buatlah lagi kegiatan di sini. Kami jadi tau apa itu puisi. Dan yang pasti, tempat ini jadi ramai. Karena sejak dibuka sekitar enam bulan lalu, inilah kegiatan seni pertama di sini,’’ kata Anisman.
Sebelum pulang, seluruh peserta mengikuti susur sejarah dengan naik perahu mengitari Danau PLTA. Perjalanan susur sejarah berakhir di Tepian Mahligai. Di sini, mereka disambut Datuk Faisal Ali selaku salah satu pengeloa dan makan siang bersama di sana.
Pada perayaan HPI kali ini, Komunitas Seni Rumah Sunting juga menyumbangkan buku bacaan sebanyak 34 buah untuk pojok baca yang ada di Talau Pusako. Buku tersebut diterima langsung oleh Gepy. Selain Rumah Sunting, para peserta juga banyak yang menyumbangkan buku. Salah satunya Dr Hermaawan, sastrawan dan penyair asal Sumatera Barat. Pojok baca ini dibuat untuk tamu atau wisatawan yang datang.
‘‘Sebelum hari ini (Jumat, red), Pembina Rumah Sunting sudah datang terlebih dulu ke Talau Pusako. Dialah yang menyemangati kami untuk membuat pojok baca dan katanya sudah harus siap sebelum perayaan HPI ini dilaksanakan. Alhamdulillah selesai, dan kami mendapatkan hadiah buku dari Rumah Sunting. Terimakasih Kak Kunni dan kawan-kawan Rumah Sunting,’’ kata Gepy.***
Laporan MUSLIM NURDIN, Kampar