SENAPELAN (RIAUPOS.CO) – Proyek Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpadu (SPALD-T) mulai merambah wilayah Kecamatan Senapelan. Seperti yang dirasakan warga Kecamatan Sukajadi, lokasi pengerjaan sebelumnya, warga Kecamatan Senapelan terutama para pelaku usaha mulai mengeluhkan dampak dari pengerjaan proyek ini.
Para pedagang atau pelaku usaha mengaku sejak dimulainya pengerjaan galian proyek SPALD-T, omzet usaha mereka menurun. Pasalnya, akses menuju tempat usaha mereka menjadi terhambat.
Seperti yang diutarakan Arman, pedagang di Jalan M Yamin. Ia mengaku, akibat adanya proyek SPALD-T dagangannya berupa goreng-gorengan dan jualan barang harian menjadi sepi. Ia berharap agar ada kompensasi dari pihak terkait kepada warga yang terdampak.
"Kami merasa terganggu sekali dengan adanya proyek ini. Akibat adanya proyek ini, omzet kami mengalami penurunan hingga 50 persen. Bahkan akibat adanya proyek ini kami pernah tidak bisa berjualan," ujar Arman, Senin (30/5).
Untuk itu dirinya berharap agar ada kompensasi dari pihak proyek. Adanya pengertian dari pihak proyek. Pasalnya, dampak dari proyek IPAL ini warga sangat terganggu, ditambah lagi dengan suara berisik dari pengerjaan IPAL tersebut.
"Pengerjaan di jalan ini baru dua bulan. Pengerjaannya malam hari hingga pagi. Warga sekitar sangat terganggu sekali dengan suara bising. Selain itu juga dengan adanya proyek IPAL ini arus lalu lintas jadi terganggu," terangnya.
Karena proyeknya sudah berjalan, Arman berharap agar bisa segera selesai pengerjaannya. Kemudian jalan agar bisa segera aspal agar tidak berdebu lagi.
"Setiap saat kami harus menyirami debunya. Pihak proyek tidak pernah menyirami debu. Kami berharap agar bisa segera selesai dan ada kompensasi bagi kami yang terdampak," harapnya.
Terkait permintaan kompensasi bagi warga terdampak proyek SPALD-T ini, sebelumnya, Asisten II Sekretariat Kota (Setko) Pekanbaru El Syabrina pernah mengatakan, dari proyek SPALD-T, tidak ada disediakan anggaran untuk kompensasi bagi warga terdampak.
"Dari IPAL (SPALD-T) memang tidak ada dianggarkan hal seperti itu (kompensasi bagi warga terdampak, red). Kemudian Pemko anggarannya tak mencukupi," ujarnya pada 10 Mei lalu.
Diakuinya, kondisi ini ditambah banyak masyarakat terdampak membuat Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru mendapatkan banyak sorotan. "Ya kami memahami kondisi masyarakat, kami harap masyarakat bersabar. Karena ke depannya kita akan lebih baik, " imbuhnya.
Asisten II kemudian menjelaskan situasi proyek tersebut. "Untuk IPAL kita ada LPMU (Local Project Manajemen Unit, red). Sebenarnya itu selalu intens komunikasi sebelum Covid-19 selalu setiap bulan ada pertemuan. Dengan konsultan, kontraktor, pengawas, kecamatan, tokoh masyarakat, RT, RW dan kelurahan. Setelah Covid-19 kita komunikasi dengan zoom meeting, kadang masyarakat tidak bisa ikut. Kadang kami saja," urainya.
Keluhan masyarakat disebut dia pada dasarnya selalu dibahas saat rapat, termasuk ketika rapat online lewat zoom meeting. Namun, saat rapat online disebut keluhan masyarakat kerap tak terserap. "Kadang tidak terwakili info masyarakat, padahal yang terdampak masyarakat, " tambahnya.
Terkait jalan rusak akibat IPAL yang terlihat tak diperbaiki meski sudah selesai, Asisten II menyebut bahwa memang ada kondisi potensi penurunan tanah yang dipantau.
"Sudah selesai ada masih seperti besi nonjol itu tidak bisa langsung di aspal. Itu konstruksi di bawah berdasarkan elevasi, takut ada penurunan. Nanti elevasinya mencekung. Tidak sempurna aliran limbah, jadi ditunggu dua bulan. Setelah pasti tidak ada penurunan, sudah stabil baru dilakukan pengaspalan bagus. Itu masalahnya, bukan masalah perawatan, " ucapnya.(dof/ali)