Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Hadir di Semua Platform

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Menjadi content creator pada dasarnya adalah memproduksi konten agar dapat diterima masyarakat.  Agar diterima khalayak luas dan segmen yang beragam, content creator harus hadir di semua platform media sosial yang ada.

Megi Irawan, konten kreator yang kerap menghasilkan karya komedi dan parodi menyebut tiap medsos memiliki karakternya masing-masing. Itu yang membuat konten kreator tak boleh hanya eksis di satu medsos saja. "Tiap medsos beda market-nya," kata dia pada Riau Pos, Sabtu (31/7).

Dari pengalamannya aktif menjadi konten kreator sejak tahun 2014, tiap medsos memiliki pengguna sendiri-sendiri. "Twitter itu aku lebih suka bercerita lewat twitter. Tapi aku tetap upload video juga di sana.  Sempat viral video masak sampai berapa juta tayangan," terangnya.

Sedangkan Instagram memiliki kemiripan dengan TikTok. "IG kurang lebih sama dengan TikTok, cuma TikTok algoritmanya sudah beda. IG itu yang nonton itu sudah ada dari follower. Kalau mereka yang ngeshare jadi tambah banyak," ututrnya.

Baca Juga:  Hubungan Makin Tegang, Amerika Usir 24 Diplomat Rusia

Sementara Facebook meski kerap dicap sebagai medsosnya orang tua juga tak boleh ditinggalkan. "Facebook yang nonton orangnya beda, dia kadang ada yang tidak aktif di IG. Facebook ini lebih loyal, dapat penonton loyal kita. Aku gak terlalu dekat dengan follower-ku di TikTok. Aku dekat dengan follower-ku di IG, FB dan twitter," ungkapnya.

Lain cerita Reza Dwiyanda yang viral dengan konten memasak dan kucing di TikTok. Dia menyebut awalnya malah dikenal duluan di Twitter. "Intinya hadir di semua platform. Aku awalnya di twitter, meledak di sana  pindah ke IG. Di twitter itu cepat engagement-nya," jelasnya.

Pada platform yang digunakan juga kata dia, masing-masing medsos berbeda pula model konten yang dihasilkan. "Video jangan terlalu panjang, di IG dan TikTok jangan lebih dari 3 menit. Kalau panjang di YouTube. TikTok lebih susah ditebak algoritmanya. Aku di TikTok pernah sampai 22 juta tayangnya," terangnya.

Baca Juga:  Bareskrim Sita Uang Rp173 Miliar dari Kasus Korupsi PLN

Jika membuat video dengan durasi yang panjang juga, harus memiliki alur cerita yang jelas, dan tidak membosankan. "Kalau bikin video panjang alurnya jangan membosankan. Sudah tahu apa konsepnya dan urutan gambarnya yang mau diambil.  IG dan TikTok itu videonya juga lebih ke portrait," urainya.

Untuk engagement, konten kreator sebaiknya produktif dalam berkarya. Artinya, selalu ada karya baru setiap harinya. "Hestek (tanda pagar, red) udah gak terlalu penting dan berpengaruh. Intinya konsisten. Kalau bisa sehari ada satu dua video diunggah. Jangan bolong-bolong," katanya.(ali)

 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Menjadi content creator pada dasarnya adalah memproduksi konten agar dapat diterima masyarakat.  Agar diterima khalayak luas dan segmen yang beragam, content creator harus hadir di semua platform media sosial yang ada.

Megi Irawan, konten kreator yang kerap menghasilkan karya komedi dan parodi menyebut tiap medsos memiliki karakternya masing-masing. Itu yang membuat konten kreator tak boleh hanya eksis di satu medsos saja. "Tiap medsos beda market-nya," kata dia pada Riau Pos, Sabtu (31/7).

- Advertisement -

Dari pengalamannya aktif menjadi konten kreator sejak tahun 2014, tiap medsos memiliki pengguna sendiri-sendiri. "Twitter itu aku lebih suka bercerita lewat twitter. Tapi aku tetap upload video juga di sana.  Sempat viral video masak sampai berapa juta tayangan," terangnya.

Sedangkan Instagram memiliki kemiripan dengan TikTok. "IG kurang lebih sama dengan TikTok, cuma TikTok algoritmanya sudah beda. IG itu yang nonton itu sudah ada dari follower. Kalau mereka yang ngeshare jadi tambah banyak," ututrnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Hubungan Makin Tegang, Amerika Usir 24 Diplomat Rusia

Sementara Facebook meski kerap dicap sebagai medsosnya orang tua juga tak boleh ditinggalkan. "Facebook yang nonton orangnya beda, dia kadang ada yang tidak aktif di IG. Facebook ini lebih loyal, dapat penonton loyal kita. Aku gak terlalu dekat dengan follower-ku di TikTok. Aku dekat dengan follower-ku di IG, FB dan twitter," ungkapnya.

Lain cerita Reza Dwiyanda yang viral dengan konten memasak dan kucing di TikTok. Dia menyebut awalnya malah dikenal duluan di Twitter. "Intinya hadir di semua platform. Aku awalnya di twitter, meledak di sana  pindah ke IG. Di twitter itu cepat engagement-nya," jelasnya.

Pada platform yang digunakan juga kata dia, masing-masing medsos berbeda pula model konten yang dihasilkan. "Video jangan terlalu panjang, di IG dan TikTok jangan lebih dari 3 menit. Kalau panjang di YouTube. TikTok lebih susah ditebak algoritmanya. Aku di TikTok pernah sampai 22 juta tayangnya," terangnya.

Baca Juga:  Bareskrim Sita Uang Rp173 Miliar dari Kasus Korupsi PLN

Jika membuat video dengan durasi yang panjang juga, harus memiliki alur cerita yang jelas, dan tidak membosankan. "Kalau bikin video panjang alurnya jangan membosankan. Sudah tahu apa konsepnya dan urutan gambarnya yang mau diambil.  IG dan TikTok itu videonya juga lebih ke portrait," urainya.

Untuk engagement, konten kreator sebaiknya produktif dalam berkarya. Artinya, selalu ada karya baru setiap harinya. "Hestek (tanda pagar, red) udah gak terlalu penting dan berpengaruh. Intinya konsisten. Kalau bisa sehari ada satu dua video diunggah. Jangan bolong-bolong," katanya.(ali)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari