Usulan Revisi UKT 38 Mahasiswa Unri Diterima, Delapan Ditolak

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pernyataan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau menerima pengaduan hampir 50 calon mahasiswa baru tidak bisa melanjutkan kuliah karena Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, direspons pihak Rektorat Unri.

Wakil Rektor IV Unri Bidang Perencanaan, Kerja sama dan Sistem Informasi, Dr Ir Sofyan Husein Siregar MPhil didampingi Staf Pendamping Bidang Komunikasi Ir Ridar Hendri MSi PhD meluruskan kabar ini.

- Advertisement -

Menurutnya, setelah di­lakukan pengecekan ulang menyeluruh, ternyata terdapat 46 mahasiswa yang mengajukan permohonan revisi UKT dan hasilnya 38 permohonan mahasiswa baru ini dikabulkan Unri. Sisanya, 8 ditolak karena sesuai aturan.

Sebanyak 38 mahasisswa yang ditolak tersebut secara rinci adalah 24 mahasiswa diturunkan UKT-nya satu tingkat, 10 mahasiswa diturunkan dua tingkat, tiga mahasiswa diturunkan tiga tingkat, dan satu mahasiswa diturunkan empat tingkat.

- Advertisement -

Lebih lanjut dikatakannya, Unri tetap mengapresiasi kreativitas mahasiswa berjuang menyalurkan aspirasinya. Hanya saja, sebagai lembaga pendidik, tugas Unri pula untuk mendidik dan mengarahkan mereka dengan baik agar dalam setiap tindakan yang dilakukan dapat tampil elegan, objektif, menjunjung tinggi etika, dan penuh rasa tanggung jawab.

Ia menuturkan, demi menjunjung prinsip keadilan, Unri memasukkan hampir 50 persen dari 2.000 mahasiswa baru 2024-2025 ke kelompok pembayar UKT rendah, yakni UKT 1 (Rp500 ribu) dan UKT 2 (Rp1 juta) per semester. Selain itu, tahun ini Unri hanya memberlakukan hingga UKT 7 atau turun lima level dari sebelumnya UKT 12.

Menurut dia, dalam pemberlakuan UKT tahun ini, Unri berupaya menjunjung tinggi azas keadilan pendidikan, dengan melakukan verifikasi maksimal terhadap bukti dokumen penghasilan dan ekonomi orang tua/wali mahasiswa yang dikirimkan secara online saat pendaftaran ulang.

“Hasilnya kita berhasil memasukkan 803 dari sekitar 2.000 mahasiswa baru (hampir 50 persen) ke kelompok pembayar UKT rendah, yakni Rp500 ribu (UKT 1) dan Rp1 juta (UKT 2) per semester. Rasanya sudah sangat terjangkau dan memberi rasa adil untuk masyarakat,” ujar Sofyan Husein Siregar, Senin (20/5).

Sofyan juga menjelaskan bahwa Unri tahun ini hanya memberlakukan tarif uang kuliah hanya maksimal hingga UKT 7 dari rencana sebelumnya UKT 12. Ini berlaku untuk 54 dari seluruhnya 55 prodi yang ada di universitas itu.

Langkah ini diambil setelah menelaah hasil verifikasi tim UKT terhadap data penghasilan orang tua mahasiswa yang menyimpulkan bahwa tingkat kemampuan mayoritas mahasiswa membayar UKT maksimal hanya hingga UKT 7.

Kemudian diputuskan setelah menerima masukan dari para pimpinan dan para dekan di lingkungan Unri dalam Rapat Dewan Pimpinan Harian (DPH) Unri yang kemudian menyetujuinya. Dia merinci, dari 55 Prodi S1 (Sarjana) di Unri, 24 prodi dirasionalisasikan dari UKT 12 menjadi hanya sampai UKT 7, 12 Prodi hanya sampai UKT 6, dan 18 Prodi hanya sampai UKT 5. “Satu prodi sisanya, yakni Kedokteran, hanya dapat dirasionalisasi dari UKT 12 ke UKT 9,” katanya.

Dijelaskan, besaran tarif UKT 1, 2 dan 3 untuk semua prodi di Unri, masing-masing hanya Rp500 ribu, Rp1 juta, dan Rp2,2 juta per semester. Kisaran tarif ini terjadi karena biaya kuliah tunggal (BKT) setiap prodi tidak sama.

BKT adalah keperluan biaya untuk terselenggaranya aktivitas belajar mengajar yang ideal di prodi. Dan UKT tertinggi tidak boleh melampaui besaran BKT tadi. Namun demikian, perhitungan tarif tersebut, khususnya untuk UKT 3 ke atas, tidak berlaku untuk empat prodi di Unri yakni di Kedokteran, Kedokteran Hewan, Ilmu Keperawatan, dan Pemanfatan Sumberdaya Perairan. Sebab, besaran BKT-nya jauh lebih tinggi dari BKT prodi yang lain.

Sofyan menjelaskan, untuk sembilan Program Diploma yang ada, tarif UKT juga dirasionalisasikan dari UKT 12 menjadi hanya hingga UKT 4 dan UKT 5. Rinciannya ada enam prodi hanya hingga UKT 6, sementara tiga prodi lainnya hanya hingga UKT 5. Besaran tarif UKT 1, 2, dan 3 untuk Program Diploma relatif sama dengan besaran tarif pada Program Sarjana.

“Saya ingin menyampaikan sekali lagi, bahwa hitungan tarif UKT tersebut didasarkan kepada kemampuan ekonomi orang tua/wali mahasiswa. Ini dievaluasi berdasarkan berkas-berkas terkait yang ditunjukkan mahasiswa saat ia mendaftar ulang secara online,” ujarnya.

UKT Lebih Besar dari Pendapatan 8 Bulan Orang Tua

Sementara itu, ada seorang mahasiswa baru Unri yang pendapatan keluarganya Rp1,1 juta tapi harus bayar biaya kuliah Rp8,8 juta per semester. Padahal tempat tinggal saja masih ngontrak. Mahasiswa yang minta namanya tidak disebutkan ini merupakan asal Kota Pekanbaru dan baru lulus dari salah satu SMA Negeri.

Niatnya umtuk mengubah nasib keluarga lewat jalur pendidikan tinggi terancam punah. Dirinya terancam kembali meneruskan langkah berat menjadi tenaga kerja ber-skill rendah dan berpendapatan kecil. Baginya, UKT di salah satu program studi Diploma III (D3) di Unri tidak masuk akal.

Dia harus menerima UKT kelompok 5. Nilainya tidak main-main, lebih dari 8 kali lipat pendapatan orang tuanya. ‘’Ayah saya cuma ada pendapatan tetap Rp1,1 juta, UKT saya Rp8,8 juta. Padahal saya mahasiswa undangan,’’ ujar Abdi lewat sambungan telepon pada Senin (20/5).

Kondisi rumah Abdi dan keluarganya juga jauh tidak masuk akal. Pasalnya rumah mereka masih mengontrak, bukan rumah sendiri. ‘’Kami masih mengontrak, belum punya rumah sendiri,’’ kata dia.

Sedih dan gelisah karena impian untuk kuliah di salah satu perguruan paling bergengsi di Riau segera pupus. Isi hati campur aduk begitu mendengar biaya kuliah Rp8,8 juta dan harus lunas kurang dari sepekan.

Kendati pelunasan sempat diundur, hal itu juga tidak membantu. Karena orang tuanya memang tidak mampu. Pendapatan rata-rata per bulan hanya Rp1,1 juta karena tidak punya pekerjaan tetap. Malah kadang kerja, kadang tidak. Pasalnya, sang ayah anyalah buruh bangunan.

Bahkan ketika diakumulasikan pendapatan orang tuanya, juga tidak cukup. Misalnya keluarga ini tidak makan, tidak bayar listrik, tidak bayar kontrakan karena semua pendapatan ditabung selama satu semester atau enam bulan, tetap masih belum bisa melunasi biaya UTK di Unri.

Ia memilih jurusan yang memang didambakannya. Bukan tanpa dukungan kemampuan akademik, dirinya lolos sebagai mahasiswa undangan. Namun status istimewa itu, tanpa tes, hampir tidak lagi berguna.

Dirinya bukan tipikal mudah menyerah. Ketika ada peluang revisi UKT dari kampus itu, dia langsung menyambarnya. Tapi usahanya mentok. ‘’UKT saya tak bisa diubah, katanya sudah dikirim datanya ke pusat. Kecuali ada persetujuan Rektor. Cuma itulah harapan saya,’’ ungkapnya.

Yang membuatnya makin sedih, kawan seperjuangannya justru berhasil revisi UKT. Sama-sama dari keluarga susah, sama-sama mengontrak atau belum punya rumah. Temannya itu tak harus membayar sampai Rp8,8 juta. ‘’Dia diterima, jadi Rp3,5 juta. Tapi dia sudah melunasi. Padahal kami mengurus sama-sama,’’ katanya dengan nada sedih.

Sementara calon mahasiswi baru Unri yang juga minta namanya dirahasiakan mengalami hal yang sama. Ia lulus di salah satu program studi akreditasi A di Unri yang relevan dengan jurusannya di salah satu SMK Negeri sebelumnya.

Masalahnya pendapatan orang tuanya hanya Rp1,5 juta sebagai seorang honorer. Sementara sang ibu hanya ibu rumah tangga. Lulus dari sekolah negeri yang dibiayai negara, ia harus menghadapi kenyataan. Bahwa kepintaran akademik tidak mampu mengubah nasib keluarganya yang berasal dari golongan susah.

Ia malah mengaku masuk Unri karena skema UKT yang sepengetahuannya cukup berkeadilan. Karena mahasiswi dari keluarga tidak mampu seperti dirinya, berdasarkan informasi awal yang didapatkannya, ada UKT rendah hanya Rp1 juta per semester. ‘’Saya kira saya bakal dapat UKT Rp1 juta untuk keluarga kurang mampu, rupanya tidak,’’ ungkapnya.

Tidak berdiam diri, dirinya juga tetap berupaya agar mendapat  UKT sesuai kemampuan sang ayah yang kuli bangunan. Namun hingga Senin (20/5) upayanya belum membuahkan hasil, dia harus tetap membayar Rp3,5 juta. ‘’Awalnya Rp4,8 juta, sudah ajukan revisi biar dapat UKT Rp1 jutaan sesuai pendapat ayah. Setelah keluar hasil, cuma turun Rp3,5 juta. Jadi orang tua masih keberatan,’’ kata dia lirih.

Revisi itu keluar menurutnya sudah H-3 pelunasan UKT perdana. Hingga keluarganya merasa memiliki waktu terbatas di samping nilai UKT itu jauh dari kata ideal. ‘’Keputusannya kalau ada duit malam ini (malam kemarin, red) tetap kuliah. Kalau belum dapat ya tak kuliah,’’ ujarnya.

Ia makin sedih, UKT awal itu harus pula dilunaskan segera. Padahal, ditabung pun keseluruhan pendapatan ayahnya selama enam bulan penuh, belum cukup untuk membayar UKT satu semester. ‘’Sedih, mau bagaimana lagi. Tidak tahu kalau UKT Unri tinggi kayak itu. Kami memang keluarga tidak mampu,’’ ujarnya dengan suara mulai tersendat-sendat.

Kedua mahasiswa ini merupakan kelompok sekitar 50 mahasiswa baru yang terancam batal kuliah karena biaya UKT Unri yang mahal berdasarkan data dihimpun BEM Unri. Seperti dijelaskan Ketua BEM Fakultas Pertanian Unri Khariq Anhar, banyak mahasiswa baru merasa tertipu karena menaikan UKT keluar pasca mahasiswa sudah lulus Unri. ‘’Maka sebagai solidaritas dengan mahasiswa baru, kami tetap memperjuangkan ini,’’ kata Khariq.(dof/end)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pernyataan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau menerima pengaduan hampir 50 calon mahasiswa baru tidak bisa melanjutkan kuliah karena Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, direspons pihak Rektorat Unri.

Wakil Rektor IV Unri Bidang Perencanaan, Kerja sama dan Sistem Informasi, Dr Ir Sofyan Husein Siregar MPhil didampingi Staf Pendamping Bidang Komunikasi Ir Ridar Hendri MSi PhD meluruskan kabar ini.

Menurutnya, setelah di­lakukan pengecekan ulang menyeluruh, ternyata terdapat 46 mahasiswa yang mengajukan permohonan revisi UKT dan hasilnya 38 permohonan mahasiswa baru ini dikabulkan Unri. Sisanya, 8 ditolak karena sesuai aturan.

Sebanyak 38 mahasisswa yang ditolak tersebut secara rinci adalah 24 mahasiswa diturunkan UKT-nya satu tingkat, 10 mahasiswa diturunkan dua tingkat, tiga mahasiswa diturunkan tiga tingkat, dan satu mahasiswa diturunkan empat tingkat.

Lebih lanjut dikatakannya, Unri tetap mengapresiasi kreativitas mahasiswa berjuang menyalurkan aspirasinya. Hanya saja, sebagai lembaga pendidik, tugas Unri pula untuk mendidik dan mengarahkan mereka dengan baik agar dalam setiap tindakan yang dilakukan dapat tampil elegan, objektif, menjunjung tinggi etika, dan penuh rasa tanggung jawab.

Ia menuturkan, demi menjunjung prinsip keadilan, Unri memasukkan hampir 50 persen dari 2.000 mahasiswa baru 2024-2025 ke kelompok pembayar UKT rendah, yakni UKT 1 (Rp500 ribu) dan UKT 2 (Rp1 juta) per semester. Selain itu, tahun ini Unri hanya memberlakukan hingga UKT 7 atau turun lima level dari sebelumnya UKT 12.

Menurut dia, dalam pemberlakuan UKT tahun ini, Unri berupaya menjunjung tinggi azas keadilan pendidikan, dengan melakukan verifikasi maksimal terhadap bukti dokumen penghasilan dan ekonomi orang tua/wali mahasiswa yang dikirimkan secara online saat pendaftaran ulang.

“Hasilnya kita berhasil memasukkan 803 dari sekitar 2.000 mahasiswa baru (hampir 50 persen) ke kelompok pembayar UKT rendah, yakni Rp500 ribu (UKT 1) dan Rp1 juta (UKT 2) per semester. Rasanya sudah sangat terjangkau dan memberi rasa adil untuk masyarakat,” ujar Sofyan Husein Siregar, Senin (20/5).

Sofyan juga menjelaskan bahwa Unri tahun ini hanya memberlakukan tarif uang kuliah hanya maksimal hingga UKT 7 dari rencana sebelumnya UKT 12. Ini berlaku untuk 54 dari seluruhnya 55 prodi yang ada di universitas itu.

Langkah ini diambil setelah menelaah hasil verifikasi tim UKT terhadap data penghasilan orang tua mahasiswa yang menyimpulkan bahwa tingkat kemampuan mayoritas mahasiswa membayar UKT maksimal hanya hingga UKT 7.

Kemudian diputuskan setelah menerima masukan dari para pimpinan dan para dekan di lingkungan Unri dalam Rapat Dewan Pimpinan Harian (DPH) Unri yang kemudian menyetujuinya. Dia merinci, dari 55 Prodi S1 (Sarjana) di Unri, 24 prodi dirasionalisasikan dari UKT 12 menjadi hanya sampai UKT 7, 12 Prodi hanya sampai UKT 6, dan 18 Prodi hanya sampai UKT 5. “Satu prodi sisanya, yakni Kedokteran, hanya dapat dirasionalisasi dari UKT 12 ke UKT 9,” katanya.

Dijelaskan, besaran tarif UKT 1, 2 dan 3 untuk semua prodi di Unri, masing-masing hanya Rp500 ribu, Rp1 juta, dan Rp2,2 juta per semester. Kisaran tarif ini terjadi karena biaya kuliah tunggal (BKT) setiap prodi tidak sama.

BKT adalah keperluan biaya untuk terselenggaranya aktivitas belajar mengajar yang ideal di prodi. Dan UKT tertinggi tidak boleh melampaui besaran BKT tadi. Namun demikian, perhitungan tarif tersebut, khususnya untuk UKT 3 ke atas, tidak berlaku untuk empat prodi di Unri yakni di Kedokteran, Kedokteran Hewan, Ilmu Keperawatan, dan Pemanfatan Sumberdaya Perairan. Sebab, besaran BKT-nya jauh lebih tinggi dari BKT prodi yang lain.

Sofyan menjelaskan, untuk sembilan Program Diploma yang ada, tarif UKT juga dirasionalisasikan dari UKT 12 menjadi hanya hingga UKT 4 dan UKT 5. Rinciannya ada enam prodi hanya hingga UKT 6, sementara tiga prodi lainnya hanya hingga UKT 5. Besaran tarif UKT 1, 2, dan 3 untuk Program Diploma relatif sama dengan besaran tarif pada Program Sarjana.

“Saya ingin menyampaikan sekali lagi, bahwa hitungan tarif UKT tersebut didasarkan kepada kemampuan ekonomi orang tua/wali mahasiswa. Ini dievaluasi berdasarkan berkas-berkas terkait yang ditunjukkan mahasiswa saat ia mendaftar ulang secara online,” ujarnya.

UKT Lebih Besar dari Pendapatan 8 Bulan Orang Tua

Sementara itu, ada seorang mahasiswa baru Unri yang pendapatan keluarganya Rp1,1 juta tapi harus bayar biaya kuliah Rp8,8 juta per semester. Padahal tempat tinggal saja masih ngontrak. Mahasiswa yang minta namanya tidak disebutkan ini merupakan asal Kota Pekanbaru dan baru lulus dari salah satu SMA Negeri.

Niatnya umtuk mengubah nasib keluarga lewat jalur pendidikan tinggi terancam punah. Dirinya terancam kembali meneruskan langkah berat menjadi tenaga kerja ber-skill rendah dan berpendapatan kecil. Baginya, UKT di salah satu program studi Diploma III (D3) di Unri tidak masuk akal.

Dia harus menerima UKT kelompok 5. Nilainya tidak main-main, lebih dari 8 kali lipat pendapatan orang tuanya. ‘’Ayah saya cuma ada pendapatan tetap Rp1,1 juta, UKT saya Rp8,8 juta. Padahal saya mahasiswa undangan,’’ ujar Abdi lewat sambungan telepon pada Senin (20/5).

Kondisi rumah Abdi dan keluarganya juga jauh tidak masuk akal. Pasalnya rumah mereka masih mengontrak, bukan rumah sendiri. ‘’Kami masih mengontrak, belum punya rumah sendiri,’’ kata dia.

Sedih dan gelisah karena impian untuk kuliah di salah satu perguruan paling bergengsi di Riau segera pupus. Isi hati campur aduk begitu mendengar biaya kuliah Rp8,8 juta dan harus lunas kurang dari sepekan.

Kendati pelunasan sempat diundur, hal itu juga tidak membantu. Karena orang tuanya memang tidak mampu. Pendapatan rata-rata per bulan hanya Rp1,1 juta karena tidak punya pekerjaan tetap. Malah kadang kerja, kadang tidak. Pasalnya, sang ayah anyalah buruh bangunan.

Bahkan ketika diakumulasikan pendapatan orang tuanya, juga tidak cukup. Misalnya keluarga ini tidak makan, tidak bayar listrik, tidak bayar kontrakan karena semua pendapatan ditabung selama satu semester atau enam bulan, tetap masih belum bisa melunasi biaya UTK di Unri.

Ia memilih jurusan yang memang didambakannya. Bukan tanpa dukungan kemampuan akademik, dirinya lolos sebagai mahasiswa undangan. Namun status istimewa itu, tanpa tes, hampir tidak lagi berguna.

Dirinya bukan tipikal mudah menyerah. Ketika ada peluang revisi UKT dari kampus itu, dia langsung menyambarnya. Tapi usahanya mentok. ‘’UKT saya tak bisa diubah, katanya sudah dikirim datanya ke pusat. Kecuali ada persetujuan Rektor. Cuma itulah harapan saya,’’ ungkapnya.

Yang membuatnya makin sedih, kawan seperjuangannya justru berhasil revisi UKT. Sama-sama dari keluarga susah, sama-sama mengontrak atau belum punya rumah. Temannya itu tak harus membayar sampai Rp8,8 juta. ‘’Dia diterima, jadi Rp3,5 juta. Tapi dia sudah melunasi. Padahal kami mengurus sama-sama,’’ katanya dengan nada sedih.

Sementara calon mahasiswi baru Unri yang juga minta namanya dirahasiakan mengalami hal yang sama. Ia lulus di salah satu program studi akreditasi A di Unri yang relevan dengan jurusannya di salah satu SMK Negeri sebelumnya.

Masalahnya pendapatan orang tuanya hanya Rp1,5 juta sebagai seorang honorer. Sementara sang ibu hanya ibu rumah tangga. Lulus dari sekolah negeri yang dibiayai negara, ia harus menghadapi kenyataan. Bahwa kepintaran akademik tidak mampu mengubah nasib keluarganya yang berasal dari golongan susah.

Ia malah mengaku masuk Unri karena skema UKT yang sepengetahuannya cukup berkeadilan. Karena mahasiswi dari keluarga tidak mampu seperti dirinya, berdasarkan informasi awal yang didapatkannya, ada UKT rendah hanya Rp1 juta per semester. ‘’Saya kira saya bakal dapat UKT Rp1 juta untuk keluarga kurang mampu, rupanya tidak,’’ ungkapnya.

Tidak berdiam diri, dirinya juga tetap berupaya agar mendapat  UKT sesuai kemampuan sang ayah yang kuli bangunan. Namun hingga Senin (20/5) upayanya belum membuahkan hasil, dia harus tetap membayar Rp3,5 juta. ‘’Awalnya Rp4,8 juta, sudah ajukan revisi biar dapat UKT Rp1 jutaan sesuai pendapat ayah. Setelah keluar hasil, cuma turun Rp3,5 juta. Jadi orang tua masih keberatan,’’ kata dia lirih.

Revisi itu keluar menurutnya sudah H-3 pelunasan UKT perdana. Hingga keluarganya merasa memiliki waktu terbatas di samping nilai UKT itu jauh dari kata ideal. ‘’Keputusannya kalau ada duit malam ini (malam kemarin, red) tetap kuliah. Kalau belum dapat ya tak kuliah,’’ ujarnya.

Ia makin sedih, UKT awal itu harus pula dilunaskan segera. Padahal, ditabung pun keseluruhan pendapatan ayahnya selama enam bulan penuh, belum cukup untuk membayar UKT satu semester. ‘’Sedih, mau bagaimana lagi. Tidak tahu kalau UKT Unri tinggi kayak itu. Kami memang keluarga tidak mampu,’’ ujarnya dengan suara mulai tersendat-sendat.

Kedua mahasiswa ini merupakan kelompok sekitar 50 mahasiswa baru yang terancam batal kuliah karena biaya UKT Unri yang mahal berdasarkan data dihimpun BEM Unri. Seperti dijelaskan Ketua BEM Fakultas Pertanian Unri Khariq Anhar, banyak mahasiswa baru merasa tertipu karena menaikan UKT keluar pasca mahasiswa sudah lulus Unri. ‘’Maka sebagai solidaritas dengan mahasiswa baru, kami tetap memperjuangkan ini,’’ kata Khariq.(dof/end)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya