JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerahkan 10 nama kandidat pimpinan KPK periode 2019 – 2023 kepada Presiden Joko Widodo pada Senin (2/9) sore. Mereka berasal dari beragam latar belakang, mulai dari komisioner KPK, polisi, jaksa, auditor, advokat, dosen, hakim, dan PNS.
Alexander Marwata (Komisioner KPK 2014-2019). Pria yang akrab disapa Alex ini merupakan satu-satunya Komisioner KPK petahana yang lolos hingga seleksi tahap akhir. Dikutip dari www.kpk.go.id, Alex lama berkarir di Badan Pengawas Pembangunan Keuangan (BPKP) yakni sejak 1987 hingga 2011. Setelah sekitar 24 tahun berkiprah di BPKP, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967 itu kemudian banting setir dengan menjadi hakim ad-hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Saat menjalani wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara pada Selasa (27/8) lalu, Alex mengungkap adanya konflik di internal penyidik KPK. Bahkan, selaku pimpinan, Alex mengaku sulit mengakses berita acara pemeriksaan (BAP) dari penyidik.
Irjen Firli Bahuri (Polri). Jenderal bintang dua ini merupakan satu-satunya anggota Korps Bhayangkara yang terpilih masuk 10 besar. Firli saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Pria kelahiran Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada 8 November 1963 ini sebelumnya menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Nama Firli berulang kali mengundang kontroversi. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli sempat dilaporkan lantaran diduga bertemu dengan Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018. Padahal, saat itu KPK tengah melakukan penyelidikan terkait kasus divestasi saham PT Newmont yang diduga terkait dengan TGB.
Tak hanya itu, Firli juga disorot lantaran diduga menerima gratifikasi berupa menginap di hotel selama dua bulan. Saat mengikuti wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK, Firli mengakui pertemuannya dengan TGB. Namun, Firli mengklaim tidak melanggar kode etik terkait pertemuan tersebut.
Namun, Firli mengklaim, dirinya sudah meminta izin kepada pimpinan KPK untuk menghadiri sebuah acara di NTB. Menurutnya, kedatangannya ke NTB untuk memenuhi undangan bermain tenis. Di lapangan tenis itu, Firli bertemu secara tidak sengaja dengan TGB.
Firli mengaku sempat diklarifikasi oleh lima pimpinan KPK terkait pertemuan tersebut pada pertengahan Maret 2019. Setelah proses klarifikasi, Firli mengklaim tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukannya terkait pertemuan dengan TGB.
"Unsurnya tidak ada. Saya tidak berhubungan dengan TGB. Karena yang menghubungi Danrem. Simpulan akhir tidak ada pelanggaran. Bisa ditanya ke Pak Alexander dan Pak Laode," ucap Firli.
Terkait dengan gratifikasi, Firli pun membantahnya. Ia membenarkan pernah menginap di hotel bernama Hotel Grand Legi di Lombok selama kurang lebih dua bulan karena anaknya masih SD sementara dia harus kembali ke Jakarta untuk berdinas. Namun, Firli membantah biaya hotel selama dua bulan itu bukan merupakan bentuk gratifikasi.
I Nyoman Wara (Auditor BPK). I Nyoman Wara merupakan auditor utama investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namanya mencuat saat KPK menangani kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim yang menjerat mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.
Atas permintaan KPK, BPK menghitung kerugian keuangan negara dari megakorupsi tersebut yang mencapai Rp4,58 triliun. Nyoman Wara pun sempat dihadirkan KPK sebagai ahli dalam persidangan dengan terdakwa Syafruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Agustus 2018 silam. Bahkan, Nyoman Wara bersama BPK saat ini sedang menghadapi gugatan perdata yang diajukan Sjamsul melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Tangerang, Banten.
Saat tes wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK, Nyoman Wara pun menjelaskan gugatan perdata yang dihadapinya. Nyoman mengaku gugatan tersebut merupakan hak Sjamsul. Namun, Nyoman menegaskan perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan BPK maupun kehadirannya sebagai ahli di persidangan merupakan tugas sebagai auditor.
Nyoman mengatakan, audit investigasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2017 menunjukkan adanya kerugian negara. Sedangkan untuk audit tahun 2002 dan 2006, Nyoman menyebut tidak ada kerugian negara lantaran audit tersebut merupakan audit kinerja, bukan audit untuk menghitung kerugian negara.
"2002 dan 2006 beda, karena dulu audit kinerja, tapi bukan untuk menghitung kerugian negara, baru tahun 2017 untuk menghitung kerugian negara," jelas Nyoman.
Johanis Tanak (Jaksa). Johanis saat ini menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung. Tanak pernah menjabat sebagai Kajari Karawang dan Kajati Sulawesi Tenggara.
Saat mengikuti wawancara dan uji publik, Johanis Tanak mengaku pernah dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo. Peristiwa itu terjadi saat dirinya menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju yang merupakan Ketua Dewan Penasehat Partai Nasdem Sulawesi Tengah. Saat itu Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung.
Kepada Jaksa Agung, Johannis mengaku menyampaikan kasus Bandjela Paliudju kepada Prasetyo untuk membuktikan integritasnya. Selain soal 'intervensi' Jaksa Agung, Johanis Tanak juga menyebut OTT yang dilakukan KPK bisa menjadi penghalang atau penghambat pembangunan. Investor yang sudah menanamkan investasi besar dalam suatu proyek tiba-tiba terhambat karena adanya OTT.
"Sekiranya OTT yang dikatakan itu kegiatan terencana. OTT itu suatu tindak pidana yang seketika terjadi. Kalau ada dan penyadapan, harusnya disampaikan daripada ditangkap disidik dan diperiksa sehingga menghabiskan uang negara," tegas Tanak.
Lili Pintauli Siregar (Advokat). Lili dikenal sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 dan 2013-2018. Tak lagi mengabdi di LPSK. Ia kemudian mengurus kantor konsultan hukum pribadinya, namun baru jalan beberapa bulan, ia maju sebagai calon pimpinan KPK.
Luthfi K Jayadi (Dosen). Luthfi Jayadi merupakan Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Luthfi dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Kota Malang dan menjadi pendiri Malang Corruption Watch (MCW).
Nawawi Pamolango (Hakim). Nawawi merupakan satu-satunya hakim karier yang masuk 10 besar seleksi Capim KPK periode 2019-2023. Alexander Marwata memang berasal dari unsur hakim. Namun, Alex merupakan hakim adhoc, sementara Nawawi merintis karir sebagai hakim sejak 1988.
Selama 30 tahun berkarier sebagai hakim, lulusan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado itu pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Poso, Wakil Ketua Pengadilan Bandung, Ketua Pengadilan Samarinda, dan Ketua Pengadilan Jakarta Timur. Saat ini, Nawawi menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.
Pria kelahiran Manado, 28 Februari 1962 ini pun telah mengantongi sertifikasi hakim tipikor sejak 2006. Nawawi pernah menangani sejumlah perkara korupsi besar, di antaranya Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, Patrialis Akbar.
Nurul Ghufron (Dosen). Nurul Ghufron tercatat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) Jawa Timur. Ghufron juga kerap menjadi saksi ahli bidang hukum di berbagai persidangan. Sebelum menjadi dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS), pria kelahiran Madura, 22 September 1974 ini juga punya pengalaman sebagai pengacara.
Roby Arya Brata (Pegawai Sekretaris Kabinet). Di antara 10 kandidat yang lolos seleksi, Roby Arya mungkin yang paling berpengalaman mengikuti seleksi Capim KPK. Roby Arya yang kini menjabat Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet (Setkab), telah dua kali ikut seleksi Pimpinan KPK yakni pada 2014 dan seleksi pimpinan KPK periode 2015-2019, namun gagal.
Tak putus asa, Roby kembali ikut seleksi menjadi Penasihat KPK dan lagi-lagi gagal. Sebelum mengikuti seleksi Capim KPK periode 2019-2023, Roby mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi Sekjen KPK. Namun, gagal kembali.
Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan). Sigit saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sigit diketahui pernah menjadi anggota pelaksana Tim Reformasi Perpajakan yang dibentuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2016 silam.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi