Sabtu, 9 November 2024

Selangkah Lagi, Perang AS-Iran Bisa Pecah

- Advertisement -

BAGHDAD (RIAUPOS.CO) – Serangan udara yang membunuh Jenderal Iran Qassem Soleimani jelas mengubah aturan main dalam konflik antara AS dan Iran. Soleimani merupakan tokoh publik pertama yang terbunuh semenjak tensi dua negara meningkat 2018 silam. Kini, Iran pun mencari balasan apa yang setara dengan aksi AS.

Selama ini, AS selalui berusaha menekan Iran dengan sanksi ekonomi. Sedangkan Iran membalas tekanan itu dengan berbagai ancaman. Ketegangan jelas terasa. Namun, belum terlihat seperti aksi kemarin. ‘’Dengan membunuh sosok terkenal di militer Iran. AS baru saja menyatukan seluruh bangsa Iran dan sekutunya di Iraq,’’ ungkap pakar politik Iran Mohammad Marandi kepada Al Jazeera.

- Advertisement -

Tahun lalu, beberapa kapal tanker di perairan Teluk lumpuh karena ledakan. AS menuduh Iran sebagai pelaku. Kemudian, Iran menembak pesawat drone AS yang diklaim memasuki wilayah kedaulatan. Tentu masing-masing pihak menolak tudingan lawan. September lalu, Trump sempat berencana untuk menyerang markas Iran sebagai balasan dari jatuhnya drone. Namun, ayah Ivanka itu membatalkan operasi itu pada saat-saat terakhir. Alasannya, dia lebih senang berbisnis daripada berperang.

Hal tersebut jelas tak terjadi kemarin. Trump yang sedang berlibur di Palm Beach, Florida, rupanya sudah memberi izin operasi pembunuhan jenderal Iran. Kongres AS pun tak diberitahu atas keputusan tersebut. ‘’Keputusan semberono dari Trump mendekatkan kita kepada satu lagi perang di Timur Tengah. Perang seperti ini menghabiskan triliunan dollar dan menewaskan banyak jiwa,’’ ungkap Senator Demokrat Bernie Sanders kepada Associated Press.

Baca Juga:  Mendagri Tegaskan Tanggal Pemilu Sudah Ditetapkan

Pertimbangan Gedung Putih mungkin terletak pada pengaruh Soleimani di wilayah Timur Tengah. Selama ini, Soleimana sudah menebar bantuan dan kerjasama ke berbagai organisasi militan di wilayah Teluk dan sekitarnya. Dia disebut pencipta kelompok militan di Iraq juga sahabat karib dari Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon.

- Advertisement -

Pengaruhnya membuat kelompok-kelompok militan itu punya sikap anti AS. Semakin melemahkan pengaruh AS di Timur Tengah. Logikanya, jika pelobi jago seperti Soleimani tak ada, maka ikatan Iran dengan proksi di negara lain juga melemah. ‘’Strategi ini dilakukan untuk mengembalikan kekuatan intimidasi AS di Timur Tengah. Baik Iran, Rusia, atau Tiongkok tak akan percaya AS seberani itu,’’ ujar Yoel Guzansky, pakar lembaga think tank National Strategic Studies di Tel Aviv.

Baca Juga:  Pemerintah Jamin Keamanan Vaksin untuk Lansia

Namun, banyak pula pakar yang tak setuju dengan strategi tersebut. Mantan agen CIA Bob Baer mengatakan langkah tersebut merupakan kesalahan terbesar rezim Trump. Pasalnya, tak ada yang tahu bagaimana pemikiran Iran saat ini.  Analis asal Iran Abas Aslani mengatakan bahwa Soleimani sangat terkenal dan disukai oleh masyarakat.

Dia sering mendapat simpati karena sering menangis memeluk pasukan yang akan berangkat bertempur. Apalagi, perannya dalam menekuk ISIS di Iraq banyak diakui publik Timur Tengah. ‘’Dia adalah sosok penting di balik kekalahan ISIS,’’ ujar Foad Izadi, pengajar di Tehran University.

Henry Rome, pakar dari Eurasia Group, menambahkan Iraq bakal menjadi tumbal dalam konflik tersebut. Pasalnya, di sana lah tempat konflik terakhir terjadi. Dia memperkirakan bahwa kelompok pro Iran bakal mulai menyerang markas AS dan membunuh beberapa tentara. Lalu AS bakal membalas.

Namun, Rome percaya bahwa kemungkinan perang pecah dari konflik kali ini masih kecil. Menurutnya, pemimpin Iran masih memperhitungkan dampak ekonomi yang akan diderita ketika perang pecah. ‘’Trump juga sebenarnya tak ingin memulai perang di masa kampanyenya,’’ paparnya.(bil/jpg)

BAGHDAD (RIAUPOS.CO) – Serangan udara yang membunuh Jenderal Iran Qassem Soleimani jelas mengubah aturan main dalam konflik antara AS dan Iran. Soleimani merupakan tokoh publik pertama yang terbunuh semenjak tensi dua negara meningkat 2018 silam. Kini, Iran pun mencari balasan apa yang setara dengan aksi AS.

Selama ini, AS selalui berusaha menekan Iran dengan sanksi ekonomi. Sedangkan Iran membalas tekanan itu dengan berbagai ancaman. Ketegangan jelas terasa. Namun, belum terlihat seperti aksi kemarin. ‘’Dengan membunuh sosok terkenal di militer Iran. AS baru saja menyatukan seluruh bangsa Iran dan sekutunya di Iraq,’’ ungkap pakar politik Iran Mohammad Marandi kepada Al Jazeera.

Tahun lalu, beberapa kapal tanker di perairan Teluk lumpuh karena ledakan. AS menuduh Iran sebagai pelaku. Kemudian, Iran menembak pesawat drone AS yang diklaim memasuki wilayah kedaulatan. Tentu masing-masing pihak menolak tudingan lawan. September lalu, Trump sempat berencana untuk menyerang markas Iran sebagai balasan dari jatuhnya drone. Namun, ayah Ivanka itu membatalkan operasi itu pada saat-saat terakhir. Alasannya, dia lebih senang berbisnis daripada berperang.

- Advertisement -

Hal tersebut jelas tak terjadi kemarin. Trump yang sedang berlibur di Palm Beach, Florida, rupanya sudah memberi izin operasi pembunuhan jenderal Iran. Kongres AS pun tak diberitahu atas keputusan tersebut. ‘’Keputusan semberono dari Trump mendekatkan kita kepada satu lagi perang di Timur Tengah. Perang seperti ini menghabiskan triliunan dollar dan menewaskan banyak jiwa,’’ ungkap Senator Demokrat Bernie Sanders kepada Associated Press.

Baca Juga:  Kodim 0321/Rohil Ikuti Lomba Binter Pusat

Pertimbangan Gedung Putih mungkin terletak pada pengaruh Soleimani di wilayah Timur Tengah. Selama ini, Soleimana sudah menebar bantuan dan kerjasama ke berbagai organisasi militan di wilayah Teluk dan sekitarnya. Dia disebut pencipta kelompok militan di Iraq juga sahabat karib dari Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon.

Pengaruhnya membuat kelompok-kelompok militan itu punya sikap anti AS. Semakin melemahkan pengaruh AS di Timur Tengah. Logikanya, jika pelobi jago seperti Soleimani tak ada, maka ikatan Iran dengan proksi di negara lain juga melemah. ‘’Strategi ini dilakukan untuk mengembalikan kekuatan intimidasi AS di Timur Tengah. Baik Iran, Rusia, atau Tiongkok tak akan percaya AS seberani itu,’’ ujar Yoel Guzansky, pakar lembaga think tank National Strategic Studies di Tel Aviv.

Baca Juga:  Pemerintah Jamin Keamanan Vaksin untuk Lansia

Namun, banyak pula pakar yang tak setuju dengan strategi tersebut. Mantan agen CIA Bob Baer mengatakan langkah tersebut merupakan kesalahan terbesar rezim Trump. Pasalnya, tak ada yang tahu bagaimana pemikiran Iran saat ini.  Analis asal Iran Abas Aslani mengatakan bahwa Soleimani sangat terkenal dan disukai oleh masyarakat.

Dia sering mendapat simpati karena sering menangis memeluk pasukan yang akan berangkat bertempur. Apalagi, perannya dalam menekuk ISIS di Iraq banyak diakui publik Timur Tengah. ‘’Dia adalah sosok penting di balik kekalahan ISIS,’’ ujar Foad Izadi, pengajar di Tehran University.

Henry Rome, pakar dari Eurasia Group, menambahkan Iraq bakal menjadi tumbal dalam konflik tersebut. Pasalnya, di sana lah tempat konflik terakhir terjadi. Dia memperkirakan bahwa kelompok pro Iran bakal mulai menyerang markas AS dan membunuh beberapa tentara. Lalu AS bakal membalas.

Namun, Rome percaya bahwa kemungkinan perang pecah dari konflik kali ini masih kecil. Menurutnya, pemimpin Iran masih memperhitungkan dampak ekonomi yang akan diderita ketika perang pecah. ‘’Trump juga sebenarnya tak ingin memulai perang di masa kampanyenya,’’ paparnya.(bil/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari