JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler. Sekolah swasta dengan jumlah siswa kurang dari 60 dalam tiga tahun terakhir, tidak menerima alokasi dana BOS reguler.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Permendikbud 6/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler. Ada sejumlah persyaratan bagi sekolah untuk mendapatkan dana BOS reguler. Di dalam Pasal 3 ayat 2 huruf d dijelaskan bahwa syarat sekolah mendapatkan dana BOS reguler adalah memiliki jumlah siswa paling sedikit 60 siswa selama tiga tahun terakhir. Ketentuan ini tidak berlaku di antaranya untuk sekolah negeri.
Peraturan baru tersebut langsung menuai respons negatif. Di antaranya disampaikan oleh Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan. Aliansi ini meliputi Muhammadiyah, Maarif NU, PGRI, Taman Siswa, dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik.
Perwakilan Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan Kasiyarno mengatakan mereka dengan tegas menolak Permendikbud 6/2021 itu. "Khususnya pada Pasal 3 ayat 2 huruf d," katanya Jumat (3/9).
Dia mengatakan kebijakan itu diskriminasi. Kemudian tidak sejalan dengan amanah UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dia mendesak supaya Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menghapus ketentuan syarat penerima dana BOS tersebut. Sehingga seluruh sekolah baik negeri maupun swasta, berhak mendapatkan dana BOS. Berapapun jumlah siswanya. Tanpa ada diskriminasi.
Menurut Kasiyarno, di daerah-daerah terpencil atau pinggiran, banyak sekolah swasta dengan jumlah siswa sedikit. Begitu juga di daerah perkotaan. Sekolah ini perlu mendapatkan dana BOS. "Negara harus tetap hadir," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan mereka memiliki banyak sekolah swasta di sejumlah daerah. Banyak di antaranya berdiri untuk menampung anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri. Kemudian juga manerima anak-anak dari keluarga yang marjinal.
Di antara sekolah tersebut ada yang jumlah siswanya sedikit. "Kami membantu akses pendidikan mereka," katanya. Jika kemudian sekolah tidak menerima dana BOS reguler karena jumlah siswa sedikit, maka anak-anak tadi semakin termarjinalkan.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoema A mengatakan, pemerintah jangan punya anggapan sekolah dengan jumlah siswa sedikit adalah sekolah abal-abal. "Sekolah yang berdiri hanya untuk dapat dana BOS. Jangan berpikiran seperti itu," tuturnya.
Sebaliknya pemerintah harus mendampingi sekolah-sekolah dengan jumlah sedikit tersebut. Supaya dapat semakin berkembang. Dia juga berpesan pemerintah jangan terlalu kebanyakan mendirikan sekolah negeri.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi