(RIAUPOS.CO) — BANYAKNYA perusahaan nasional maupun lokal di Riau, namun belum banyak menyerap tenaga kerja lokal. Bahkan untuk masyarakat tempatan saat ini hanya sebagai penonton di negeri sendiri. Makanya ke depan, baik pemerintah maupun perusahaan harus menempatkan tenaga kerja lokal sebesar 20 persen.
“Selama ini sektor usaha bukan dinikmati oleh pengusaha lokal. Kesempatan bekerja pun demikian. Tanpa disadari itulah realitasnya. Bahkan di Riau sendiri masyarakat tempatan belum mencapai 5 persen untuk bisa bekerja di BUMN maupun BUMD,” tegas Ketua Koperasi LAM Riau Datuk Hermansyah.
Pernyataan itu disampaiknnya, ketika Koperasi Melayu Bangkit Mandiri milik LAM Riau melakukan kerja sama dengan PT Femili Karya Abadi sebagai jasa outsourcing. Di mana nantinya bisa membawa dan menerima masyarakat Riau tempatan di sektor usahanya.
Koperasi Melayu Bangkit Mandiri LAM Riau, yang berdiri sejak 2018, kini para pengurusnya menggaungkan agar masyarakat tempatan bisa bekerja dan menikmati hasil yang ada di bumi Lancang Kuning. Bukan hanya menjadi penonton masyarakat luar maupun asing, namun bisa menjadi bagian dari itu.
Disampaikan Hermansyah, itu sebagai ruang gerak tenaga kerja lokal yang ada di Riau. Karena tenaga kerja lokal masih dianggap menjadi penonton di negeri sendiri. Itu sangat miris. ‘’Dengan kerja sama ke depan menjadi terbuka dan tidak berdiri sendiri. Sehingga tetap eksis sesuai dengan kompetensi yang dimiliki,” sebutnya.
Kemudian selain target skill nantinya ada target . ini gunanya untuk menangkap dan melihat kesempatan kerja di bidang apapun itu. Di lain sisi untuk mengurangi ketimpangan sosial.
Dengan kekuatan lembaga moril LAM Riau, katanya lagi, secara berangsur diharapkan dapat berkiprah dengan tenaga kerja lainnya. Sebab Riau kaya dengan hasil bumi, seperti perkebunan, pertambangan dan lainnya.
Hal itu pun dipertegas oleh tokoh LAM yang juga pengurus koperasi, Asral Rachman. Menurutnya masyarakat tempatan sedang menjadi penonton. Namun bukan penonton yang bergembira melainkan yang sedih.
“Dalam arti kata karena tidak masuk atau mengambil kesempatan di negerinya sendiri. Menginginkan tenaga tempatan 20 persen di bidang apapun. Maka dari itu tahun 2020 Melayu harus bangkit,” tuturnya.
Tokoh masyarakat Riau, Raja Maizar Mit turut serta menambahkan bahwa masyarakat tempatan sering dihadapkan pada persoalan-persoalan klasik. Maka dari itu, katanya, untuk menepis kesempatan selaku putra daerah harus benar-benar punya skill dan unskill yang semuanya bisa dilatih.
“Soal tenaga kerja jangan setengah hati lah untuk membina orang tempatan. Maka dari itu adanya UPT Pelatihan diharapkan mampu melatih para tenaga kerja. Misalnya UPT Pertanian yang ada di Marpoyan Damai bisa melatih para tamatan SMA sederajat untuk belajar tata cara bertani begitu pula UPT lainnya,” terangnya.
Katanya lagi, jika tidak ada perubahan maka masa depan masyarakat tempatan akan menjadi pelayan rumah tangga dan kelas bawah. Alangkah ngerinya negeri ini. “Apa mau Riau menyuarakan kemerdekaan lagi,” tegasnya.
Jadilah pengusaha yang bangun pagi tidurnya malam dan tidak tidur siang. Harus lebih semangat dari orang-orang yang tadi berburu ke kampung halaman. Pun perlu kebersamaan untuk pemimpin negeri ini untuk memberi kesempatan untuk masyarakat tempatan. Bukan hanya sekadar imbauan namun regulasinya jelas. “Kepada DPRD dan Gubernur agar memulai mencarikan solusi untuk orang tempatan,” harapnya.
Sementara Direktur PT Femili Karya Abadi Mujiyono menyatakan tenaga tempatan ditempatnya kurang dari 5 persen. Alasan bekerja sama dengan LAM Riau karena ingin mencoba menampung tenaga tempatan 20 persen bagi putra putri Riau asli.
“Selama yang terjadi di lapangan penyerapan kerja di lokal sedikit. Berkeinginan menjalin hubungan baik dengan LAM karena ada tuan rumah disetiap daerah,” ucapnya.(*3/ksm)
Laporan MUSLIM NURDIN, Kota