PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Sidang perdana gugatan Yayasan Majelis Rakyat Riau (MRR) terhadap PT Padasa Enam Utama di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang digelar, Kamis (13/2). Sebelumnya, Yayasan MRR melakukan gugatan legal standing atas dugaan perambahan kawasan hutan Bukit Suligi oleh PT Padasa.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Meni Warlia SH MH tersebut beragendakan pemanggilan kedua belah pihak. Dari Yayasan MRR selaku pihak penggugat dihadiri kuasa hukum Rusdinur. Sedangkan PT Padasa selaku pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan. Sedangkan pihak turut tergugat, yakni Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau hadir.
Atas kondisi itu, Hakim Ketua Meni memutuskan untuk mengagendakan sidang kembali hingga 1 bulan mendatang. Hal itu disebabkan jarak antara para pihak cukup jauh dari Kota Bangkinang. "Sidang kembali kita agendakan 1 bulan dari sekarang," sebut Halim Ketua Meni.
Di luar sidang, kuasa hukum Yayasan MRR Rusdinur menyatakan sidang berjalan baik. Dirinya juga mengapresiasi pihak DLHK selaku pihak turut tergugat hadir pada sidang tersebut. Soal penundaan hingga 1 bulan, menurut dia hal itu tidak menjadi persoalan. Hal itu disebabkan radius pemanggilan pihak yang cukup jauh.
"Jadi ada tiga pemanggilan. Di Jakarta Pusat, satu di Medan satu di Pekanbaru. Tadi alasannya tidak sampai panggilannya, jadi kami memahami," tuturnya.
Soal bukti gugatan, dikatakan dia bahwa bukti tersebut sebetulnya sudah ada sejak pansus monitoring DPRD Riau bergulir. Nantinya, bukti yang dibawa pihaknya akan diperkuat dengan sidang lapangan diikuti dengan banyak pihak.
Sementara itu, Direktur Utama PT Padasa Enam Utama Novriaty Hilda Sibuea saat dikonfirmasi Riau Pos mengaku bahwa pihaknya tengah mempelajari berkas-berkas gugatan yang ada. Soal kenapa pihaknya tidak menghadiri sidang perdana, Novriaty tidak menjawab rinci.
"Masih mempelajari berkas-berkas ya," singkatnya.
Diketahui sebelumnya, Yayasan MRR beberapa waktu lalu melayangkan gugatan terhadap PT Padasa atas dugaan pembabatan hutan lindung Bukit Suligi, Kabupaten Kampar.
Ada 3.500 hektare lahan yang diduga ilegal dan digarap oleh pihak perusahaan. Hal itu dikemukakan Ketua Yayasan MRR Suhardiman Ambi.
Kata dia, tindakan yang diduga dilakukan oleh perusahaan sangat merugikan negara. Apalagi, kawasan yang dijadikan kebun merupakan areal hutan yang pemanfaatannya telah diatur undang-undang.
"Jadi gugatan yang kami layangkan berdasarkan hasil temuan Pansus Monitoring DPRD Riau beberapa tahun lalu" .(nda)