Syafri Harto Minta Dibebaskan

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – TERDAKWA kasus dugaan pencabulan Syafri Harto, melalui Penasehat Hukumnya Dodi Fernando, meminta dibebaskan dari segala tuduhan. Hal ini disampaikan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi), Kamis (24/3). Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Estiono itu, terdakwa juga meminta dipulihkan nama baik, harkat dan martabatnya.

"Selama persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menghadirkan banyak saksi namun tidak ada satupun saksi yang benar-benar melihat dan mengetahui kejadian tanggal 27 Oktober 2021 di ruang dekan seperti dalam dakwaannya. Unsur pasal yang didakwakan JPU, Pasal 289 KUHP, juga tidak terpenuhi. Oleh karena itu, terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan dan dipulihkan nama baik, harkat dan martabatnya," ungkap Dodi.

- Advertisement -

Dodi berpendapat unsur pasal 289 KUHP tidak terpenuhi dalam kasus ini karena kliennya tidak terbukti melakukan kekerasan terhadap korban LM. Selain itu, tidak ada visum dan juga barang bukti berupa pakaian LM juga tidak bisa membuktikan telah terjadinya kekerasan.

"Selama persidangan JPU tidak ada mengajukan bukti adanya visum yang menjelaskan telah terjadi kekerasan kepada LM ketika peristiwa itu terjadi, kemudian di muka persidangan yang mulia hakim juga meminta untuk diperlihatkan pakaian yang digunakan LM ketika bimbingan proposal dengan terdakwa, itu juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada pakaian LM. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya koyak atau robek, kancing yang copot pada pakaian LM akibat kekerasan," ucap Dodi sesuai nota pembelaan yang dibaca bergantian oleh Penasehat Hukum terdakwa.

- Advertisement -

Maka, lanjut Dodi, dari uraian itu dapat terlihat unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan pada ada Pasal 289 KUHP, tidak terpenuhi.

"Sesuai pula dengan keterangan ahli Dr Zulkarnaen SH MH, unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan, mutlak harus terpenuhi. Apabila tidak terpenuhi, maka terdakwa harus dibebaskan demi hukum," lanjut Dodi.

Sebaliknya, JPU melalui Jaksa Syafril sebelumnya menjelaskan, unsur Pasal 289 KUHP terpenuhi. Menurut Syafril ada unsur pemaksaan dalam kejadian saat bimbingan tersebut. Syafril menilai, itu terjadi karena adanya hubungan tidak seimbang antara Syafri Harto dan LM sebagai korban.

"Dapat kami buktikan adanya unsur pemaksaan di situ, memaksa dalam artian memaksa secara psikologis. Karena adanya relasi yang tak seimbang antara dosen apalagi seorang dekan terhadap mahasiswinya, terikat oleh tugas akhirnya supaya menyandang gelar sarjana," kata Syafril.

Syafril pada sidang tuntutannya awal pekan ini menyebutkan, sesuai fakta persidangan, pihaknya meyakini terdakwa juga telah melakukan pencabulan terhadap korban LM pada saat bimbingan skripsi. Sejumlah perbuatan yang telah diungkap dalam persidangan sebelumnya membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak didiknya.

"Perbuatan cabulnya dapat kita pahami bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan yang tidak pantas sebagai pendidik kepada anak didiknya dengan mencium pipi dan kening dan berusaha untuk mencium bibir. Itu perbuatan asusila, maka dapat kami buktikan bahwa perbuatan itu memenuhi unsur Pasal 289 KUHP," kata Syafril.

Sidang dijadwalkan kembali oleh majelis hakim pada Senin (28/3) dengan agenda tanggapan jaksa atas nota pembelaan.(hen)

Laporan HENDRAWAN, Pekanbaru

 

 

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – TERDAKWA kasus dugaan pencabulan Syafri Harto, melalui Penasehat Hukumnya Dodi Fernando, meminta dibebaskan dari segala tuduhan. Hal ini disampaikan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi), Kamis (24/3). Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Estiono itu, terdakwa juga meminta dipulihkan nama baik, harkat dan martabatnya.

"Selama persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menghadirkan banyak saksi namun tidak ada satupun saksi yang benar-benar melihat dan mengetahui kejadian tanggal 27 Oktober 2021 di ruang dekan seperti dalam dakwaannya. Unsur pasal yang didakwakan JPU, Pasal 289 KUHP, juga tidak terpenuhi. Oleh karena itu, terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan dan dipulihkan nama baik, harkat dan martabatnya," ungkap Dodi.

Dodi berpendapat unsur pasal 289 KUHP tidak terpenuhi dalam kasus ini karena kliennya tidak terbukti melakukan kekerasan terhadap korban LM. Selain itu, tidak ada visum dan juga barang bukti berupa pakaian LM juga tidak bisa membuktikan telah terjadinya kekerasan.

"Selama persidangan JPU tidak ada mengajukan bukti adanya visum yang menjelaskan telah terjadi kekerasan kepada LM ketika peristiwa itu terjadi, kemudian di muka persidangan yang mulia hakim juga meminta untuk diperlihatkan pakaian yang digunakan LM ketika bimbingan proposal dengan terdakwa, itu juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada pakaian LM. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya koyak atau robek, kancing yang copot pada pakaian LM akibat kekerasan," ucap Dodi sesuai nota pembelaan yang dibaca bergantian oleh Penasehat Hukum terdakwa.

Maka, lanjut Dodi, dari uraian itu dapat terlihat unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan pada ada Pasal 289 KUHP, tidak terpenuhi.

"Sesuai pula dengan keterangan ahli Dr Zulkarnaen SH MH, unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan, mutlak harus terpenuhi. Apabila tidak terpenuhi, maka terdakwa harus dibebaskan demi hukum," lanjut Dodi.

Sebaliknya, JPU melalui Jaksa Syafril sebelumnya menjelaskan, unsur Pasal 289 KUHP terpenuhi. Menurut Syafril ada unsur pemaksaan dalam kejadian saat bimbingan tersebut. Syafril menilai, itu terjadi karena adanya hubungan tidak seimbang antara Syafri Harto dan LM sebagai korban.

"Dapat kami buktikan adanya unsur pemaksaan di situ, memaksa dalam artian memaksa secara psikologis. Karena adanya relasi yang tak seimbang antara dosen apalagi seorang dekan terhadap mahasiswinya, terikat oleh tugas akhirnya supaya menyandang gelar sarjana," kata Syafril.

Syafril pada sidang tuntutannya awal pekan ini menyebutkan, sesuai fakta persidangan, pihaknya meyakini terdakwa juga telah melakukan pencabulan terhadap korban LM pada saat bimbingan skripsi. Sejumlah perbuatan yang telah diungkap dalam persidangan sebelumnya membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak didiknya.

"Perbuatan cabulnya dapat kita pahami bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan yang tidak pantas sebagai pendidik kepada anak didiknya dengan mencium pipi dan kening dan berusaha untuk mencium bibir. Itu perbuatan asusila, maka dapat kami buktikan bahwa perbuatan itu memenuhi unsur Pasal 289 KUHP," kata Syafril.

Sidang dijadwalkan kembali oleh majelis hakim pada Senin (28/3) dengan agenda tanggapan jaksa atas nota pembelaan.(hen)

Laporan HENDRAWAN, Pekanbaru

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya