PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — DPRD Pekanbaru secara lembaga sudah menyampaikan klarifikasi kepada Pemprov Riau melalui Kepala Biro Hukum, Kepala Biro Tapem dan Bappeda Riau tentang proses pelaksanaan rapat Paripurna Pansus Perubahan RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022, pada Rabu (27/5). Hal itu diungkapkan oleh Ketua Pansus RPJMD DPRD Pekanbaru Masni Ernawati SH MH.
"Mulai tahap awal pembahasan, hingga diagendakannya paripurna pansus ini sudah diberitahu kepada semua fraksi. Sehingga paripurna RPJMD bisa dilaksanakan dan disahkan secara aturan yang ada," kata Masni Ernawati usai pertemuan.
Seperti diketahui, Pansus RPJMD DPRD Pekanbaru digelar dalam dua hari, yakni pada Senin (11/5) dan Selasa (12/5) lalu. Pada Selasa (12/5), Pansus DPRD akhirnya mengesahkan RPJMD DPRD Pekanbaru, melalui sidang paripurna.
Lebih lanjut disampaikannya, perubahan RPJMD Kota Pekanbaru tahun 2017-2022, tidak melanggar Pasal 342 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan, pada pasal 342 menyebutkan, perubahan mendasar yang dimaksud mencakup terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional.
"Berdasarkan aturan inilah, perubahan RPJMD Pekanbaru 2017-2022, dikarenakan terjadinya perubahan mendasar, yakni perubahan kebijakan nasional," terangnya.
Terkait situasi wabah coronavirus 19 (Covid-19), pada Perubahan RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022, memang tidak dijadikan alasan perubahan RPJMD ini. Sebab, penyusunan dokumen perubahan RPJMD ini dilakukan, sebelum terjadinya Covid-19.
Di sisi lain, dokumen perubahan RPJMD ini sudah mengakomodir program-program yang berkaitan dengan penanggulangan pandemi Covid-19. Seperti halnya penanganan urusan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta urusan perekonomian yang nantinya akan dijabarkan bersamaan dengan program lainnya, dalam dokumen perencanaan tahunan, yakni Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pekanbaru, sebagai dasar penyusunan KUA/PPAS, yang juga akan dibahas bersama DPRD.
"Jadi, pansus sudah bekerja sesuai aturan yang ada. Dan sudah melibatkan semua fraksi-fraksi. Selanjutnya, tugas pemerintahlah yang memasukkan ke lembar daerah menjadi perda," katanya.
Murni Demi Masyarakat
Wakil Ketua DPRD Pekanbaru Tengku Azwendi Fajri SE yang hadir dalam pertemuan ini juga menyampaikan, bahwa perubahan RPJMD Kota Pekanbaru yang sudah disahkan, semuanya demi kepentingan masyarakat Pekanbaru. Makanya, DPRD menghadiri undangan klarifikasi dari Pemerintah Provinsi Riau.
"Kami pimpinan DPRD Pekanbaru diundang oleh Pemerintah Provinsi Riau untuk memberikan klarifikasi terkait usulan RPJMD Kota Pekanbaru yang sudah disahkan. Hasilnya RPJMD tersebut, sudah memenuhi enam persyaratan yang ditentukan. Nantinya RPJMD ini akan dibahas kembali bersama dengan Pemko Pekanbaru dan Pemerintah Provinsi, sebelum diserahkan kepada Gubernur," terang Azwendi.
Dengan demikian, Rapat Paripurna RPJMD yang digelar kemarin, sudah sesuai dengan substansi yang ada, dan telah terpenuhi. "Sekarang tinggal menunggu verifikasi saja," tambahnya.
Terkait adanya surat dari Ketua DPRD Pekanbaru kepada Pemprov Riau yang menyatakan bahwa Paripurna RPJMD dinilai cacat hukum, politisi senior Partai Demokrat ini menyampaikan, hal itu merupakan ranah yang berbeda. Sebab, Ketua DPRD tidak bisa mengirimkan surat dengan mengatasnamakan DPRD tanpa melalui rapat pimpinan.
Mestinya Ketua DPRD baru bisa membuat surat dinas, berdasarkan hasil rapat pimpinan. Sekarang tidak ada rapat pimpinan, namun Ketua DPRD mengirimkan surat kepada provinsi bahwa paripurna (RPJMD) cacat hukum.
"Artinya, ini surat pribadi bukan surat resmi dari lembaga DPRD Pekanbaru," jelas Azwendi lagi.
Lebih lanjut disampaikannya, apa yang disampaikan Ketua DPRD Pekanbaru kepada Pemprov Riau di luar dari substansi yang ada. Bahkan Pemprov Riau dalam pertemuan tadi menyampaikan bahwa substansi dari rapat paripurna yang sudah digelar, sudah sesuai dan mengikuti dari enam persyaratan yang ada.
Berkaitan dengan proses pembahasan perubahan RPJMD Pekanbaru, semuanya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, baik secara UU maupun PP yang ada.
"Mengenai persoalan kuorum atau tidaknya (paripurna), saya minta semua pihak dapat mencermati lebih mendalam aturan yang ada. Jika kuorum dikatakan merupakan sebuah kewajiban, mestinya jika tidak dijalankan ada sanksi tegasnya. Dalam UU, kita melihat tidak ada dijelaskan jika kuorum itu dilanggar ada sanksinya, makanya kita akan mempertanyakan hal ini," sebutnya.
Sebagaimana yang dipersoalkan kenapa tidak Ketua DPRD yang memimpin rapat paripurna RPJMD kemarin, dijelaskan Azwendi lagi, bahwa DPRD ini bersifat kolektif kolegial. Yang disebut pimpinan itu adalah ketua DPRD bersama wakil ketua DPRD, artinya tiga pimpinan (wakil ketua) lainnya, juga layak untuk memimpin rapat.
"Inti dari RPJMD ini, untuk menyelaraskan program nasional, provinsi dengan Kota Pekanbaru. Seperti saat ini program pembangunan jalan tol, ini harus diselaraskan dengan program Kota Pekanbaru, termasuk KIT sehingga bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan ke depannya. Kalau tidak dilakukan perubahan dalam RPJMD, tentu program nasional ini tidak akan berjalan di Pekanbaru," kata Azwendi.
Jadi, lanjutnya, tujuan utamanya tak lain ke depannya untuk menyejahterakan masyarakat Pekanbaru. Perlu digaris bawahi, dalam RPJMD ini, tidak ada membicarakan masalah proyek apapun seperti yang dilontarkan beberapa pihak.
"Kami hanya membahas penyelarasan program nasional, provinsi dengan kota," tambahnya.
Terkait adanya penolakan dua fraksi di paripurna RPJMD tersebut, hal itu merupakan hak politik.
"Mau menolak atau menerima apa yang sudah ditetapkan, apa alasan mereka menolak itu kami juga tidak mengerti. Biarlah masyarakat yang menilai, yang penting kami berjalan sesuai dengan aturan dan mekanisme, dan secara administrasi sudah sesuai semuanya dan tidak ada hal yang dilanggar," terangnya.
Bahkan Azwendi menyarankan, jika ada kesalahpahaman terkait ikhwal ini, silakan sampaikan kepada lembaga yang berwenang seperti PTUN atau MA. Karena merekalah yang dapat menetapkan bahwa apa yang sudah diparipurnakan ini cacat hukum atau tidak. Bukan personal ataupun Pemerintah Provinsi Riau.
"Harapan kami ke depannya, tujuh fraksi yang ada di DPRD, dapat bekerja secara profesional. Utamakan kepentingan rakyat terlebih dahulu, dari pada kepentingan kelompok. Karena kita ditugaskan oleh rakyat, untuk menyejahterakan mereka. Bukan melihat kita bersilang pendapat yang tiada akhir seperti ini. Kasihan rakyat, kalau sampai hari ini kita masih sibuk berdebat tanpa ada ujungnya," harap Azwendi.
Harusnya Kuorum
Terpisah, Ketua DPRD Pekanbaru Periode 2014-2019 Sahril SH MH, memberikan gambaran dan pencerahan terkait pembahasan usulan Ranperda. Untuk pembahasan sebuah Ranperda, diawali dari rancangan yang diajukan pemerintah.
Jika Ranperdanya merupakan revisi, tidak membutuhkan naskah akademis, seperti halnya Ranperda RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 ini. Namun sebaliknya, jika di dalam Ranperda tersebut revisinya lebih 50 persen, diperlukan naskah akademisnya.
"Ranperda ini lah diverifikasi di Bapemperda. Di Bapemperda ini, Ranperda dilihat sesuai dengan aturan yang berlaku. Selanjutnya dibentuk Pansus, dengan menyurati semua fraksi mengirimkan perwakilannya," terang Sahril.
Selanjutnya, masih kata Sahril, di Pansus tersebut dibahas secara mendalam. Para anggota dewan bisa menyampaikan aspirasinya, yang notabenenya memihak kepentingan masyarakat banyak.
"Kalau sudah di area Pansus, tak ada istilah pengembalian ke pemerintah. Kalau ada silang pendapat itu biasa saja. Bahkan jika tidak masuk aspirasi, bisa disampaikan di paripurna," paparnya.
Untuk kuorumnya paripurna, hal itu sesuai undangan kepada semua anggota DPRD, sebagaimana tugas seorang anggota DPRD. Bahkan keputusan di DPRD, diambil melalui keputusan kolektif kolegial.
Disampaikan Sahril yang juga Ketua DPD Partai Golkar Pekanbaru ini, bahwa Pansus sudah dipastikan memberitahu melalui undangan, kepada perwakilan semua fraksi untuk rapat paripurna. Sehingga saat paripurna berlangsung, bisa kuorum.
"Jadi begini, kewajiban anggota dewan itu menghadiri rapat paripurna. Jadi, tidak boleh tidak hadir. Harus hadir. Setelah melaksanakan kewajibannya, di dalam rapat paripurna ada hak anggota dewan. Di situ lah bisa disampaikan menerima atau menolak sidang paripurna. Tidak di luar sidang. Bahkan kalau menolak, bisa keluar ruangan sidang (walk out). Jika memang tidak setuju juga, maka diambil langkah voting, agar paripurna tetap berlanjut atau tidak," terangnya lagi.
Terkait persoalan cacat hukum sebuah Ranperda, mantan legislator tiga periode ini juga mengomentarinya.
"Soal cacat hukum sebuah Ranperda, yang bisa memutuskan itu adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Mahkamah Agung (MA)," terangnya.
Ditegaskan, apapun keputusan di DPRD merupakan keputusan bersama secara lembaga. Bukan keputusan personal, termasuk halnya hasil rapat paripurna adalah keputusan lembaga.
"Jadi, tidak perlu anggota dewan mengintervensi Pemprov Riau saat verifikasi Ranperda. Biarkan mereka bekerja. Karena Pemprov lebih paham dan bijak, karena setiap hari mereka bekerja verifikasi Ranperda dari 12 kabupaten/kota. Mari kita hormati dan kita tunggu hasil verifikasi Pemprov Riau," pintanya.(gus)