PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI), PT Bintang Mandiri Internasional mengeluhkan sinkronisasi aturan yang diberlakukan dalam operasional. Pasalnya, meskipun sudah mendapatkan izin penyelenggaraan perizinan berbasis risiko dari sistem online single submission (OSS), perusahan tetap tidak bisa melakukan operasional dalam hal mengirim pekerja migran ke luar negeri.
Keluhan itu disampaikan Direktur Utama Mandiri Internasional Yogi Aprilyana kepada wartawan Rabu (13/10/2021). Menurutnya, sebagai satu-satunya perusahaan penempatan pekerja migran di Riau, PT Bintang bertekad untuk membantu upaya pemerintah memperkecil angka pengangguran melalui pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
“Tapi kami masih terbentur dengan kendala syarat surat izin perekrutan pekerja migran Indonesia (SIP2MI) dari BP2MI Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Ini yang kami maksud sebagai tidak sinkron, bahwa izin sudah keluar dari OSS, tapi tetap saja ada syarat lain. Seharusnya kan OSS tidak keluar kalau masih ada persyaratan yang belum kami penuhi,” kata Yogi.
Disebutkannya, kendala izin bermula dari balasan surat yang disampaikan Kemenaker tanggal 29 September 2021 bahwa surat permohonan P3MI yang dimasukkan tanggal 14 Juli 2021 tidak bisa diproses karena jika semula diproses di sistem Kemenaker, sekarang wajib dilakukan melalui sistem OSS.
Pemberitahuan itu ditindaklanjuti dengan mengurus segala syarat perizinan melalui input data ke sistem OSS secara online. Tanggal 6 Oktober hasil verifikasi dari Kemenaker melalui sistem OSS disetujui dengan keterangan status telah memenuhi persyaratan. Nomor izinnya adalah 02201047713480001 dan nomor SIB 0220104771348 dengan kode KBLI 78102.
“Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2021 bahwa, setiap perusahaan yang sudah mendapatkan perizinan wajib menyelanggarakan usahanya, maka kami seharusnya sudah bisa merekrut pekerja untuk ditempatkan di luar negeri. Tetapi terkendala syarat di SIP2MI,” katanya.
Kendala utama pengurusan SIP2MI, menurut Yogi adalah kewajiban perusahaan menyetorkan sejumlah deposit. Aturan itu tertuang di dalam Permenaker nomor 10 Tahun 2019 sebagai pelaksanaan turunan dari UU nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Di dalam Permenaker itu dijelaskan syarat modal minimal Rp5 miliar dan deposito Rp1,5 miliar ke rekening bank milik negara.
“Inilah yang kami mintakan kepada BP2MI agar tidak mensyaratkan deposit Rp1,5 miliar tersebut dan memberlakukan ketentuan baru yang dituangkan ke dalam Permenaker nomor 6 Tahun 2021. Kami sudah berkirim surat ke BP2MI untuk bisa dijadikan pertimbangan,” kata Yogi.
Laporan: Fopin A Sinaga (Pekanbaru)
Editor: Erwan Sani