Tapera Pekerja Swasta dan Mandiri Berlaku di 2027

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Beragam kritik menghajar keras rencana penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Di antaranya, sifat wajibnya termasuk kepada karyawan swasta, hitung-hitungan angkanya yang tidak masuk, kecurigaan bakal jadi ladang korupsi baru, serta sangat minimnya sosialisasi. Kalangan pengusaha maupun pekerja/buruh sudah secara terbuka menyatakan menolak Tapera.

Namun, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri memastikan untuk pekerja di luar ASN, TNI, dan Polri alias pekerja swasta dan pekerja mandiri tidak ada potongan Tapera sampai dengan 2027. ’’Karena masih akan berlaku nanti di 2027,’’ katanya dalam jumpa pers di kantor staf presiden di Jakarta, Jumat (31/5). Indah mengakui bahwa pemerintah belum mengenalkan program Tapera secara luas kepada masyarakat. Jadi, menurutnya wajar pekerja dan pengusaha masih menolak karena belum kenal. ’’Terkait dengan penolakan, ini kan tak kenal maka tak sayang,’’ ujarnya.

- Advertisement -

Pada waktunya, Kementerian Ketenagakerjaan akan menerbitkan peraturan lebih teknis terkait dengan tabungan di Tapera tersebut. Dia mengatakan, secara umum, aturan yang berlaku setiap pekerja berhak mendapatkan fasilitas kesejahteraan. Termasuk di antaranya adalah fasilitas hunian.

Apindo Minta Kaji Ulang
Polemik Tapera turut mendorong Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang implementasi iuran tersebut.

- Advertisement -

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengungkapkan, dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja. Khususnya untuk ketersediaan perumahan.

Namun, PP No 21/2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo dinilai sebagai duplikasi program existing manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program jaminan hari tua (JHT) BP Jamsostek. ’’Sehingga kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” ucap Shinta.

Menurut dia, pemerintah dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Aset JHT sebesar Rp 460 triliun bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja. ”Saat ini ada JHT yang 30 persen dananya itu sudah bisa dimanfaatkan untuk layanan tambahan. Dan, itu bisa dipakai untuk beli rumah,” bebernya.

Menurut dia, ketentuan Tapera mengharuskan masyarakat menabung untuk membiayai proyek perumahan rakyat sebesar 3 persen dari upah/pendapatan dan pemberi kerja harus menanggung 0,5 persen cukup memberatkan.

Padahal, para pekerja dan pemberi kerja juga masih dibebani sejumlah kewajiban iuran lainnya. Seperti PPH 21 sebesar 5–35 persen sesuai dengan penghasilan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan (JHT) sebesar 5,7 persen yang ditanggung perusahaan 3,7 persen dan pekerja 2 persen.

Belum lagi BPJS Kesehatan dengan besar potongan 5 persen, yang jadi tanggungan perusahaan 4 persen dan pekerja 1 persen. Serta jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM). ”Yang menjadi polemik di sini bahwa Tapera adalah sebuah tabungan, itu konsepnya dijadikan penambahan iuran untuk program jaminan sosial. Di mana sebenarnya, kita sudah punya program jaringan sosial yang juga cover perumahan rakyat,” jelas Shinta.

Trauma Megakorupsi Asabri
Teknis pelaksanaan Tapera didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) 21/2004 yang menggantikan PP 25/2020. Undang-Undang Tapera sendiri lahir pada 2016.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menambahkan, dalam rentang sampai dengan 2027 itu, pemerintah akan menyosialisasikan Tapera dengan baik kepada masyarakat. Selain itu, terus memperkuat pengawasan pengelolaan dana masyarakat di BP Tapera.

Dia memahami ada kekhawatiran di masyarakat, jangan-jangan terulang kasus seperti di Asabri (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Angkatan Bersenjata Republik Indonesia nama lama Tentara Nasional Indonesia. Kasus korupsi pengelolaan Asabri merugikan negara sampai Rp 22,7 triliun.

Moeldoko mengatakan, ketika kasus penyelewengan investasi di Asrabri mencuat, dirinya menjabat panglima TNI. ’’(Saat kasus) Asabri waktu itu saya jadi panglima TNI. Saya sentuh saja tidak bisa. Menempatkan orang saja juga tidak bisa,’’ katanya.

Dengan kata lain, meskipun sebagai panglima TNI, dia tidak bisa ikut campur dan mengetahui investasi dana di Asabri. ’’Sedangkan di Tapera, nanti yang duduk sebagai komite adalah beberapa menteri, termasuk komisioner OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga pengawasannya lebih kuat,” kata Moeldoko.

Mengutip laman resmi BP Tapera, anggota komite Tapera terdiri atas Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dan anggota Dewan Komisioner OJK Frederica Widyasari Dewi.

Di tengah polemik itu, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) akhirnya angkat suara. Mereka mengklaim tabungan di Tapera itu prinsipnya gotong royong supaya bisa menghadirkan bunga KPR rendah untuk masyarakat yang belum punya rumah.

Dalam jumpa pers di kantor staf presiden di Jakarta kemarin (31/5), Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho secara khusus menyebut, berdasar analisis indeks keterjangkauan harga rumah, saat ini masyarakat sulit menjangkau hunian. Sehingga ada 9,9 juta lebih keluarga yang belum punya rumah.

Dia menjelaskan, pemerintah memang sudah memiliki program FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk pengadaan rumah murah. Tetapi, Heru mengatakan, kemampuan APBN untuk FLPP hanya 250 ribu unit setiap tahun. ’’Di sisi lain, setiap tahun ada 700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru,’’ katanya.

Jadi, jika hanya mengandalkan FLPP, tidak akan bisa mengejar pemenuhan kebutuhan rumah. Karena itu, dibuatlah skema Tapera. Dengan semangat gotong royong. Termasuk oleh pekerja yang sejatinya sudah memiliki rumah.

Heru mengatakan, dengan sistem gotong royong melalui Tapera, fasilitas KPR untuk pekerja yang membutuhkan rumah bisa rendah. Yaitu, 5 persen per tahun. Jauh di bawah suku bunga KPR umum yang rata-rata di angka 11 persen per tahun.

Dia lantas menyajikan simulasi KPR rumah antara Tapera dan KPR umum. Hitungan akhirnya, KPR lewat Tapera bisa menghemat antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per tahun. ’’Penghematan itu bisa digunakan untuk keperluan lain,’’ katanya.

Selain itu, Heru menjelaskan keunggulan Tapera, yakni peserta yang mengambil KPR juga tetap harus menabung yang 3 persen dari gaji itu. Jadi, setiap bulan mereka membayar cicilan KPR ditambah tabungan Tapera. Saat cicilan sudah selesai dan pekerja pensiun, akan mendapatkan uang tabungan beserta hasil pengelolaannya.

Dia menegaskan bahwa yang wajib mengikuti program Tapera itu adalah pekerja dengan gaji UMR ke atas. Pekerja non-MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) diakui memang hanya mendapatkan fasilitas pengembalian uang tabungan beserta hasil pengelolaannya.(wan/han/c6/ttg/jpg)






Reporter: Redaksi Riau Pos Riau Pos

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Beragam kritik menghajar keras rencana penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Di antaranya, sifat wajibnya termasuk kepada karyawan swasta, hitung-hitungan angkanya yang tidak masuk, kecurigaan bakal jadi ladang korupsi baru, serta sangat minimnya sosialisasi. Kalangan pengusaha maupun pekerja/buruh sudah secara terbuka menyatakan menolak Tapera.

Namun, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri memastikan untuk pekerja di luar ASN, TNI, dan Polri alias pekerja swasta dan pekerja mandiri tidak ada potongan Tapera sampai dengan 2027. ’’Karena masih akan berlaku nanti di 2027,’’ katanya dalam jumpa pers di kantor staf presiden di Jakarta, Jumat (31/5). Indah mengakui bahwa pemerintah belum mengenalkan program Tapera secara luas kepada masyarakat. Jadi, menurutnya wajar pekerja dan pengusaha masih menolak karena belum kenal. ’’Terkait dengan penolakan, ini kan tak kenal maka tak sayang,’’ ujarnya.

Pada waktunya, Kementerian Ketenagakerjaan akan menerbitkan peraturan lebih teknis terkait dengan tabungan di Tapera tersebut. Dia mengatakan, secara umum, aturan yang berlaku setiap pekerja berhak mendapatkan fasilitas kesejahteraan. Termasuk di antaranya adalah fasilitas hunian.

Apindo Minta Kaji Ulang
Polemik Tapera turut mendorong Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang implementasi iuran tersebut.

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengungkapkan, dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja. Khususnya untuk ketersediaan perumahan.

Namun, PP No 21/2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo dinilai sebagai duplikasi program existing manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program jaminan hari tua (JHT) BP Jamsostek. ’’Sehingga kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” ucap Shinta.

Menurut dia, pemerintah dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Aset JHT sebesar Rp 460 triliun bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja. ”Saat ini ada JHT yang 30 persen dananya itu sudah bisa dimanfaatkan untuk layanan tambahan. Dan, itu bisa dipakai untuk beli rumah,” bebernya.

Menurut dia, ketentuan Tapera mengharuskan masyarakat menabung untuk membiayai proyek perumahan rakyat sebesar 3 persen dari upah/pendapatan dan pemberi kerja harus menanggung 0,5 persen cukup memberatkan.

Padahal, para pekerja dan pemberi kerja juga masih dibebani sejumlah kewajiban iuran lainnya. Seperti PPH 21 sebesar 5–35 persen sesuai dengan penghasilan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan (JHT) sebesar 5,7 persen yang ditanggung perusahaan 3,7 persen dan pekerja 2 persen.

Belum lagi BPJS Kesehatan dengan besar potongan 5 persen, yang jadi tanggungan perusahaan 4 persen dan pekerja 1 persen. Serta jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM). ”Yang menjadi polemik di sini bahwa Tapera adalah sebuah tabungan, itu konsepnya dijadikan penambahan iuran untuk program jaminan sosial. Di mana sebenarnya, kita sudah punya program jaringan sosial yang juga cover perumahan rakyat,” jelas Shinta.

Trauma Megakorupsi Asabri
Teknis pelaksanaan Tapera didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) 21/2004 yang menggantikan PP 25/2020. Undang-Undang Tapera sendiri lahir pada 2016.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menambahkan, dalam rentang sampai dengan 2027 itu, pemerintah akan menyosialisasikan Tapera dengan baik kepada masyarakat. Selain itu, terus memperkuat pengawasan pengelolaan dana masyarakat di BP Tapera.

Dia memahami ada kekhawatiran di masyarakat, jangan-jangan terulang kasus seperti di Asabri (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Angkatan Bersenjata Republik Indonesia nama lama Tentara Nasional Indonesia. Kasus korupsi pengelolaan Asabri merugikan negara sampai Rp 22,7 triliun.

Moeldoko mengatakan, ketika kasus penyelewengan investasi di Asrabri mencuat, dirinya menjabat panglima TNI. ’’(Saat kasus) Asabri waktu itu saya jadi panglima TNI. Saya sentuh saja tidak bisa. Menempatkan orang saja juga tidak bisa,’’ katanya.

Dengan kata lain, meskipun sebagai panglima TNI, dia tidak bisa ikut campur dan mengetahui investasi dana di Asabri. ’’Sedangkan di Tapera, nanti yang duduk sebagai komite adalah beberapa menteri, termasuk komisioner OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga pengawasannya lebih kuat,” kata Moeldoko.

Mengutip laman resmi BP Tapera, anggota komite Tapera terdiri atas Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dan anggota Dewan Komisioner OJK Frederica Widyasari Dewi.

Di tengah polemik itu, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) akhirnya angkat suara. Mereka mengklaim tabungan di Tapera itu prinsipnya gotong royong supaya bisa menghadirkan bunga KPR rendah untuk masyarakat yang belum punya rumah.

Dalam jumpa pers di kantor staf presiden di Jakarta kemarin (31/5), Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho secara khusus menyebut, berdasar analisis indeks keterjangkauan harga rumah, saat ini masyarakat sulit menjangkau hunian. Sehingga ada 9,9 juta lebih keluarga yang belum punya rumah.

Dia menjelaskan, pemerintah memang sudah memiliki program FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk pengadaan rumah murah. Tetapi, Heru mengatakan, kemampuan APBN untuk FLPP hanya 250 ribu unit setiap tahun. ’’Di sisi lain, setiap tahun ada 700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru,’’ katanya.

Jadi, jika hanya mengandalkan FLPP, tidak akan bisa mengejar pemenuhan kebutuhan rumah. Karena itu, dibuatlah skema Tapera. Dengan semangat gotong royong. Termasuk oleh pekerja yang sejatinya sudah memiliki rumah.

Heru mengatakan, dengan sistem gotong royong melalui Tapera, fasilitas KPR untuk pekerja yang membutuhkan rumah bisa rendah. Yaitu, 5 persen per tahun. Jauh di bawah suku bunga KPR umum yang rata-rata di angka 11 persen per tahun.

Dia lantas menyajikan simulasi KPR rumah antara Tapera dan KPR umum. Hitungan akhirnya, KPR lewat Tapera bisa menghemat antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per tahun. ’’Penghematan itu bisa digunakan untuk keperluan lain,’’ katanya.

Selain itu, Heru menjelaskan keunggulan Tapera, yakni peserta yang mengambil KPR juga tetap harus menabung yang 3 persen dari gaji itu. Jadi, setiap bulan mereka membayar cicilan KPR ditambah tabungan Tapera. Saat cicilan sudah selesai dan pekerja pensiun, akan mendapatkan uang tabungan beserta hasil pengelolaannya.

Dia menegaskan bahwa yang wajib mengikuti program Tapera itu adalah pekerja dengan gaji UMR ke atas. Pekerja non-MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) diakui memang hanya mendapatkan fasilitas pengembalian uang tabungan beserta hasil pengelolaannya.(wan/han/c6/ttg/jpg)






Reporter: Redaksi Riau Pos Riau Pos
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya