Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Menuai Kritikan, Usulan Jokowi tentang Pemberlakuan Darurat Sipil

JAKARTA(RIAUPOS.CO) â€“ Sejumlah kalangan mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berencana menerapkan kebijakan darurat sipil untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19 di Indonesia. Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, kebijakan darurat sipil tidak logis untuk menangani wabah Covid-19.

“Ya ada jalan pikiran yang tidak logis, darurat wabah kok dihadapi dengan darurat sipil yang lebih merupakan pendekatan politis,” kata Fickar dalam keterangannya, Rabu (1/4).

Akademisi Universitas Trisakti menyebut, untuk mencegah penyebarluasan corona, pemerintah seharusnya bisa menggunakan ketentuan UU Nomor 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, nyatanya dua instrumen hukum itu tak digunakan. Terlebih soal karantina wilayah, pemerintah tak berani untuk menanggung risiko membiayai masyarakat.

“Nampaknya pemerintah tidak berani menanggung risiko membiayai masyarakat, padahal berapa biaya yang dikeluarkan untuk proyek-proyek ambisius seperti pemindahan ibukota. Ini betul betul melawan akal sehat,” urai Fickar.

Fickar khawatir, pemberlakuan darurat sipil bakal mengarah pada pemerintahan yang otoriter. Karena darurat sipil dan darurat militer sangat mengedepankan kekuasaan. Sejumlah aturan yang tercantum dalam darurat sipil memberikan kewenangan kepada penguasa darurat untuk melarang atau memberikan izin digelarnya pertemuan, membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung.

Baca Juga:  Pemda Gelar Salat Istisqa

Padahal, hal tersebut berbeda dengan karantina wilayah yang diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan yang mengedepankan perlindungan pada masyarakat. Dalam aturan itu disebutkan, selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dengan melibatkan Pemerintah Daerah serta pihak terkait.

“Jadi sangat nampak strategi dan paradigma berpikirnya apa yang dihindari dan apa yang dipertahankan. Pemerintahan ini lebih mementingkan ekonomi dan investasi ketimbang keselamatan rakyatnya,” sesal Fickar.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Pemerintah menyiapkan skenario penanganan virus corona atau Covid-19 dari yang ringan, moderat hingga yang terburuk. Namun, opsi terburuknya menerapkan darurat sipil.

“Ya semua skenario itu kita siapkan, dari yang ringan, yang moderat, sedang, maupun yang terburuk,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Selasa (31/3).

Baca Juga:  Satgas Covid-19 PMRJ Serahkan Bantuan Sembako untuk Warga Riau di Jabodetabek 

Sebab kini, aturan darurat sipil mulai mendapat kritik oleh masyarakat. Jokowi menyebut, darurat sipil disiapkan jika ada kondisi upnormal, namun untuk sekarang ini tidak diterapkan.

“Darurat sipil itu kita siapkan jika ada kondisi upnormal, sehingga perangkat itu kita siapkan dan sampaikan. Tapi kalau kondisinya kayak sekarang ini ya tentu saja tidak,” ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, saat ini Pemerintah mengharapkan untuk diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB). Menurutnya, aturan ini sudah efektif berlaku setelah penandatanganan Peraturan Pemeritah dan Keputusan Presiden (Kepres).

“Saya harap provinsi, kabupaten dan kota, sesuai UU yang ada silakan koordinasi dengan Ketua Satgas Covid-19 agar semuanya kita memiliki sebuah aturan yang sama. Yaitu UU PP dan Keppres yang telah tadi baru saja saya tanda tangani,” pungkasnya

 

Sumber JawaPos.com
Editor: Deslina

JAKARTA(RIAUPOS.CO) â€“ Sejumlah kalangan mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berencana menerapkan kebijakan darurat sipil untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19 di Indonesia. Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, kebijakan darurat sipil tidak logis untuk menangani wabah Covid-19.

“Ya ada jalan pikiran yang tidak logis, darurat wabah kok dihadapi dengan darurat sipil yang lebih merupakan pendekatan politis,” kata Fickar dalam keterangannya, Rabu (1/4).

- Advertisement -

Akademisi Universitas Trisakti menyebut, untuk mencegah penyebarluasan corona, pemerintah seharusnya bisa menggunakan ketentuan UU Nomor 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, nyatanya dua instrumen hukum itu tak digunakan. Terlebih soal karantina wilayah, pemerintah tak berani untuk menanggung risiko membiayai masyarakat.

“Nampaknya pemerintah tidak berani menanggung risiko membiayai masyarakat, padahal berapa biaya yang dikeluarkan untuk proyek-proyek ambisius seperti pemindahan ibukota. Ini betul betul melawan akal sehat,” urai Fickar.

- Advertisement -

Fickar khawatir, pemberlakuan darurat sipil bakal mengarah pada pemerintahan yang otoriter. Karena darurat sipil dan darurat militer sangat mengedepankan kekuasaan. Sejumlah aturan yang tercantum dalam darurat sipil memberikan kewenangan kepada penguasa darurat untuk melarang atau memberikan izin digelarnya pertemuan, membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung.

Baca Juga:  Jauhi Virusnya, Bukan Orangnya

Padahal, hal tersebut berbeda dengan karantina wilayah yang diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan yang mengedepankan perlindungan pada masyarakat. Dalam aturan itu disebutkan, selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dengan melibatkan Pemerintah Daerah serta pihak terkait.

“Jadi sangat nampak strategi dan paradigma berpikirnya apa yang dihindari dan apa yang dipertahankan. Pemerintahan ini lebih mementingkan ekonomi dan investasi ketimbang keselamatan rakyatnya,” sesal Fickar.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Pemerintah menyiapkan skenario penanganan virus corona atau Covid-19 dari yang ringan, moderat hingga yang terburuk. Namun, opsi terburuknya menerapkan darurat sipil.

“Ya semua skenario itu kita siapkan, dari yang ringan, yang moderat, sedang, maupun yang terburuk,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Selasa (31/3).

Baca Juga:  Indonesia Bakal Punya Banyak Guru Ahli VR

Sebab kini, aturan darurat sipil mulai mendapat kritik oleh masyarakat. Jokowi menyebut, darurat sipil disiapkan jika ada kondisi upnormal, namun untuk sekarang ini tidak diterapkan.

“Darurat sipil itu kita siapkan jika ada kondisi upnormal, sehingga perangkat itu kita siapkan dan sampaikan. Tapi kalau kondisinya kayak sekarang ini ya tentu saja tidak,” ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, saat ini Pemerintah mengharapkan untuk diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB). Menurutnya, aturan ini sudah efektif berlaku setelah penandatanganan Peraturan Pemeritah dan Keputusan Presiden (Kepres).

“Saya harap provinsi, kabupaten dan kota, sesuai UU yang ada silakan koordinasi dengan Ketua Satgas Covid-19 agar semuanya kita memiliki sebuah aturan yang sama. Yaitu UU PP dan Keppres yang telah tadi baru saja saya tanda tangani,” pungkasnya

 

Sumber JawaPos.com
Editor: Deslina

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari