Selasa, 2 Juli 2024

Kental Histori dan Berarsitektur Melayu

Berarsitektur Melayu, Masjid Raya Senapelan itu kini berganti nama menjadi Masjid Raya Pekanbaru. Masjid ini meiliki histori dan peradaban  yang berkait erat dengan Kota Pekanbaru. Masjid ini pun  dinobatkan sebagai masjid tertua di Kota Pekanbaru.

(RIAUPOS.CO) — MASJID Raya Pekanbaru menyandang gelar sebagai masjid tertua di Kota Pekanbaru, Riau. Meski demikian, tidak berarti kondisi fisiknya tua dan rapuh, justru sentuhan arsitekturalnya sangat apik. Arsitektur tradisional Melayu menghiasi setiap sudut ruangan tersebut, warna kuning pada dinding-dindingnya tampak dominan.

- Advertisement -

Pada awalnya, masjid tertua di Riau ini bernama Masjid Raya Senapelan, lalu seiring dengan perjalanan waktu, nama masjid Senapelan kemudian diganti menjadi Masjid Raya Pekanbaru. Tidak hanya nama, bangunan masjid ini juga mengalami beberapa kali pemugaran. Secara historis, masjid ini dibangun pada abad ke-18 yakni sekitar tahun 1762 M di masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Penerusnya adalah Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Siak kelima.

Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid Raya Pekanbaru mengalami beberapa renovasi, yaitu pada tahun 1755, renovasi dilakukan dengan pelebaran daya tampung masjid.Lalu pada tahun 1810, pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, masjid ini kembali direnovasi dengan menambahkan fasilitas tempat berteduh untuk para peziarah makam di sekitar area masjid.

Dilanjutkan pada tahun 1940, ditambahkan sebuah pintu gerbang masjid yang menghadap ke arah timur.

- Advertisement -

Dihimpun dari berbagai sumber, renovasi yang terakhir terjadi pada tahun 1940, renovasi ini merupakan renovasi dari keseluruhan masjid yang bisa disebut sudah sangat tua. Ini dimulai dari tahun 1755 sampai tahun 1940. Ini artinya masjid tersebut sudah berusia hampir 2 abad lamanya.

Kemudian, sejak tahun 2009, masjid ini masuk proyek revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Riau. Dengan adanya revitalisasi yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum Riau, revitalisasi ini menghancurkan bangunan aslinya.

Baca Juga:  Polresta Berikan APD Pada Tiga Puskesmas

Akibat proyek tersebut, yang tersisa hanya 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara. Ada enam tiang penyanggah tengah yang kini tersisa dan dijadikan bentuk menara. Hal ini membuat masjid ini menjadi satu-satunya masjid yang memiliki menara dalam bangunan. Menara itu terpaksa dibuat karena bekas sisa tiang penyanggah masjid masa lalu.

Tiang-tiang sisa bangunan lama memang masih dipertahankan. Tapi bentuk asli masjid sudah diratakan dengan tanah. Kini bangunan masjid itu begitu megah, sama seperti bangunan masjid modern masa kini. Dulunya, bangunan masjid bergaya arsitektur melayu kuno.

Masjid Raya Pekanbaru tersebut berlokasi di pusat Kota Pekanbaru. Lebih tepatnya di Jalan Masjid nomor 13, Kampung Bandar, Desa Payung Sekaki, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Tujuan awal pembangunan masjid adalah sebagai fasilitas dakwah dan pendidikan agama Islam. Kini, Masjid Raya Senapelan atau Pekanbaru ini juga dijadikan sebagai destinasi wisata religi. Hal ini karena usianya yang sudah tua dan pastinya mengandung nilai historis.

Menelisik ke dalam bangunan, masjid peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura ini terdapat 6 menara berwarna putih kombinasi hijau dan kuning emas. Namun, menara-menara tersebut menjulang selayaknya menara yang dibangun di luar bangunan seperti pada masjid pada umumnya.

Pasca direvitalisasi pada 2009 lalu, sebagian besar kontruksi asli masjid dirubuhkan. Selain tiang, bangunan masjid yang masih dipertahankan yaitu pintu gerbang. 6 tiang yang saat ini berupa menara sebelum direvitalisasi merupakan tiang penyangga tengah masjid yang dijadikan bentuk menara.

Nilai historis yang tinggi tersebut menjadikan Masjid Raya Pekanbaru sebagai bangunan cagar budaya yang kelestariannya betul-betul dijaga. Tidak hanya itu, berdasarkan laman resmi dari Kemendikbud RI, Masjid Raya Pekanbaru telah diganti statusnya menjadi Struktur Cagar Budaya.

Di kompleks bangunan masjid ini juga menyimpan makam sultan-sultan dari Kerajaan Siak, Misalnya makam pendiri Kota Pekanbaru, Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah yang bergelar Marhum Bukit. Termasuk juga makam Sultan Siak keempat, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah yang bergelar Marhum Pekan.

Baca Juga:  Jumlah Penduduk Miskin Riau Menurun

Selain itu, dalam Masjid Raya Pekanbaru terdapat benda-benda yang bernilai sejarah sangat tinggi, yakni Mimbar. Seperti masjid pada umumnya, mimbar merupakan tempat penceramah atau khatib.

Mimbar yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Siak ini masih berdiri kokoh di dalam masjid sampai sekarang dan masih digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan. Selain mimbar, peninggalan Kerajaan Siak yang masih tersisa adalah dinding bagian muka masjid, soko guru dan gerbang. Untuk bangunan masjidnya sendiri sudah mengalami perubahan karena kebutuhan renovasi seiring dengan perkembangan zaman.

Setiap bulan suci Ramadan, masjid tua ini kerap menggelar berbagai kegiatan keagamaan. Namun berbeda dengan Ramadan tahun ini, tak hanya masjid Raya Pekanbaru saja, seluruh masjid yang ada di Kota Bertuah itu juga sementara dilarang untuk melaksanakan shalat tarawih dan kegiatan Ramadan. Hal ini lantaran Pekanbaru sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga kegiatan yang mengumpulkan massa seluruhnya ditiadakan.

Mukhtar (37), salah satu pengunjung masjid merasa kagum dengan arsitektur dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Namun, suasana berbeda di bulan Ramadan 1441 Hijriyah kali ini membuat siapapun yang mengunjungi masjid tertua di Pekanbaru itu merasa sedih.

“Dulu, setiap Ramadan selalu ada kegiatan keagamaan, sekarang sejak corona melanda, semuanya ditiadakan, ummat muslim di Pekanbaru sedih,” ungkapnya pilu.

Selain dia, beberapa pengunjung masjid lainnya juga merasakan hal serupa. Tampak beberapa pengunjung hanya beraktivitas ringan dan lalu lalang diseputar masjid.

“Bulan Ramadan biasanya disini ramai,  karena PSBB ini semuanya jadi sepi, kegiatan keagamaan ditiadakan,” ungkap Erlina, warga Panam Pekanbaru.(*1/ksm)

Laporan MUSLIM NURDIN, Pekanbaru

 

Berarsitektur Melayu, Masjid Raya Senapelan itu kini berganti nama menjadi Masjid Raya Pekanbaru. Masjid ini meiliki histori dan peradaban  yang berkait erat dengan Kota Pekanbaru. Masjid ini pun  dinobatkan sebagai masjid tertua di Kota Pekanbaru.

(RIAUPOS.CO) — MASJID Raya Pekanbaru menyandang gelar sebagai masjid tertua di Kota Pekanbaru, Riau. Meski demikian, tidak berarti kondisi fisiknya tua dan rapuh, justru sentuhan arsitekturalnya sangat apik. Arsitektur tradisional Melayu menghiasi setiap sudut ruangan tersebut, warna kuning pada dinding-dindingnya tampak dominan.

Pada awalnya, masjid tertua di Riau ini bernama Masjid Raya Senapelan, lalu seiring dengan perjalanan waktu, nama masjid Senapelan kemudian diganti menjadi Masjid Raya Pekanbaru. Tidak hanya nama, bangunan masjid ini juga mengalami beberapa kali pemugaran. Secara historis, masjid ini dibangun pada abad ke-18 yakni sekitar tahun 1762 M di masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Penerusnya adalah Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Siak kelima.

Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid Raya Pekanbaru mengalami beberapa renovasi, yaitu pada tahun 1755, renovasi dilakukan dengan pelebaran daya tampung masjid.Lalu pada tahun 1810, pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, masjid ini kembali direnovasi dengan menambahkan fasilitas tempat berteduh untuk para peziarah makam di sekitar area masjid.

Dilanjutkan pada tahun 1940, ditambahkan sebuah pintu gerbang masjid yang menghadap ke arah timur.

Dihimpun dari berbagai sumber, renovasi yang terakhir terjadi pada tahun 1940, renovasi ini merupakan renovasi dari keseluruhan masjid yang bisa disebut sudah sangat tua. Ini dimulai dari tahun 1755 sampai tahun 1940. Ini artinya masjid tersebut sudah berusia hampir 2 abad lamanya.

Kemudian, sejak tahun 2009, masjid ini masuk proyek revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Riau. Dengan adanya revitalisasi yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum Riau, revitalisasi ini menghancurkan bangunan aslinya.

Baca Juga:  PPKM Aman tapi Tidak Nyaman bagi Masyarakat

Akibat proyek tersebut, yang tersisa hanya 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara. Ada enam tiang penyanggah tengah yang kini tersisa dan dijadikan bentuk menara. Hal ini membuat masjid ini menjadi satu-satunya masjid yang memiliki menara dalam bangunan. Menara itu terpaksa dibuat karena bekas sisa tiang penyanggah masjid masa lalu.

Tiang-tiang sisa bangunan lama memang masih dipertahankan. Tapi bentuk asli masjid sudah diratakan dengan tanah. Kini bangunan masjid itu begitu megah, sama seperti bangunan masjid modern masa kini. Dulunya, bangunan masjid bergaya arsitektur melayu kuno.

Masjid Raya Pekanbaru tersebut berlokasi di pusat Kota Pekanbaru. Lebih tepatnya di Jalan Masjid nomor 13, Kampung Bandar, Desa Payung Sekaki, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Tujuan awal pembangunan masjid adalah sebagai fasilitas dakwah dan pendidikan agama Islam. Kini, Masjid Raya Senapelan atau Pekanbaru ini juga dijadikan sebagai destinasi wisata religi. Hal ini karena usianya yang sudah tua dan pastinya mengandung nilai historis.

Menelisik ke dalam bangunan, masjid peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura ini terdapat 6 menara berwarna putih kombinasi hijau dan kuning emas. Namun, menara-menara tersebut menjulang selayaknya menara yang dibangun di luar bangunan seperti pada masjid pada umumnya.

Pasca direvitalisasi pada 2009 lalu, sebagian besar kontruksi asli masjid dirubuhkan. Selain tiang, bangunan masjid yang masih dipertahankan yaitu pintu gerbang. 6 tiang yang saat ini berupa menara sebelum direvitalisasi merupakan tiang penyangga tengah masjid yang dijadikan bentuk menara.

Nilai historis yang tinggi tersebut menjadikan Masjid Raya Pekanbaru sebagai bangunan cagar budaya yang kelestariannya betul-betul dijaga. Tidak hanya itu, berdasarkan laman resmi dari Kemendikbud RI, Masjid Raya Pekanbaru telah diganti statusnya menjadi Struktur Cagar Budaya.

Di kompleks bangunan masjid ini juga menyimpan makam sultan-sultan dari Kerajaan Siak, Misalnya makam pendiri Kota Pekanbaru, Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah yang bergelar Marhum Bukit. Termasuk juga makam Sultan Siak keempat, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah yang bergelar Marhum Pekan.

Baca Juga:  Utang Tunda Bayar Pemko Pekanbaru Diperkirakan Rp142 Miliar

Selain itu, dalam Masjid Raya Pekanbaru terdapat benda-benda yang bernilai sejarah sangat tinggi, yakni Mimbar. Seperti masjid pada umumnya, mimbar merupakan tempat penceramah atau khatib.

Mimbar yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Siak ini masih berdiri kokoh di dalam masjid sampai sekarang dan masih digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan. Selain mimbar, peninggalan Kerajaan Siak yang masih tersisa adalah dinding bagian muka masjid, soko guru dan gerbang. Untuk bangunan masjidnya sendiri sudah mengalami perubahan karena kebutuhan renovasi seiring dengan perkembangan zaman.

Setiap bulan suci Ramadan, masjid tua ini kerap menggelar berbagai kegiatan keagamaan. Namun berbeda dengan Ramadan tahun ini, tak hanya masjid Raya Pekanbaru saja, seluruh masjid yang ada di Kota Bertuah itu juga sementara dilarang untuk melaksanakan shalat tarawih dan kegiatan Ramadan. Hal ini lantaran Pekanbaru sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga kegiatan yang mengumpulkan massa seluruhnya ditiadakan.

Mukhtar (37), salah satu pengunjung masjid merasa kagum dengan arsitektur dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Namun, suasana berbeda di bulan Ramadan 1441 Hijriyah kali ini membuat siapapun yang mengunjungi masjid tertua di Pekanbaru itu merasa sedih.

“Dulu, setiap Ramadan selalu ada kegiatan keagamaan, sekarang sejak corona melanda, semuanya ditiadakan, ummat muslim di Pekanbaru sedih,” ungkapnya pilu.

Selain dia, beberapa pengunjung masjid lainnya juga merasakan hal serupa. Tampak beberapa pengunjung hanya beraktivitas ringan dan lalu lalang diseputar masjid.

“Bulan Ramadan biasanya disini ramai,  karena PSBB ini semuanya jadi sepi, kegiatan keagamaan ditiadakan,” ungkap Erlina, warga Panam Pekanbaru.(*1/ksm)

Laporan MUSLIM NURDIN, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari