PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru tahun ini belum terbebas dari kewajiban pembayaran utang kegiatan yang belum diselesaikan tahun 2019 lalu. Perkiraan sementara, tunda bayar tahun lalu berkisar diangka Rp200 miliar.
Hal ini disampaikan Sekretaris Kota (Sekko) Pekanbaru Drs HM Noer MBS SH MSi MH pada Riau Pos, Rabu (29/1). Angka pasti dari tunda bayar tahun 2019 ini nantinya muncul setelah pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai.
“Sekitar Rp200 miliar (tunda bayar, red). Rincian OPD (organisasi perangkat daerah, red) mananya belum. Ini kan termasuk pemeriksaan BPK. Jika selesai nanti dibayar di perubahan tahun ini. Termasuk juga hal-hal yang diminta RT dan RW kalau dibolehkan masuk, kita masukkan,” katanya.
Awal pekan ini, jajaran Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menggelar entry meeting bersama BPK RI perwakilan Riau. Ini merupakan persiapan untuk pemeriksaan keuangan Pemko Pekanbaru tahun 2019.
“Untuk pemeriksaan intern rutin 2019 selama 30 hari. Tidak ada arahan khusus. Hanya kita semua siap memberikan informasi dan data yang diminta,” imbuhnya.
Jika dirunut ke belakang, Pemko Pekanbaru selalu memiliki tunda bayar tahun sebelumnya yang harus diselesaikan pada anggaran di anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) berjalan. Rasionalisasi anggaran yang masih terus terjadi menjadi salah satu alasannya.
Pada 2019, tunda bayar dari 2018 yang harus diselesaikan Pemko Pekanbaru berjumlah Rp162 miliar. Di samping itu, ada pula sekitar Rp141 miliar tunggakan penerangan jalan umum (PJU) mesti diselesaikan.
Sementara, pada 2018 lalu Pemko Pekanbaru juga harus membayar tunda bayar dari 2017 yang berjumlah Rp158 miliar. Tunda bayar paling banyak terdapat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Tahun 2019 lalu, APBD Kota Pekanbaru berada di angka Rp2,56 triliun. Dari jumlah ini Rp1,5 triliun adalah belanja langsung di luar dana alokasi khusus (DAK). Di pertengahan tahun, salah satu langkah yang diambil agar APBD mencukupi adalah rasionalisasi. Kala itu, ditargetkan seluruh OPD bisa menerapkan 57 persen rasionalisasi dengan target penghematan sekitar Rp700 miliar hingga Rp800 miliar lebih.(ali)