Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Masyarakat Menggugat Aturan Penunjukan Plt Kepala Daerah oleh Pusat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aturan penunjukan pelaksana tugas kepala daerah oleh Pemerintah Pusat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (2/3/2022).

Permohonan itu didaftarkan oleh dua perwakilan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eny Rochayati dan Komarudin bersama tujuh orang yang berasal dari berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dengan Kuasa hukum dari kantor hukum Lokataru Law and Human Right Office.

"Hari ini Rabu, 2 Maret 2022, dua orang anggota Jaringan Rakyat Miskin Kota yaitu Eny Rochayati dan Komarudin bersama tujuh orang yang berasal dari berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dengan Kuasa hukum dari kantor hukum Lokataru Law and Human Right Office, mendaftarkan permohonan uji materi terkait pasal pengangkatan kepala daerah ke MK," kata Koordinator JRMK Minawati dalam keterangan tertulisnya.

Minawati menjelaskan, UU No 10 tahun 2016 mengatur bahwa daerah-daerah yang seharusnya menyelenggarakan Pilkada di 2022 dan 2023 akan melaksanakannya pada 2024. Untuk mengisi kekosongan jabatan, diangkatlah Penjabat Kepala Daerah oleh Pemerintah Pusat.

Baca Juga:  Komisi III Dorong Kejagung Terapkan Restorative Justice

Menurutnya, hal itu bertentangan dengan hak otonomi daerah. Selain itu, pemilihan penjabat kepala daerah oleh pusat juga dapat mencederai demokrasi.
 
"Hal itulah yang JRMK tengarai sebagai kudeta dari pemerintah pusat terhadap otonomi daerah atau demokrasi," ujar dia.

Pihaknya menilai keberadaan Pasal 201 ayat (9) beserta penjelasannya, ayat (10), dan ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 merugikan hak konstitusional Eny Rochayati dan Komarudin, juga masyarakat banyak yang memiliki hak untuk memilih kepala daerah.

Hak tersebut, kata Minawati, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan melanggar prinsip kedaulatan ada di tangan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Minawaji menuturkan Eny dan Komarudin adalah dua warga Jakarta tinggal di wilayah yang sudah terbentuk permukiman selama puluhan tahun tapi belum disertai dengan jaminan kepastian keamanan bermukim.

Tempat tinggal mereka berdua beserta tetangganya rawan terjadi pembongkaran paksa. Pilkada bagi Eny dan Komarudin dapat dimanfaatkan untuk mencari solusi yang juga dapat mengakomodir hak dan kepentingan mereka.

Baca Juga:  Penyuluh Anti-Korupsi

"Eny Rochayati dan Komarudin aktif memanfaatkan momentum pemilihan kepala daerah (pilkada, red) untuk memasukkan aspirasi mereka ke kandidat kepala daerah yang mencalonkan diri," ujarnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya, Eny Rochayati dan Komarudin dalam petitumnya meminta kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar memutuskan bahwa pasal-pasal tersebut di atas dinyatakan "konstitusional bersyarat" sepanjang dimaknai:

Pertama, ada ketentuan mengenai mekanisme pengisian Penjabat Kepala Daerah yang demokratis; kedua, calon Penjabat Kepala Daerah memiliki legitimasi dan penerimaan yang paling tinggi dari masyarakat; ketiga, ada ketentuan yang jelas mengatur persyaratan-persyaratan sejauh mana peran, tugas, dan kewenangan dari Penjabat Kepala Daerah.

Kemudian keempat, dapat memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang sedang menjabat dan/atau habis masa baktinya pada tahun 2022 dan 2023; kelima, bukan berasal dari kalangan kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia; dan keenam, independen dan bukan merupakan representasi kepentingan politik tertentu dari presiden atau Pemerintah Pusat.

Sumber: JPNN/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aturan penunjukan pelaksana tugas kepala daerah oleh Pemerintah Pusat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (2/3/2022).

Permohonan itu didaftarkan oleh dua perwakilan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eny Rochayati dan Komarudin bersama tujuh orang yang berasal dari berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dengan Kuasa hukum dari kantor hukum Lokataru Law and Human Right Office.

- Advertisement -

"Hari ini Rabu, 2 Maret 2022, dua orang anggota Jaringan Rakyat Miskin Kota yaitu Eny Rochayati dan Komarudin bersama tujuh orang yang berasal dari berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dengan Kuasa hukum dari kantor hukum Lokataru Law and Human Right Office, mendaftarkan permohonan uji materi terkait pasal pengangkatan kepala daerah ke MK," kata Koordinator JRMK Minawati dalam keterangan tertulisnya.

Minawati menjelaskan, UU No 10 tahun 2016 mengatur bahwa daerah-daerah yang seharusnya menyelenggarakan Pilkada di 2022 dan 2023 akan melaksanakannya pada 2024. Untuk mengisi kekosongan jabatan, diangkatlah Penjabat Kepala Daerah oleh Pemerintah Pusat.

- Advertisement -
Baca Juga:  Yang Kuat di Batang Nilo

Menurutnya, hal itu bertentangan dengan hak otonomi daerah. Selain itu, pemilihan penjabat kepala daerah oleh pusat juga dapat mencederai demokrasi.
 
"Hal itulah yang JRMK tengarai sebagai kudeta dari pemerintah pusat terhadap otonomi daerah atau demokrasi," ujar dia.

Pihaknya menilai keberadaan Pasal 201 ayat (9) beserta penjelasannya, ayat (10), dan ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 merugikan hak konstitusional Eny Rochayati dan Komarudin, juga masyarakat banyak yang memiliki hak untuk memilih kepala daerah.

Hak tersebut, kata Minawati, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan melanggar prinsip kedaulatan ada di tangan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Minawaji menuturkan Eny dan Komarudin adalah dua warga Jakarta tinggal di wilayah yang sudah terbentuk permukiman selama puluhan tahun tapi belum disertai dengan jaminan kepastian keamanan bermukim.

Tempat tinggal mereka berdua beserta tetangganya rawan terjadi pembongkaran paksa. Pilkada bagi Eny dan Komarudin dapat dimanfaatkan untuk mencari solusi yang juga dapat mengakomodir hak dan kepentingan mereka.

Baca Juga:  Aturan SKB 4 Menteri, Ekstrakurikuler dan Kantin Dibolehkan Lagi

"Eny Rochayati dan Komarudin aktif memanfaatkan momentum pemilihan kepala daerah (pilkada, red) untuk memasukkan aspirasi mereka ke kandidat kepala daerah yang mencalonkan diri," ujarnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya, Eny Rochayati dan Komarudin dalam petitumnya meminta kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar memutuskan bahwa pasal-pasal tersebut di atas dinyatakan "konstitusional bersyarat" sepanjang dimaknai:

Pertama, ada ketentuan mengenai mekanisme pengisian Penjabat Kepala Daerah yang demokratis; kedua, calon Penjabat Kepala Daerah memiliki legitimasi dan penerimaan yang paling tinggi dari masyarakat; ketiga, ada ketentuan yang jelas mengatur persyaratan-persyaratan sejauh mana peran, tugas, dan kewenangan dari Penjabat Kepala Daerah.

Kemudian keempat, dapat memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang sedang menjabat dan/atau habis masa baktinya pada tahun 2022 dan 2023; kelima, bukan berasal dari kalangan kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia; dan keenam, independen dan bukan merupakan representasi kepentingan politik tertentu dari presiden atau Pemerintah Pusat.

Sumber: JPNN/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari