JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kenaikan iuran BPJS dinilai tak lantas begitu saja menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memprediksi kenaikkan tersebut tidak akan membuat layanan kesehatan di rumah sakit menjadi lebih baik. Sebab, kebijakan tersebut hanya difokuskan untuk menekan defisit yang terjadi selama ini.
"Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada kualitas pelayanan baik karena konsepnya hanya berbicara mengatasi defisit saja," kata Wakil Ketua Umum IDI Adib Khumaidi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11).
Dia menyampaikan, kenaikan iuran BPJS dikhawatirkan hanya akan menjadi solusi gali lubang tutup lubang. Karena, defisit bisa berpotensi muncul terus apabila sistemnya tidak dibenahi secara menyeluruh.
"Yang kita takutkan iurannya akan menutup defisit saja. Negara perlu turun langsung mengatasi masalah defisit ini," imbuhnya.
Meski begitu, IDI tidak memungkiri defisit memang salah satu aspek terpenting yang harus dibenahi. Pasalnya, defisit membuat banyak tenaga medis rumah sakit belum mendapat bayaran dari BPJS.
Ia pun mengakui bahwa defisit BPJS Kesehatan secara tidak langsung turut berpengaruh pada kualitas layanan kesehatan bagi para pasien di rumah sakit.
"Problem di dalam kesehatan sekarang dalam sistem pelayanan kondisinya adalah emergency in health care, indanger in health care," jelas Adib.
Sebelumnya, kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran sudah resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019.
Pasal 29 Perpres 75/2019 menetapkan kenaikan iuran kategori PBI sebesar Rp42.000 dari Rp23.000 per orang per bulan. Kenaikan iuran PBI ini berlaku surut per 1 Agustus 2019 untuk 96,6 juta PBI (APBN) dan 37 juta PBI yang ditanggung (APBD).
Tidak hanya menaikan iuran peserta JKN-KIS kategori PBI, dalam Perpres 75/2019 juga ditetapkan besaran iuran bagi peserta mandiri. Namun kenaikan iuran baru akan berlaku pada 1 Januari 2020 mendatang.
Peserta ketegori mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) untuk kelas 3 naik menjadi Rp42.000 dari Rp25.500 per bulan. Kemudian kelas 2 naik dari semula Rp 51.000 jadi Rp110.000, sedangkan kelas 1 naik menjadi Rp160.000 dari Rp80.0000.
Sementara itu, untuk kategori pekerja penerima upah (PPU) seperti ASN, TNI, dan Polri besaran iuran ditetapkan sebesar 5 persen dari gaji setiap bulannya. Dengan pembagian 4 persen ditanggung pemberi kerja dan 1 persen dibayarkan peserta dengan batas maksimal gaji Rp12 juta.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi