Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Ini Deretan Aturan Taliban yang Bisa Diberlakukan Lagi

KABUL (RIAUPOS.CO) – Kebangkitan kelompok Taliban ke pucuk kekuasaan Afghanistan seolah membangkitkan mimpi buruk sebagian masyarakat, terutama kaum perempuan di negara tersebut.

Sejak Taliban menggulingkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani dan mengklaim berkuasa lagi pada 15 Agustus, banyak perempuan Afghanistan merasa takut kehidupan dan masa depan mereka akan terkekang lagi seperti saat kelompok itu memerintah 25 tahun lalu.

Pada 1996-2001, Taliban menerapkan berbagai macam aturan yang sangat membatasi wanita dengan dalih menuruti syariat Islam.

Meski Taliban telah berjanji akan memerintah dengan lebih terbuka dan melindungi kaum perempuan, banyak warga Afghanistan yang masih takut dan merasa itu hanya bualan belaka.

Walaupun belum ada kebijakan resmi yang diumumkan Taliban, berikut beberapa aturan yang kemungkinan juga akan tetap diterapkan kelompok itu terhadap kaum perempuan di Afghanistan.

Yang pertama adalah perempuan wajib memakai hijab hingga burkak. Saat berkuasa 30 tahun lalu, Taliban mewajibkan seluruh perempuan mengenakan burkak setiap saat terutama di ruang publik.

Menurut laporan Oxford University Press pada 2000 lalu, salah satu juru bicara Taliban mengatakan wajah wanita merupakan "sumber korupsi bagi pria".

Sejak Taliban kembali berkuasa, jalanan di kota-kota besar, termasuk Ibu Kota Kabul, sepi dari kaum perempuan.

Beberapa perempuan yang berlalu-lalang di jalanan juga terlihat mengenakan cadar dan burkak. Harga burkak di Ibu Kota Kabul juga terus meningkat seiring dengan permintaan yang terus melonjak.

Fanoos Basir, mantan pemain sepak bola perempuan Afghanistan, mengaku takut keluar rumah saat Taliban kembali merebut Kabul.

Basir menuturkan kalaupun terpaksa harus keluar rumah, ia pasti mengenakan burkak yang menutupi ujung kepala, kecuali mata, hingga ujung kakinya.

"Kami punya banyak mimpi untuk negara kami, untuk masa depan kami, untuk masa depan perempuan Afghanistan. Ini mimpi buruk, Taliban akan muncul dan merenggut seluruh Afghanistan," katanya seperti dikutip Reuters.

Taliban sendiri sempat menyatakan bakal memberikan kelonggaran terhadap perempuan terkait penutup. Burkak pun ada kemungkinan tak wajib dikenakan perempuan. Meski demikian, mereka mengindikasikan setiap perempuan tetap harus mengenakan hijab.

Baca Juga:  Pandemi Covid-19, BPMD Batasi Peserta Donor Darah

Di beberapa wilayah, Taliban mengatakan para perempuan hanya bisa pergi dengan wali laki-laki. Artinya mereka harus membawa ayah atau saudara laki-lakinya saat keluar rumah. Kebijakan itu sama seperti yang pernah Taliban terapkan tiga puluh tahun lalu.

Pekan lalu, Taliban memperingatkan perempuan agar tinggal di rumah, sementara mereka mencari sistem yang tepat untuk memastikan keselamatan para perempuan.

Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan imbauan itu keluar karena sebagian milisi kelompoknya belum dilatih untuk tidak melukai perempuan.

"Kami khawatir bahwa pasukan kami yang baru dan belum terlatih dengan baik masih mungkin memperlakukan perempuan dengan tidak baik. Kami tidak ingin pasukan kami membahayakan hingga melukai perempuan," kata Mujahid dalam dalam jumpa pers di  Kabul pada Selasa (25/8/2021).

Taliban mengakui bahwa pasukan keamanannya, "tidak terlatih (dalam) bagaimana berurusan dengan perempuan atau berbicara dengan perempuan." Namun, menurut sejumlah aktivis itu hanyalah lagu lama Taliban untuk mengekang perempuan.

Direktur urusan hak perempuan Human Rights Watch, Heather Barr, mengatakan, Taliban juga menggunakan alasan serupa saat pertama kali berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001.

"Penjelasannya adalah keamanannya belum baik, dan mereka menunggu sampai keamanan lebih baik, baru kemudian perempuan mendapatkan kebebasan," ujar Barr kepada The New York Times.

Meskipun Taliban mengaku mengizinkan perempuan untuk bekerja, namun mereka kabarnya akan menerapkan aturan berbasis syariat Islam yang menyulitkan para pekerja perempuan. Misalnya, pembagian kelas berdasarkan jenis kelamin.

Sejak Taliban mengharuskan wanita berdiam diri di rumah, kelompok itu menyatakan perempuan masih boleh bekerja dari rumah dan tetap mendapatkan gaji.

Salah satu guru bahasa Inggris perempuan yang mengajar di sekolah khusus laki-laki hanya bisa meratapi nasib.

Baca Juga:  Dituding Jadi Orang Ketiga

"Saya tidak tahu, apa yang mereka izinkan untuk saya lakukan," kata perempuan Afghanistan yang menjadi guru sekolah laki-laki yang namanya dilindungi.

Dikutip AFP, ketika Taliban berkuasa 30 tahun lalu, perempuan tidak secara resmi dilarang untuk bekerja. Namun, dalam praktiknya, Taliban kerap mempersulit kaum perempuan untuk mengakses sebagian besar pekerjaan dengan dalih menuruti syariat Islam.

Pekan lalu, juru bicara Taliban di Doha, Sher Mohammad Abbas Stanikzai mengatakan kepada wartawan bahwa perempuan memiliki "hak bawaan" untuk bekerja, belajar dan berpartisipasi dalam politik.

Tapi, dia juga mengatakan dalam sebuah wawancara dengan BBC  bahwa "mungkin tidak ada" tempat bagi perempuan di kabinet pemerintahan Afghanistan masa depan atau jabatan tinggi lainnya.

Untuk saat ini, perempuan tidak punya banyak pilihan selain menunggu dan melihat apa yang akan dilakukan Taliban begitu mereka mengumumkan pemerintahan baru.

Pelarangan lain yang mungkin akan dilakukan adalah musik nonkeagamaan. Meski belum ada instruksi resmi dari pusat, di daerah tertentu larangan mendengarkan musik sudah tergambar.

Pada Jumat (27/8) lalu, seorang penyanyi folk, Fawad Andarabi, tewas di tangan Taliban. Anak penyanyi itu, Jawad, mengaku sang ayah ditembak di kepala oleh kelompok itu.

"Dia tidak bersalah, penyanyi yang menghibur orang," kata Jawad.

Institut Musik Nasional Afghanistan (ANIM) juga tak bisa berkutik di bawah kendali Taliban. Para murid mengembalikan instrumen musik ke sekolah itu karena takut dihukum.

Sejak kejadian Andarabi, sejumlah musisi perempuan semakin takut akan keamanan dan masa depan karier mereka.

Seandainya pun musik-musik bertema keagamaan atau yang dianggap tak mengundang kemaksiatan masih bisa diperbolehkan Taliban, kaum perempuan juga terancam terpinggirkan lagi.

Akan sangat sulit bagi kaum perempuan untuk menjadi penyanyi dibandingkan para lelaki Afghanistan di era Taliban.

Sumber: AFP/Reuters/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

KABUL (RIAUPOS.CO) – Kebangkitan kelompok Taliban ke pucuk kekuasaan Afghanistan seolah membangkitkan mimpi buruk sebagian masyarakat, terutama kaum perempuan di negara tersebut.

Sejak Taliban menggulingkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani dan mengklaim berkuasa lagi pada 15 Agustus, banyak perempuan Afghanistan merasa takut kehidupan dan masa depan mereka akan terkekang lagi seperti saat kelompok itu memerintah 25 tahun lalu.

- Advertisement -

Pada 1996-2001, Taliban menerapkan berbagai macam aturan yang sangat membatasi wanita dengan dalih menuruti syariat Islam.

Meski Taliban telah berjanji akan memerintah dengan lebih terbuka dan melindungi kaum perempuan, banyak warga Afghanistan yang masih takut dan merasa itu hanya bualan belaka.

- Advertisement -

Walaupun belum ada kebijakan resmi yang diumumkan Taliban, berikut beberapa aturan yang kemungkinan juga akan tetap diterapkan kelompok itu terhadap kaum perempuan di Afghanistan.

Yang pertama adalah perempuan wajib memakai hijab hingga burkak. Saat berkuasa 30 tahun lalu, Taliban mewajibkan seluruh perempuan mengenakan burkak setiap saat terutama di ruang publik.

Menurut laporan Oxford University Press pada 2000 lalu, salah satu juru bicara Taliban mengatakan wajah wanita merupakan "sumber korupsi bagi pria".

Sejak Taliban kembali berkuasa, jalanan di kota-kota besar, termasuk Ibu Kota Kabul, sepi dari kaum perempuan.

Beberapa perempuan yang berlalu-lalang di jalanan juga terlihat mengenakan cadar dan burkak. Harga burkak di Ibu Kota Kabul juga terus meningkat seiring dengan permintaan yang terus melonjak.

Fanoos Basir, mantan pemain sepak bola perempuan Afghanistan, mengaku takut keluar rumah saat Taliban kembali merebut Kabul.

Basir menuturkan kalaupun terpaksa harus keluar rumah, ia pasti mengenakan burkak yang menutupi ujung kepala, kecuali mata, hingga ujung kakinya.

"Kami punya banyak mimpi untuk negara kami, untuk masa depan kami, untuk masa depan perempuan Afghanistan. Ini mimpi buruk, Taliban akan muncul dan merenggut seluruh Afghanistan," katanya seperti dikutip Reuters.

Taliban sendiri sempat menyatakan bakal memberikan kelonggaran terhadap perempuan terkait penutup. Burkak pun ada kemungkinan tak wajib dikenakan perempuan. Meski demikian, mereka mengindikasikan setiap perempuan tetap harus mengenakan hijab.

Baca Juga:  Dokter Penyuntik Vaksin kepada Dirinya Gemetar, Jokowi: Mungkin karena Nyuntik Presiden

Di beberapa wilayah, Taliban mengatakan para perempuan hanya bisa pergi dengan wali laki-laki. Artinya mereka harus membawa ayah atau saudara laki-lakinya saat keluar rumah. Kebijakan itu sama seperti yang pernah Taliban terapkan tiga puluh tahun lalu.

Pekan lalu, Taliban memperingatkan perempuan agar tinggal di rumah, sementara mereka mencari sistem yang tepat untuk memastikan keselamatan para perempuan.

Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan imbauan itu keluar karena sebagian milisi kelompoknya belum dilatih untuk tidak melukai perempuan.

"Kami khawatir bahwa pasukan kami yang baru dan belum terlatih dengan baik masih mungkin memperlakukan perempuan dengan tidak baik. Kami tidak ingin pasukan kami membahayakan hingga melukai perempuan," kata Mujahid dalam dalam jumpa pers di  Kabul pada Selasa (25/8/2021).

Taliban mengakui bahwa pasukan keamanannya, "tidak terlatih (dalam) bagaimana berurusan dengan perempuan atau berbicara dengan perempuan." Namun, menurut sejumlah aktivis itu hanyalah lagu lama Taliban untuk mengekang perempuan.

Direktur urusan hak perempuan Human Rights Watch, Heather Barr, mengatakan, Taliban juga menggunakan alasan serupa saat pertama kali berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001.

"Penjelasannya adalah keamanannya belum baik, dan mereka menunggu sampai keamanan lebih baik, baru kemudian perempuan mendapatkan kebebasan," ujar Barr kepada The New York Times.

Meskipun Taliban mengaku mengizinkan perempuan untuk bekerja, namun mereka kabarnya akan menerapkan aturan berbasis syariat Islam yang menyulitkan para pekerja perempuan. Misalnya, pembagian kelas berdasarkan jenis kelamin.

Sejak Taliban mengharuskan wanita berdiam diri di rumah, kelompok itu menyatakan perempuan masih boleh bekerja dari rumah dan tetap mendapatkan gaji.

Salah satu guru bahasa Inggris perempuan yang mengajar di sekolah khusus laki-laki hanya bisa meratapi nasib.

Baca Juga:  Bamsoet: Jokowi Dukung IMI Gelar Kejuaraan Balap Motor Bebek

"Saya tidak tahu, apa yang mereka izinkan untuk saya lakukan," kata perempuan Afghanistan yang menjadi guru sekolah laki-laki yang namanya dilindungi.

Dikutip AFP, ketika Taliban berkuasa 30 tahun lalu, perempuan tidak secara resmi dilarang untuk bekerja. Namun, dalam praktiknya, Taliban kerap mempersulit kaum perempuan untuk mengakses sebagian besar pekerjaan dengan dalih menuruti syariat Islam.

Pekan lalu, juru bicara Taliban di Doha, Sher Mohammad Abbas Stanikzai mengatakan kepada wartawan bahwa perempuan memiliki "hak bawaan" untuk bekerja, belajar dan berpartisipasi dalam politik.

Tapi, dia juga mengatakan dalam sebuah wawancara dengan BBC  bahwa "mungkin tidak ada" tempat bagi perempuan di kabinet pemerintahan Afghanistan masa depan atau jabatan tinggi lainnya.

Untuk saat ini, perempuan tidak punya banyak pilihan selain menunggu dan melihat apa yang akan dilakukan Taliban begitu mereka mengumumkan pemerintahan baru.

Pelarangan lain yang mungkin akan dilakukan adalah musik nonkeagamaan. Meski belum ada instruksi resmi dari pusat, di daerah tertentu larangan mendengarkan musik sudah tergambar.

Pada Jumat (27/8) lalu, seorang penyanyi folk, Fawad Andarabi, tewas di tangan Taliban. Anak penyanyi itu, Jawad, mengaku sang ayah ditembak di kepala oleh kelompok itu.

"Dia tidak bersalah, penyanyi yang menghibur orang," kata Jawad.

Institut Musik Nasional Afghanistan (ANIM) juga tak bisa berkutik di bawah kendali Taliban. Para murid mengembalikan instrumen musik ke sekolah itu karena takut dihukum.

Sejak kejadian Andarabi, sejumlah musisi perempuan semakin takut akan keamanan dan masa depan karier mereka.

Seandainya pun musik-musik bertema keagamaan atau yang dianggap tak mengundang kemaksiatan masih bisa diperbolehkan Taliban, kaum perempuan juga terancam terpinggirkan lagi.

Akan sangat sulit bagi kaum perempuan untuk menjadi penyanyi dibandingkan para lelaki Afghanistan di era Taliban.

Sumber: AFP/Reuters/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari