JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Di tengah-tengah proses pengkajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Isma Khaira di Lhoksukon, Aceh Utara, menunjukkan bahwa masih ada persoalan dalam beleid tersebut. Perempuan 33 tahun itu harus mendekam di bui bersama anaknya yang baru berusia enam bulan.
Seperti dilansir Rakyat Aceh (JPG), Isma divonis melanggar UU ITE oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon atas kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan geuchik atau kepala desa tempatnya bermukim, T Bakhtiar. Isma dijatuhi hukuman tiga bulan.
Bersama bayinya, dia kini dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II-B Lhoksukon.
"Alhamdulillah, bayi bersama sang ibu dalam keadaan sehat,’’ kata Kalapas Yusnaidi saat dikonfirmasi JPG melalui telepon seluler, kemarin (3/3).
Ketika disinggung apakah ada pemisahan ruang tahanan sang bayi dan ibu dengan tahanan lain, Yusnaidi mengatakan tidak ada. Keduanya satu ruangan bersama 12 tahanan lain. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu pun menyesalkan putusan yang diambil dalam kasus Isma. Menurut dia, tidak seharusnya Isma dijebloskan ke lapas. ’’Itu berlebihan. Pidana cuma tiga bulan, di saat menyusui lagi,’’ ucapnya.
Terlepas dari UU ITE yang menjerat Isma, lanjut dia, aparat penegak hukum maupun lembaga peradilan bisa memberikan hukuman lain. ’’Jaksa dan hakim bisa kasih (pidana percobaan),’’ tegasnya.
Di sisi lain, Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Rika Lestari mengakui, ada ketentuan yang mengatur pidana percobaan. ’’Memang memungkinkan untuk kasus atau putusan di bawah satu tahun bisa dikenakan pidana percobaan. Berarti itu (terpidana) tidak harus masuk ke lapas,’’ paparnya.
Keterangan itu disampaikan Rika sebagai masukan. Sebab, instansinya melihat dari sudut pandang pemegang otoritas di lapas atau rutan. Menurut dia, pihaknya justru ingin tidak banyak warga yang masuk lapas atau rutan. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini. Karena itu, dia menilai pidana percobaan semestinya bisa dijatuhkan kepada masyarakat yang diputus melakukan pelanggaran dengan hukuman di bawah setahun.
Rika pun mengakui, Ditjenpas di Jakarta sudah mengetahui kasus Isma. Meski demikian, pihaknya tak bisa berbuat banyak. Sebab, mereka hanya mengikuti putusan yang sudah diketok hakim. Terkait bayi yang dibawa Isma ke dalam lapas, itu menjadi hak yang bersangkutan.
’’Dalam ketentuan kami, boleh membawa anak ke lapas atau rutan. Tapi, memang disarankan bayi di luar bersama keluarga,’’ tutur Rika.
Jika tahanan atau narapidana menghendaki membawa bayi seperti yang dipilih Isma, instansinya hanya bisa memfasilitasi. Dengan syarat, usia maksimal bayi 2 tahun. ’’Ketentuan lain (yang diberlakukan Ditjenpas), ada penambahan nutrisi untuk bayi,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menyatakan, masukan-masukan dari pihak terlapor maupun pelapor akan menjadi bahasan timnya. Baik subtim I maupun subtim II. Rencananya, pekan depan dilakukan diskusi terkait UU tersebut.(ung/syn/c18/ttg/jpg)