Predator Anak Beraksi melalui Game Online

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – GAME online mulai digunakan predator anak mencari mangsa. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim mengungkap kasus pelecehan seksual anak yang menggunakan Free Fire untuk memperdaya anak membuat video porno. Pelaku bernama Rz alias S berusia 21 tahun diduga telah mengelabui sebelas anak untuk membuat rekaman diri tanpa busana.

Kasubdit V Dittipid Siber Bareskrim Kombespol Hutagaol menuturkan, pelaku memulai aksinya dengan bermain game battle royal tersebut dengan menunggu mendapat teman tim anak perempuan. Saat bermain itulah pelaku mulai membujuk rayu dan meminta nomor WhatsApp.

- Advertisement -

"Dengan mendapatkan nomor WA, pelaku melakukan komunikasi lebih lanjut," urainya.

Salah satu bujuk rayunya dengan menawari korban uang game online Free Fire, diamond. Uang game online sebanyak 500-600 diamond akan dikirim ke akun korban bila mau untuk membuat video tanpa busana.

- Advertisement -

"Melalui WA, pelaku juga melakukan ancaman bila tidak termakan bujuk rayunya," jelasnya.

Pelaku mengancam akan merebut dan menghapus akun game online milik korban. Melalui WA juga, pelaku mengajak melakukan video call sex (VCS). "Janji dan ancaman itu yang digunakan pelaku," terangnya.

Dengan perbuatannya, S yang ditangkap 9 Oktober lalu dijerat pasal berlapis, Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku terancaman hukum penjara maksimal 15 tahun.

"Pelaku telah menjadi tersangka," jelasnya.   

Selama mencari mangsa melalui Free Fire, S diduga telah menyasar sebelas anak perempuan. Korban berusia antara 9 tahun hingga 17 tahun dan berasal dari berbagai wilayah, di antaranya Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

"Sudah ada empat anak yang diketahui identitasnya dan masih pemeriksaan," urainya.

Untuk tujuh anak lainnya, Bareskrim masih berupaya untuk menemukannya. Dia mengatakan, kasus ini berawal dari orang tua yang menemukan video anaknya yang telah dihapus. Setelah melaporkan ke Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (KPPI), dilanjutkan dengan laporan KPAI ke Bareskrim. "Peran orang tua begitu penting," tegasnya.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Ahmad Ramadan mengatakan, kejahatan seksual anak melalui game online ini menjadi peringatan bagi setiap orang tua. Aktivitas anak di dunia maya harus benar-benar diawasi. "Untuk melindungi anak," urainya.

Pengawasan terhadap akvitias dunia maya anak akan mampu untuk mencegah kejadian tidak diinginkan. Jangan sampai anak menjadi korban pelecehan seksual melalui internet.

"Atau malah jadi pelaku," terangnya.

Pada bagian lain, Asisten Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Robert Parlindungan menunjukkan fakta mengejutkan. Menurutnya, kasus kekerasan kepada anak saat pandemi mengalami peningkatan.

"Kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap anak," tegasnya.(idr/ted)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – GAME online mulai digunakan predator anak mencari mangsa. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim mengungkap kasus pelecehan seksual anak yang menggunakan Free Fire untuk memperdaya anak membuat video porno. Pelaku bernama Rz alias S berusia 21 tahun diduga telah mengelabui sebelas anak untuk membuat rekaman diri tanpa busana.

Kasubdit V Dittipid Siber Bareskrim Kombespol Hutagaol menuturkan, pelaku memulai aksinya dengan bermain game battle royal tersebut dengan menunggu mendapat teman tim anak perempuan. Saat bermain itulah pelaku mulai membujuk rayu dan meminta nomor WhatsApp.

"Dengan mendapatkan nomor WA, pelaku melakukan komunikasi lebih lanjut," urainya.

Salah satu bujuk rayunya dengan menawari korban uang game online Free Fire, diamond. Uang game online sebanyak 500-600 diamond akan dikirim ke akun korban bila mau untuk membuat video tanpa busana.

"Melalui WA, pelaku juga melakukan ancaman bila tidak termakan bujuk rayunya," jelasnya.

Pelaku mengancam akan merebut dan menghapus akun game online milik korban. Melalui WA juga, pelaku mengajak melakukan video call sex (VCS). "Janji dan ancaman itu yang digunakan pelaku," terangnya.

Dengan perbuatannya, S yang ditangkap 9 Oktober lalu dijerat pasal berlapis, Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku terancaman hukum penjara maksimal 15 tahun.

"Pelaku telah menjadi tersangka," jelasnya.   

Selama mencari mangsa melalui Free Fire, S diduga telah menyasar sebelas anak perempuan. Korban berusia antara 9 tahun hingga 17 tahun dan berasal dari berbagai wilayah, di antaranya Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

"Sudah ada empat anak yang diketahui identitasnya dan masih pemeriksaan," urainya.

Untuk tujuh anak lainnya, Bareskrim masih berupaya untuk menemukannya. Dia mengatakan, kasus ini berawal dari orang tua yang menemukan video anaknya yang telah dihapus. Setelah melaporkan ke Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (KPPI), dilanjutkan dengan laporan KPAI ke Bareskrim. "Peran orang tua begitu penting," tegasnya.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Ahmad Ramadan mengatakan, kejahatan seksual anak melalui game online ini menjadi peringatan bagi setiap orang tua. Aktivitas anak di dunia maya harus benar-benar diawasi. "Untuk melindungi anak," urainya.

Pengawasan terhadap akvitias dunia maya anak akan mampu untuk mencegah kejadian tidak diinginkan. Jangan sampai anak menjadi korban pelecehan seksual melalui internet.

"Atau malah jadi pelaku," terangnya.

Pada bagian lain, Asisten Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Robert Parlindungan menunjukkan fakta mengejutkan. Menurutnya, kasus kekerasan kepada anak saat pandemi mengalami peningkatan.

"Kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap anak," tegasnya.(idr/ted)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya