JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari makin kuat. Bahkan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah menyurati Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka meminta Ke-jagung membuka diri dengan melibatkan KPK.
"Agar Kejagung menerima dengan tulus dan tangan terbuka atas kehadiran KPK dalam menjalankan tugas supervisi dan koordinasi," ungkap Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Untuk membuktikan Kejagung tidak punya beban dalam menyidik Pinangki, Boyamin menyatakan, bila perlu KPK mengambil alih proses hukumnya. "Harus bersedia diambil alih penanganan perkara aquo apabila KPK menghendakinya," jelas dia.
Sebagai lembaga penegak hukum yang berkonsentrasi menangani kasus korupsi, Boyamin yakin, KPK mampu. Aturan dan ketentuan yang berlaku juga sudah membolehkan KPK mengambil alih penanganan kasus tersebut. Kejagung juga bisa menghadirkan KPK untuk membantu mereka terkait alat bukti elektronik. Baik itu sadapan maupun rekaman dari operator jaringan telepon seluler. Sebab, kata Boyamin, hanya KPK yang mempunyai wewenang untuk mendapat sadapan atau rekaman provider telepon seluler untuk dijadikan alat bukti.
"Bantuan KPK terkait hasil sadapan atau rekaman dapat digunakan penyidik Kejagung," beber dia.
Dengan begitu, mereka lebih mudah mengembangkan pengusutan kasus Pinangki. Itu penting mengingat kasus Pinangki bisa saja menyeret nama-nama lain. Dia menyebut saksi AIJ. Menurut Boyamin, saksi tersebut sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka. Boyamin memang tidak bersedia membuka nama lengkap AIJ. Namun, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung sudah pernah memanggil seorang saksi bernama Andi Irfan Jaya. Menurut Kejagung, saksi tersebut merupakan teman dekat Pinangki. Sedangkan informasi yang diterima MAKI, saksi itu turut memfasilitasi Pinangki mendapatkan hadiah atau janji dari Djoko Tjandra.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menyampaikan bahwa penyidik JAM Pidsus Kejagung tidak bisa diintervensi. Apalagi terkait penetapan tersangka. Namun, dia membenarkan bahwa Andi Irfan Jaya pernah diperiksa. "Total jumlah saksi sampai dengan hari ini (kemarin, red) sekitar 12 orang," ungkap Kapuspenkum Kejagung.
Kemarin, lanjut dia, pihaknya memeriksa tujuh saksi terkait kasus Pinangki. Termasuk di antaranya Djoko Tjandra yang juga sudah menjadi tersangka. Selain itu, Anita Kolopaking juga diperiksa. Pun demikian dengan sopir Pinangki.
"Tentu pemeriksaan terhadap orang-orang tadi dikaitkan dengan pasal sangkaan terhadap para tersangka. Yakni, penerima suap serta pemberi suap," jelasnya
Terkait kerja sama dengan KPK, Hari memastikan, pihaknya akan terbuka. "Untuk menjawab keraguan publik, pasti kami akan koordinasi dan supervisi," kata dia.
Kejagung pun memastikan, saat kasus Pinangki naik ke penuntutan, pihaknya akan berkoordinasi dengan KPK. "Jika perlu akan dilakukan gelar perkara dengan mengundang kawan-kawan kami dari KPK," tegasnya.
Lebih lanjut, Hari menyatakan, penyidikan kasus Pinangki tidak lantas membuat instansinya abai terhadap persoalan lain. Meski masih dalam proses penyelidikan oleh Polri, Kejagung sudah mulai membuat gambaran kerugian pascakebakaran di kantor Jaksa Agung.
Menurut perhitungan awal mereka, kerugian yang harus ditanggung lebih dari Rp1 triliun.
"Total diperkirakan Rp1.118.549.352.829. Itu perkiraan sementara," imbuhnya.
Sementara itu, rencana Kejagung mengenakan pasal pemufakatan jahat terhadap Pinangki ditanggapi Komisi III DPR. Menurut anggota Komisi III Wihadi Wiyanto, penyidik Kejagung kurang tepat jika mengenakan pasal tersebut sebagai yang utama. Wihadi menyebutkan, sah-sah saja jika Kejagung melihat kemungkinan pengenaan pasal pemufakatan jahat atas aksi Pinangki. Tetapi, dia khawatir hal itu malah mengaburkan kejahatan inti yang dilakukan, yakni dugaan tindak pidana korupsi pasal penyuapan.
"Ya, kalau Kejagung menetapkan pasal pemufakatan boleh saja. Tapi, hanya menjadi pasal tambahan, bukan pasal utama yang mengaburkan permasa-lahan awal penyuapan terhadap aparat negara yang dilakukan Djoko Tjandra," jelas Wihadi secara tertulis kemarin.(deb/syn/c10/oni/jpg)