PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kebijakan Disdik Pekanbaru yang menegaskan hanya anak-anak yang sudah vaksin saja yang bisa ikut pembelajaran tatap muka (PTM), sementara anak-anak yang tidak vaksin dengan berbagai pertimbangan orang tua memilih untuk tidak mengikuti program tersebut, dianjurkan untuk belajar dengan sistem online.
Kebijakan Disdik ini pun mendapat respon dari anggota DPRD Kota Pekanbaru H Ervan. Dia justru mempertanyakan Disdik Pekanbaru mengacu kepada aturan yang mana? Pasalnya, dari keterangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim sudah menegaskan, bahwa vaksinasi anak bukanlah kriteria khusus untuk bisa PTM, baik level 1, 2 ataupun 3, kecuali zona merah.
"Ini harusnya yang menjadi acuan Disdik Pekanbaru untuk pendidikan anak. Disdik ini pakai aturan yang mana? Menteri sudah tegas soalnya, tak usahlah mengada-ngada lagi," tanya Ervan, Rabu (23/2).
Disampaikan Politisi Gerindra ini, bahwa saat ini prioritas utama pemerintah adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, dan pendidik, serta tenaga kependidikan.
Termasuk juga ditegaskan Ervan, yaitu keluarga, dan masyarakat secara umum. "Ini kemarin yang ditegaskan Menteri. Harus dipertimbangkan juga seharusnya oleh Disdik Pekanbaru mengenai tumbuh kembang anak didik, dan psikology nya," paparnya.
"Maka dari itu, soal vaksinasi terhadap anak ini sebaiknya Disdik mengedepankan cara-cara yang persuasif, dan tidak memaksa seperti yang banyak dikeluhkan orang tua murid saat ini," ucapnya.
Yang utama itu, untuk PTM itu ialah, kata Ervan lagi, pengetatan penerapan prokes di sekolah, dan tenaga pengajar yang wajib vaksin.
Siswa Belum Divaksin Termasuk Berisiko Tinggi
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Pekanbaru Ismardi Ilyas menyebutkan siswa yang belum menjalani vaksinasi termasuk dalam kategori berisiko tinggi.
Ismardi kepada Riau Pos, Rabu (23/2) menyampaikan, dalam Inmendagri terbaru yang mengatur PPKM disebutkan bahwa, bagi daerah yang level 3 dapat melaksanakan pelajaran melalui tatap muka atau daring. "Kita keduanya tempuh itu. Yang risikonya tinggi kita taruh di daring. Risiko rendah di luring. Yang belum vaksinasi kami kategorikan risiko tinggi. Karena akan mudah terdampak, risiko lebih tinggi," kata dia.
Selanjutnya, jika memang siswa tidak bisa vaksinasi, maka harus ada alasan yang jelas, seperti memiliki komorbid atau penyakit bawaan yang dibuktikan dengan surat dari dokter. "Kedua, kita juga memberikan alasan agar nanti orang tua yang anaknya tidak komorbid mereka patuh. Alasannya apa tidak bisa vaksin, apakah ada komorbid, kalau ada komorbid tunjukkan suratnya. Alasannya harus jelas," tegas dia.
Dia memastikan, vaksinasi Covid-19 adalah program pemerintah untuk menyelamatkan Indonesia. "Saya tetap pada keputusan saya. Saya tidak akan merubahnya. Apapun komentar dari luar," imbuhnya.
Dia juga menepis anggapan yang muncul bahwa pemerintah akan lepas tangan jika ada efek samping terhadap anak setelah menjalani vaksinasi. "Pemerintah pasti memberikan yang terbaik untuk rakyat," katanya.(lim)
Laporan AGUSTIAR dan M ALI NURMAN, Kota