Di salah satu lembaga pendidikan setingkat Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) di Duri, Kabupaten Bengkalis, Susanti dan empat orang guru lainnya bekerja penuh waktu berasas keikhlasan. Mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama sejak dini kepada siswa merupakan tugas mulia yang dilakoni, meski upah jauh dari harapan.
Laporan: EKA GUSMADI PUTRA (Duri)
Potret haru ini sudah dilakoni Susanti, AMa (46) selama delapan tahun terakhir ini. Guru MDA sekaligus tenaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini tetap gigih di tengah minimnya pendapatan dari hasil mengajarnya saban hari.
Meski demikian, semboyan "Ikhlas Beramal" yang dipakai Kementerian Agama (Kemenag) memang sudah terpatri sejak dulu dibenaknya. Lantaran dia tahu bahwa terjun ke dunia pendidikan merupakan suatu pengabdian.
"Kalau dihitung gaji memang tidak sebanding, tapi namanya guru, ini adalah pengabdian demi masa depan anak bangsa," kata Susanti, mengawali perbincangan kepada Riau Pos, Jumat (1/5).
Setiap hari, Susanti bersama empat orang tenaga pendidik lain yang bernasib sama melakoni profesi sebagai guru MDA dan PAUD di Yayasan Miftahul Huda, kilometer 9 Desa Air Kulim, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis.
Di situ mereka mendidik anak-anak yang masih usia di bawah Taman Kanak-kanak di pagi hari. Sorenya, para guru termasuk Susanti itu kembali mengajar para siswa MDA. Sejak awal terjun ke dunia pendidikan, Susanti memang tak pernah berpikir soal upah. Menurutnya, menjadi guru adalah jalan hidup dan sesuatu pilihan yang mesti dijalani dengan keikhlasan.
Sebelum hijrah ke tanah Melayu Riau 2012 silam, Susanti memang sudah melakoni profesi sebagai guru di lembaga pendidikan di kampungnya Binjai, Sumatera Utara. Di sana, selama 14 tahun dirinya sudah mengabdi sebagai guru agama Islam. Mengajar baca tulis Arab, dan Iqra hingga Alquran menjadi rutinitas selama menjadi guru.
Sampai ke Riau, dia dipercaya masyarakat untuk mengelola lembaga pendidikan yang berdiri atas swadaya masyarakat, yaitu PAUD dan MDA di lingkungan setempat. Hari demi hari dilalui, sekolah yang awalnya hampir tutup tersebut berhasil disulapnya kembali hidup.
Sebab, selain sebagai guru, dia juga bersosialisasi kepada warga lainnya agar bisa bahu membahu menghidupkan dan memberdayakan lembaga pendidikan di wilayahnya. "Jadi saya juga bersosialisasi kepada warga. Alhamdulillah banyak warga yang anaknya disekolahkan di sini dan mendukung lembaga pendidikan ini," katanya.
Sejak enam tahun sebelumnya, beruntung ibu empat anak ini diangkat menjadi tenaga honorer daerah di Kemenag Kabupaten Bengkalis untuk tingkat MDA. Namun jika ditaksir soal gaji memang itu jauh dari angka layak. Susanti dan para tenaga honor lain hanya mendapatkan Rp700 ribu per bulan.
Dan gaji tersebut ditransfer ke rekening para guru honorer daerah masing-masing per tiga sampai empat bulan sekali. "Iya, gajiannya tiga sampai empat bulan sekali," ujarnya.
Apalagi, katanya, saat ini karena pandemi corona, pencairan gaji guru honor daerah MDA tersendat dan belum juga terealisasi. Saat ini, seluruh aktivitas sekolah sudah sebulan terakhir diliburkan.
Para guru MDA dan PAUD tersebut merupakan salah satu yang terdampak Covid-19. Guru tanpa tanda jasa ini berharap wabah tersebut dapat segera berlalu dan aktivitas belajar mengajar bisa kembali normal.
Ya, Covid-19 tak hanya membuat kegiatan belajar mengajar tidak normal dan berdampak buat perekonomian guru. Tapi, peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2020 yang jatuh, Sabtu (2/5) ini juga menjadi hampa dan tak dirayakan.
Kemendikbud mengimbau setiap satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, tidak mengadakan aktivitas peringatan Hardiknas 2020 seperti upacara.(*1)