PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Pekanbaru sedang diguncang. Ketua dan pengurusnya mendapat mosi tak percaya dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri, beserta Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD Negeri.
Mosi tidak percaya dan keberatan tersebut disampaikan dalam rapat seluruh K3S SD dan MKKS SMP, Rabu (12/8). "Bahkan ada ketua cabang atau pegurus PGRI kecamatan itu tidak ada SK, hanya ditunjuk-tunjuk saja," ujar ketua K3S Kecamatan Tampan Gimin SPdi kepada Riau Pos, Rabu (12/8).
Dijelaskannya, dalam rapat tersebut, pengurus MKKS SMP Negeri dan K3S SD Negeri menanyakan legalitas kepengurusan PGRI tingkat kecamatan. Dan hasil keputusan musyawarah, mereka akan mengirim surat keberatan kepada Ketua PGRI Pusat dan akan mengirimkan tembusan kepada Ketua PGRI Provinsi Provinsi dan PGRI Kota Pekanbaru agar kepengurusannya ditinjau ulang dengan melibatkan semua kepala sekolah SD dan SMP di kecamatan se-Pekanbaru.
"Ada lima poin yang kami sampaikan dalam surat pernyataan mosi tidak percaya dan keberatan terhadap ketua dan pengurus PGRI Kota Pekanbaru," ujar Gimin.
Gimin menuturkan, lima poin tersebut di antaranya, pertama semua ketua dan pengurus PGRI Kecamatan di Kota Pekanbaru tidak jelas karena penunjukannya dilakukan tidak berdasarkan AD/ART PGRI dan tanpa sepengetahuan anggota di tingkat kecamatan.
Kedua, sebagian besar pengurus PGRI Kecamatan tidak memiliki SK dan struktur kepengurusan. Ketiga, pengurus PGRI tingkat kecamatan 80 persen dipegang oleh kepala sekolah SLTA swasta yang berasal dari kelompok organisasi tertentu, bahkan ada yang sudah meninggal dunia tetapi masih terdaftar sebagai ketua PGRI kecamatan.
Selanjutnya, keempat, program PGRI tingkat Kota Pekanbaru tidak pernah ada disosialisasikan, sehingga tidak diketahui oleh guru sebagai anggota serta tidak ada dampaknya kepada pembinaan professional guru. Terakhir, iuran PGRI dari aparatur sipil negara (ASN) sebesar Rp5.000 per bulan yang dipotong langsung dari gaji melalui Bank Riau Kepri dan hasil sewa gedung PGRI kepada masyarakat tidak pernah ada sosialisasi dan pertanggungjawaban, sehingga guru sebagai anggota tidak tahu untuk apa penggunaannya.
"Berdasarkan lima poin tersebut, kami berharap kepada ketua PGRI pusat untuk menindak lanjuti sehingga rencana konferrensi cabang Kota Pekanbaru tanggal 29 Agustus 2020 dapat ditunda sampai terbentuknya kembali pengurus PGRI kecamatan sesuai dengan AD/ART PGRI. Begitu juga dengan persolan lainnya yang ada di poin satu sampai lima tersebut," terang Gimin.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi Riau Pos, Kamis (13/8) melalui telpon selulernya, Ketua PGRI Kota Pekanbaru Defi Warman enggan merespon. Meski sudah dihubungi beberapa kali. Tidak hanya ditelepon, tetapi juga melalui pesan What’sApp, tetap juga tidak direspon (sudah dibaca/dilihat).
Sedangkan ketua PGRI Provinsi Riau Syafi’i ketika dikonfirmasi melalui selulernya juga enggan memberikan komentar banyak. Ia hanya menyebutkan surat pernyataan mosi tidak percaya dan keberatan tersebut ditujukan ke PGRI pusat, bukan kepada PGRI Provinsi Riau.(dof)