Kamis, 19 September 2024

AJI, AMSI dan IJTI Ajukan Permohonan sebagai Pihak Terkait

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tiga organisasi pers Indonesia yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) melalui kuasa hukumnya yaitu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengajukan permohonan sebagai pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung kepada kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pengujian Undang-Undang Pers Perkara Nomor: 38/PUU-XIX/2021. 

Permohonan ini sebagai bentuk kepedulian yang tinggi kepada Permohonan Pengujian UU Pers yang diajukan Heintje Grontson Mandagie dkk, khususnya terkait fungsi Dewan Pers dan terkait pemilihan anggota. Selain itu sebagai konstituen Dewan Pers tentunya AJI, AMSI dan IJTI merasa keterangan dalam permohonan ini bisa menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan Majelis Hakim MK dalam memeriksa perkara.

Pengujian UU Pers mempermasalahkan 2 Pasal yaitu Pasal 15 ayat (2) huruf f terkait kewenangan Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers dalam membentuk peraturan dibidang pers dan Pasal 15 ayat (5) terkait keanggotan Dewan Pers yang ditetapkan, dengan Keputusan Presiden. 

Berdasarkan hal tersebut dengan ini pihak yang mengajukan dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co, Kamis (4/11/2021) menyampaikan empat poin berikut.

- Advertisement -
Baca Juga:  Total 913 Pasien Covid-19 Sembuh, Jauh Selisih dengan Angka Kematian

Pertama, jika dibaca baik-baik terkait kewenangan Dewan Pers pada salah satu pasal yang diuji, Pasal 15 ayat (2) huruf f sebenarnya hanya memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk memfasilitasi organisasi–organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers. Sehingga sebenarnya tidak ada sama sekali ruang dan kesempatan Dewan Pers untuk memonopoli. Sebagai fasilitator, Dewan Pers diwajibkan memastikan adanya ikut serta dari organisasi pers dalam pembentukan peraturan di bidang pers. 

Kedua, merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian dari memfasilitasi sendiri adalah: “memberikan fasilitas”. Selanjutnya dalam sumber yang sama, fasilitas artinya: “sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, kemudahan”. Artinya pada konteks fungsi Dewan Pers dalam membentuk peraturan pada bidang pers, khususnya pada Pasal 15 ayat (2) huruf f adalah menjadi pihak yang memberikan sarana untuk melancarkan fungsi dan kemudahan kepada organisasi pers untuk berkontribusi dan ambil bagian dalam membentuk peraturan di bidang pers.

- Advertisement -
Baca Juga:  Kasus 3 Anak Penurun Bendera Merah Putih di Kantor Bupati Kuansing

Ketiga, sebagai fasilitator, maka jika terdapat pembentukan peraturan di bidang pers tanpa mengikutsertakan organisasi pers maka barulah bisa dianggap bertentangan dengan fungsi dalam UU Pers sendiri. Seandainya pun terjadi, permalasahan berada di tataran implementasi bukan pada tataran normatif dengan memintakan Dewan Pers kehilangan sebagian fungsinya sebagai fasilitator organisasi pers membentuk peraturan di bidang pers.

Keempat, mencermati posita para Pemohon mengenai memfasilitasi adalah menginginkan penyusunan peraturan-peraturan bidang pers dilakukan oleh masing-masing organisasi pers, bukan dalam bentuk peraturan Dewan Pers. Hal tersebut dikhawatirkan justru membuat peraturan-peraturan bidang pers dapat menjadi tidak kohesif, terpisah sendiri-sendiri sesuai selera dan kepentingan organisasi-organisasi pers, dan bahkan berpotensi bertentangan satu dengan yang lain. Hal ini berpotensi membuat munculnya kode etik jurnalistik yang tidak baku dan beragam penafsiran sesuai versi masing-masing organisasi pers. Dikhawatirkan justru memunculkan kebingungan massal pada insan pers Indonesia dan mengganggu kebebasan serta profesionalitas pers.

Editor: Eka G Putra

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tiga organisasi pers Indonesia yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) melalui kuasa hukumnya yaitu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengajukan permohonan sebagai pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung kepada kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pengujian Undang-Undang Pers Perkara Nomor: 38/PUU-XIX/2021. 

Permohonan ini sebagai bentuk kepedulian yang tinggi kepada Permohonan Pengujian UU Pers yang diajukan Heintje Grontson Mandagie dkk, khususnya terkait fungsi Dewan Pers dan terkait pemilihan anggota. Selain itu sebagai konstituen Dewan Pers tentunya AJI, AMSI dan IJTI merasa keterangan dalam permohonan ini bisa menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan Majelis Hakim MK dalam memeriksa perkara.

Pengujian UU Pers mempermasalahkan 2 Pasal yaitu Pasal 15 ayat (2) huruf f terkait kewenangan Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers dalam membentuk peraturan dibidang pers dan Pasal 15 ayat (5) terkait keanggotan Dewan Pers yang ditetapkan, dengan Keputusan Presiden. 

Berdasarkan hal tersebut dengan ini pihak yang mengajukan dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co, Kamis (4/11/2021) menyampaikan empat poin berikut.

Baca Juga:  Total 913 Pasien Covid-19 Sembuh, Jauh Selisih dengan Angka Kematian

Pertama, jika dibaca baik-baik terkait kewenangan Dewan Pers pada salah satu pasal yang diuji, Pasal 15 ayat (2) huruf f sebenarnya hanya memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk memfasilitasi organisasi–organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers. Sehingga sebenarnya tidak ada sama sekali ruang dan kesempatan Dewan Pers untuk memonopoli. Sebagai fasilitator, Dewan Pers diwajibkan memastikan adanya ikut serta dari organisasi pers dalam pembentukan peraturan di bidang pers. 

Kedua, merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian dari memfasilitasi sendiri adalah: “memberikan fasilitas”. Selanjutnya dalam sumber yang sama, fasilitas artinya: “sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, kemudahan”. Artinya pada konteks fungsi Dewan Pers dalam membentuk peraturan pada bidang pers, khususnya pada Pasal 15 ayat (2) huruf f adalah menjadi pihak yang memberikan sarana untuk melancarkan fungsi dan kemudahan kepada organisasi pers untuk berkontribusi dan ambil bagian dalam membentuk peraturan di bidang pers.

Baca Juga:  MUI: Umat Islam Tidak akan Tinggal Diam

Ketiga, sebagai fasilitator, maka jika terdapat pembentukan peraturan di bidang pers tanpa mengikutsertakan organisasi pers maka barulah bisa dianggap bertentangan dengan fungsi dalam UU Pers sendiri. Seandainya pun terjadi, permalasahan berada di tataran implementasi bukan pada tataran normatif dengan memintakan Dewan Pers kehilangan sebagian fungsinya sebagai fasilitator organisasi pers membentuk peraturan di bidang pers.

Keempat, mencermati posita para Pemohon mengenai memfasilitasi adalah menginginkan penyusunan peraturan-peraturan bidang pers dilakukan oleh masing-masing organisasi pers, bukan dalam bentuk peraturan Dewan Pers. Hal tersebut dikhawatirkan justru membuat peraturan-peraturan bidang pers dapat menjadi tidak kohesif, terpisah sendiri-sendiri sesuai selera dan kepentingan organisasi-organisasi pers, dan bahkan berpotensi bertentangan satu dengan yang lain. Hal ini berpotensi membuat munculnya kode etik jurnalistik yang tidak baku dan beragam penafsiran sesuai versi masing-masing organisasi pers. Dikhawatirkan justru memunculkan kebingungan massal pada insan pers Indonesia dan mengganggu kebebasan serta profesionalitas pers.

Editor: Eka G Putra

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari