JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menaruh perhatian pada praktik pemberian fasilitas pembiayaan atau dana talangan haji. Menurut dia fasilitas ini memicu semakin panjangan antrean haji. Dia mencontohkan di Sulawesi Selatan antrean haji hingga 44 tahun.
Dia tidak bisa memungkiri bahwa semakin panjangnya antrean haji itu dipicu oleh praktik dana talangan haji. Dengan fasilitas dana talangan haji itu, orang yang belum memiliki uang cukup, dapat mendaftar dan mendapatkan nomor porsi haji. Lembaga keuangan atau sejenisnya memberikan talangan, kemudian orang tersebut membayar secara angsuran disertai bunga atau sejenisnya.
"Sehingga orang berlomba-lomba dan kita tahu sekarang antreannya sudah sedemikian panjang," katanya saat meresmikan Wisma Shafa Asrama Haji Sudiang di Makassar pada Sabtu (3/4). Untuk itu Yaqut mengatakan Kemenag mencoba menjadi jalan keluar dari panjangnya antrean haji itu. Salah satunya kebijakan yang akan diambil adalah tidak menerima pendaftaran haji dengan menggunakan dana talangan.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi setuju dengan gagasan yang bakal diambil Kemenag itu. "Waktu zaman (Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, red) Pak Anggito Abimanyu (dana talangan haji) sudah dilarang. Tetapi belakangan dana talangan haji terus bermunculan dengan beragam skema," katanya, kemarin (4/4).
Dia mengatakan Kemenag harus duduk bersama pihak terkait untuk mengeluarkan regulasi larangan dana talangan haji itu. Kemenag harus membahas bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan yang terpenting adalah pihak perbankan.
Menurut Dadi di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, lembaga keuangan tentu ingin berupaya mengelola dana dari masyarakat sebanyak-banyaknya. Termasuk dengan memberikan fasilitas pembiayaan atau dana talangan haji.
Sementara itu BPKH selaku pengelola dana haji posisinya juga cukup berat. "BPKH tentu ingin mengelola dana haji sebesar-besarnya," katanya. Sebab BPKH selama ini harus menyediakan uang untuk subsidi haji yang cukup besar. Rata-rata biaya haji terakhir adalah Rp35 jutaan per orang. Sedangkan biaya riil haji mencapai Rp70 juta.
Dengan hitungan kasar sejatinya jamaah hanya membayar separuh biaya haji. Sisanya dibayar dari hasil pengelolaan dana haji oleh BPKH. Dengan kondisi tersebut, BPKH ingin mengelola dana haji yang besar. Supaya hasil pengelolaannya juga besar dan mampu memberikan subsidi yang tinggi setiap musim hajinya. Untuk bisa mengelola dana haji yang besar, jumlah jamaah haji yang mendaftar juga harus banyak.
Menurut pengamatannya antrian haji menjadi sangat panjang sekitar 2009-2010 lalu. Saat itu pendaftar haji sangat banyak. Pemicunya adalah banyaknya lembaga keuangan yang memberikan fasilitas dana talangan haji.(wan/jpg)