Dukung Aliran DBH CPO ke Daerah

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pungutan penjualan crude palm oil (CPO) yang didapat oleh pusat dari Provinsi Riau diketahui sangat besar. Namun sampai saat ini, aliran dana bagi hasil (DBH) untuk CPO terbilang masih minim. Untuk itu, Sekretaris Fraksi PAN DPRD Riau Ade Hartati mendorong agar gubernur bisa memperjuangkan aliram DBH tersebut ke daerah.

Hal itu disampaikan Ade menanggapi rencana kepala daerah se-Sumatera dan Kalimantan menuntut aliran DBH CPO ke provinsi. "Harus kita dukung itu," sebut Ade, Kamis (19/12).

- Advertisement -

Dijabarkan dia, luas Provinsi Riau diketahui mencapai 10,7 juta hektare. Luasan itu dibagi atas daratan 9,03 juta hektare dan perairan 1,67 juta hektare. Hampir dari setengah dari luas daratan Provinsi Riau, merupakan lahan perkebunan dan hutan tanaman industri.

Lebih spesifik didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Baik yang di kelola oleh swasta, BUMN ataupun oleh rakyat.

- Advertisement -

berdasarkan data pansus monitoring DPRD Riau tahun 2015, saat ini Provinsi Riau telah memiliki lahan yang berizin seluas 1,34 juta hektare dan terdapat 225 pabrik pengelolaan kelapa sawit dan menghasilkan CPO sebanyak 9.283.200 ton pertahun.

Dilihat dari besaran pungutan penjualan CPO fund sebesar 50 dolar AS  per matrik ton, maka ada potensi sumbangan keuangan sebesar lebih kurang 9.283.200 × 50 dolar AS sama dengan 450.000.000 dolar AS.

Atau jika menggunakan kurs rupiah di angka Rp14 ribu per 1 dolar AS, maka terdapat potensi pungutan yang disetor ke BPD PKS sebesar Rp6,3 triliun pertahun. Potensi pungutan dari  penjualan CPO ini, yang dikembalikan ke daerah hanya kurang lebih sekitar Rp 300 miliar saja. Dengan peruntukan salah satunya adalah  digunakan untuk replanting sebesar Rp25 juta per hektare.

"Artinya , hanya ada 1.200 hektare lahan perkebunan yang bisa melakukan replanting dengan anggaran Rp300 miliar tersebut. Anggaran Rp300 miliar ini merupakan anggaran yang bersifat hibah yang diberikan kepada masyarakat untuk kebutuhan replanting," tuturnya.

Menurut dia, dari total lahan di Riau yang berjumlah kurang lebih 4 juta hektare, Riau hanya mendapat kucuran dana sebesr Rp300 miliar tentunya sangat tidak berkeadilan. Untuk itu, sudah saatnya Riau menuntut agar pengembalian hasil pungutan penjualan CPO itu bersifat proposional bagi daerah penghasil.

"Maka langkah gubernur saya nilai tepat. Kami DPRD tentunya siap mendukung langkah tersebut. Jika berhasil, pastinya bisa digunakan untuk pembangunan daerah," tambahnya.(nda)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pungutan penjualan crude palm oil (CPO) yang didapat oleh pusat dari Provinsi Riau diketahui sangat besar. Namun sampai saat ini, aliran dana bagi hasil (DBH) untuk CPO terbilang masih minim. Untuk itu, Sekretaris Fraksi PAN DPRD Riau Ade Hartati mendorong agar gubernur bisa memperjuangkan aliram DBH tersebut ke daerah.

Hal itu disampaikan Ade menanggapi rencana kepala daerah se-Sumatera dan Kalimantan menuntut aliran DBH CPO ke provinsi. "Harus kita dukung itu," sebut Ade, Kamis (19/12).

Dijabarkan dia, luas Provinsi Riau diketahui mencapai 10,7 juta hektare. Luasan itu dibagi atas daratan 9,03 juta hektare dan perairan 1,67 juta hektare. Hampir dari setengah dari luas daratan Provinsi Riau, merupakan lahan perkebunan dan hutan tanaman industri.

Lebih spesifik didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Baik yang di kelola oleh swasta, BUMN ataupun oleh rakyat.

berdasarkan data pansus monitoring DPRD Riau tahun 2015, saat ini Provinsi Riau telah memiliki lahan yang berizin seluas 1,34 juta hektare dan terdapat 225 pabrik pengelolaan kelapa sawit dan menghasilkan CPO sebanyak 9.283.200 ton pertahun.

Dilihat dari besaran pungutan penjualan CPO fund sebesar 50 dolar AS  per matrik ton, maka ada potensi sumbangan keuangan sebesar lebih kurang 9.283.200 × 50 dolar AS sama dengan 450.000.000 dolar AS.

Atau jika menggunakan kurs rupiah di angka Rp14 ribu per 1 dolar AS, maka terdapat potensi pungutan yang disetor ke BPD PKS sebesar Rp6,3 triliun pertahun. Potensi pungutan dari  penjualan CPO ini, yang dikembalikan ke daerah hanya kurang lebih sekitar Rp 300 miliar saja. Dengan peruntukan salah satunya adalah  digunakan untuk replanting sebesar Rp25 juta per hektare.

"Artinya , hanya ada 1.200 hektare lahan perkebunan yang bisa melakukan replanting dengan anggaran Rp300 miliar tersebut. Anggaran Rp300 miliar ini merupakan anggaran yang bersifat hibah yang diberikan kepada masyarakat untuk kebutuhan replanting," tuturnya.

Menurut dia, dari total lahan di Riau yang berjumlah kurang lebih 4 juta hektare, Riau hanya mendapat kucuran dana sebesr Rp300 miliar tentunya sangat tidak berkeadilan. Untuk itu, sudah saatnya Riau menuntut agar pengembalian hasil pungutan penjualan CPO itu bersifat proposional bagi daerah penghasil.

"Maka langkah gubernur saya nilai tepat. Kami DPRD tentunya siap mendukung langkah tersebut. Jika berhasil, pastinya bisa digunakan untuk pembangunan daerah," tambahnya.(nda)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya