JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Jalur hukum kembali ditempuh untuk menyelesaikan polemik alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) terus dilakukan. Perwakilan 75 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) kemarin (2/6) mengajukan gugatan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK untuk menguji pasal-pasal terkait alih status kepegawaian di Undang-Undang KPK.
Perwakilan pegawai Hotman Tambunan menerangkan ada dua pasal di UU Nomor 19/2019 tentang KPK yang dimohonkan ke MK untuk diuji. Yakni pasal 69B ayat (1) yang mengatur ketentuan tentang alih status penyelidik dan penyidik KPK yang belum berstatus ASN dapat diangkat sebagai ASN. Kemudian pasal 69C yang mengatur ketentuan jangka proses waktu alih status selama 2 tahun sejak UU KPK mulai berlaku.
Dua pasal itu diuji terhadap pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. Kemudian pasal 28D ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Juga pasal 28D ayat (2) yang mengatur setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Dua pasal di UU KPK itu juga diuji terhadap pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. "Yang mengajukan permohonan (uji materi) ada 9 orang," kata Hotman saat dikonfirmasi Jawa Pos (JPG), kemarin. Selain Hotman, pegawai yang mengajukan gugatan adalah Harun Al Rasyid, Rasamala Aritonang, Novariza, Faisal, Lakso Adinito, Andre Dedy Nainggolan, Benydictus Siumlala Martin Sumarno dan Tri Artining Putri.
Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terus melanjutkan pemeriksaan secara maraton yang mereka laksanakan sejak pekan lalu. Sejumlah pegawai KPK kembali dihadirkan dalam pemeriksaan itu untuk mendalami laporan dan pengaduan dari 75 perwakilan pegawai KPK.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan bahwa kemarin, tim yang dia pimpin memeriksa delapan pegawai KPK. "Pendalaman soal pelaksanaan dan background kerja," ungkap Anam. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan mulai sekitar pukul 10.00. Menurut Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, pemeriksaan tersebut penting untuk mengurai peristiwa yang terjadi.
Seperti disampaikan oleh Anam, pihaknya bertugas membuka secara terang dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam TWK di KPK. Untuk itu, pihaknya butuh pendalaman. Pendalaman keterangan itu bertujuan menggali karakteristik dan dinamika pola kerja dan hubungannya dengan TWK," jelasnya.
Dari sana, Komnas HAM berharap menemukan informasi baru. Lantaran melihat peristiwa tersebut dari banyak sudut, Komnas HAM juga menggali beberapa hal. Termasuk yang berkenaan dengan proses, latar belakang, pola kerja, hukum, dan prosedur tes tersebut. Sampai kemarin, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pimpinan KPK memang belum dilakukan. Namun demikian, Komnas HAM sudah menyiapkan jadwal untuk memanggil mereka.
Di sisi lain, KPK kemarin mengumumkan perkembangan pencarian Harun Masiku, tersangka suap terhadap komisioner KPU. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan pihaknya telah mengirimkan surat ke National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia agar dapat diterbitkan red notice. "Upaya ini dilakukan agar HM (Harun Masiku, red) segera ditemukan," kata Ali.(tyo/sin/idr/jpg)