JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengembangan dan penataan Pelabuhan Benoa kini memasuki fase baru. Pelindo III sebagai pengelola Pelabuhan Benoa, menunjukkan rancangan yang akan dikelola sebagian besar sebagai hutan kota, dan sebagian lagi digunakan untuk terminal energi, industri perikanan, dan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL).
"Industri perikanan di Pelabuhan Benoa adalah salah satu yang terbesar di Indonesia, terutama pengolahan tuna. Dengan adanya pengembangan kawasan industri perikanan dan pengolahan ikan di Benoa, industri perikanan dan nelayan setempat dapat memanfaatkan fasilitas yang ada sehingga ekspor tuna dapat ditingkatkan lebih maksimal. Yang fresh bisa langsung dikirimkan melalui Bandara Ngurah Rai, sedangkan yang beku bisa dikirim melalui Pelabuhan Benoa," ujar Direktur Utama Pelindo III usai rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Pemerintah Provinsi Bali, dan Pemerintah Kota Denpasar di rumah dinas Gubernur Bali, Sabtu (2/11).
Gubernur Bali Wayan Koster mengaku gembira pengembangan Pelabuhan Benoa akhirnya desain final disepakati bersama dan menampung aspirasi banyak pihak. Dia berjanji untuk mengawal dan memonitor pelaksanaannya.
"Semua pihak telah bekerja untuk kebaikan bersama. Ini akan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali," imbuhnya.
Doso menutrkan, bila dermaga Pelabuhan Benoa nanti jadi, kapal-kapal cruise yang bersandar di sana bisa dikelola secara lebih profesional, dan dapat didorong untuk menikmati wisata di luar kapal.
"Rata-rata sandar kapal cruise itu bersandar antara 6 hingga 8 jam, sehingga dengan pengelolaan yang profesional, mulai dari upacara penyambutan, atraksi, transportasi ke tempat-tempat wisata menarik dan sentra suvenir di luar pelabuhan, mereka dapat menggerakkan industri pariwisata. Selama ini, kapal-kapal tersebut tidak dapat sandar dan wisatawan harus diangkut dengan kapal-kapal yang lebih kecil. Itu membuat mereka juga enggan turun ke darat menikmati indahnya Bali," ujarnya.
Selain potensi pariwisata, menurut Doso, penyediaan logistik untuk kebutuhan kapal juga menjadi peluang bisnis yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha dan masyarakat di Bali.
"Kita bisa bayangkan, setiap kapal itu rata-rata mengangkut sekitar 2.000 wisatawan dan 1.500 kru. Selama ini kebutuhan logistik itu mereka cukupi di luar negeri, terutama Singapura. Daging, sayur mayur, buah-buahan, sampai dengan air bersih, disuplai dari Singapura. Padahal, setiap tahunnya berdasarkan catatan kami tahun 2019 saja, ada 79 kapal cruise yang bersandar di Pelabuhan Benoa," katanya.
Apabila setiap kapal tersebut harus berlayar selama 3-4 hari dari pelabuhan satu ke pelabuhan berikutnya, entah ke Malaysia, Filipina, Singapura, atau Australia, kebutuhan logistik untuk memenuhi makan-minum wisatawan dan kru volumenya sangat besar.
Menurut Doso, potensi tersebut dapat nantinya dapat diambil oleh Bali, karena Pelindo III membangun cold storage raksasa, yang sebagian dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, selain untuk memenuhi kebutuhan industri perikanan setempat.
Demikian juga dengan distribusi wisatawan ke tempat-tempat wisata yang menarik di Pulau Bali, sembari menunggu kapal bersandar. Dengan jumlah yang sangat besar, mereka dapat didistribusikan ke berbagai tempat wisata menarik yang terdapat di kabupaten dan kota-kota di Pulau Bali, sehingga akan menambah putaran roda ekonomi pariwisata.
Salah satu kelebihan kapal cruise dibandingkan dengan pariwisata berbasis transportasi udara adalah kapasitas angkutnya yang besar. Apabila pesawat terbang hanya mampu mengangkut 200-300 penumpang, kapal-kapal wisata dalam sekali angkut bisa membawa 2.000 hingga 3.000 wisatawan.
"Apalagi, kami sudah mendapatkan informasi bahwa saat ini sedang dibangun kapal pesiar raksasa yang berukuran panjang 320 meter dengan 20 dek tingkat yang mampu mengangkut kurang lebih 4.000 wisatawan. Nantinya kapal semacam ini juga dapat bersandar di Pelabuhan Benoa," tandas Doso.(chi/jpnn)
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal