PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Sukarmis berkali-kali ditegur hakim saat bersaksi di persidangan tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan Hotel Kuansung, Kamis (21/3).
Pasalnya, Anggota DPRD Riau aktif ini kerap menjawab tak jelas pada sidang lanjutan dengan terdakwa Kepala Bappeda Kuansing Hardi Yakub dan Mantan Kabag Pertanahan Setdakab Kuansing Suhasman.
Tidak hanya saat dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andre Antonius, Sukarmis juga beberapa kali menjawab tak jelas ketika ditanya Ketua Majelis Hakim Zefri Mayeldo Harahap. Hingga pada suatu ketika, pada sidang yang berlangsung hingga petang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru itu, hakim memperingatkan Sukarmis soal jawabannya.
Hal ini bermula ketika JPU mempertanyakan perpindahan lokasi pembangunan hotel lokasi wisma jalur ke lahan baru dekat Gedung Abdul Rauf Jalan Reformasi, Taluk Kuantan.
Diketahui bahwa tanah di lokasi baru milik seseorang bernama Susilowadi. Di mana telah terjadi pertemuan Sukarmis dan pemilik tanah sebelum terjadi pemindahan dengan membeli tanah tersebut.
‘’Apa yang Bapak bicarakan saat bertemu,’’ tanya JPU.
‘’Saya bertemu untuk silaturahim, tidak ada membahas hal itu (soal tanah, red),’’ jawab Sukarmis.
‘’Tapi kalau luas tanahnya Bapak tahu?,’’ JPU langsung bertanya.
‘’Itu tak jelas saya,’’ Sukarmis langsung menjawab.
Kemudian JPU membacakan BAP Sukarmis bahwa luas lahan tersebut 12.214 m2. Kemudian Sukarmis kembali ditanya nilai gantu rugi tanah tersebut.
‘’Tak jelas,’’ Sukarmis kembai mengulang kalimat tersebut hingga membuat hakim menyela pemeriksaan di persidangan yang baru mulai pada sore hari tersebut.
‘’Ini Bapak tak jelas maksudnya apa tak jelas?’’ desak hakim. Sejenak Sukarmis terlihat berpikir namun belum menjawab.
‘’Bapak ingat, tidak tahu atau lupa. Kalimat tak jelas itu maksudnya apa?’’ cecar hakim.
‘’Tak tahu pak,’’ jawab Sukarmis.
‘’Tak tahu atau lupa, ini yang dibacakan Jaksa itu BAP Bapak,’’ hakim mengingatkan Sukarmis soal jawabannya.
‘’Saya kurang dengar pak,’’ kata Sukarmis. Mendengar itu hakim meminta jaksa memperjelas suaranya.
Selama pemeriksaan Sukarmis terungkap bahwa pembangunan di lahan baru itu, menurutnya, tidak disertai dengan kajian. Adapun rencana pembangunan yang memiliki kajian adalah lokasi awal, yaitu lokasi di wisma jalur.
JPU juga sempat membacakan BAP dimana Sukarmis memberikan keterangan bahwa perubahan itu tidak ada pertimbangan teknis. Kemudian Sukarmis membenarkan BAP-nya tersebut.
Juga terungkap, pembangunan itu tidak masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis (Resnra). Hingga belakangan dimasukkan dengan merubah RPJMD tahun berjalan. Rencana pembangunan hotel itu juga tidak masuk Musrembang.
‘’Jadi siapa yang punya ide membangun Hotel ini,’’ tanya JPU.
‘’Itu ide saya,’’ kata Sukarmis yang sekaligus menjawab cecaran JPU bahwa pembanguman hotel itu tidak masuk Musrembang.
Kemudian JPU menanyakan alasan perpindahan lokasi rencana pembangunan hotel dari lokasi awal. Sukarmis menerangkan, perpindahan itu karena alasan lokasi di Jalan Reformasi lebih strategis.
Namun Sukarmis sempat mengemukakan bahwa ganti rugi lahan di Wisma Jalur terlalu banyak biaya. Hal itu kemudian ditimpali JPU bahwa lahan itu milik Pemkab Kuansing. JPU kemudian memperlihatkan bukti sertifikat tanah ke meja hakim.
Terdakwa Hardi Yakub saat diberi kesempatan oleh hakim untuk menanggapi keterangan saksi, juga membantah soal salah satu alasan perpindahan lokasi pembangunan hotel.
‘’Tadi saksi bilang ganti rugi di wisma jalur itu besar, padahal itu tanah milik Pemda,’’ kata Hardi.
Pada persidangan yang hanya sempat memeriksa satu saksi tersebut juga terungkap bahwa hotel tersebut akan dikelola BUMD. Hanya saja hingga 2014 BUMD itu belum terbentuk, sementara pembangunan hotel selesai pada 2015.
Pada sidang sebelunya JPU dalam dakwaannya menyebutkan pembangunan Hotel Kuansing yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2013 dan 2014. Nilai anggarannya mencapai Rp41 miliar.
Dalam perjalannya, pembangunan proyek tersebut tidak selesai hingga sempat dianggarkan lagi untuk biaya penambahan pada 2015 senilai Rp8 miliar. JPU dalam dakwaannya menyebutkan, ada kerugian keuangan negara yang bersumber dari APBD Kuansing sebesar Rp22,6 miliar.
Dua terdakwa, Hardi Yakub dan Suhasman dalam perkara ini didakwa melanggarbPasal 2 ayat 1, Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (end)