Selasa, 8 April 2025
spot_img

Ekowisata Pulau Gambut, Model Sinergi Para Pihak

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Badan Restorasi Gambut (BRG) RI menggelar workshop ekowisata di bentang alam gambut Riau, khususnya Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis dan Pulau Basu di Kabupaten Inhil, di Hotel The Premiere, Pekanbaru, Selasa (10/12).

Workshop yang dihadiri para pakar gambut dan ekowisata tersebut diikuti puluhan utusan dari berbagai instansi baik pemerintah, swasta, NGO maupun pengelola ekowisata.

Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG, Dr Haris Gunawan mengatakan, Riau menjadi model pertama untuk pembangunan  ekowisata gambut di Indonesia. Hal ini akan terwujud jika semua pihak bergerak, saling isi dan berperan bersama. Tidak hanya masyarakat, tapi juga pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pemerintah desa.

Pariwisata khusus atau ekowisata dengan keunikan bentang alam gugusan pulau bergambut, menjadi pilihan pembangunan ekonomi masa depan. Sehatnya ekosistem gambut  dengan kerja restorasi, perlu simultan dikerjakan secara terus menerus, berbagai tahapan hingga terwujudnya kemajuan ekowisata melalui panduan pengetahuan ilmiah, sinergi peran dan partisipasi masyarakat, universitas, pemerintah daerah dan pusat.  ‘’Kita bertahap mengawal dan mewujudkannya, kita inisiasi modelnya di Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis,’’ kata Haris saat workshop tersebut.

Baca Juga:  Hari Ini, Wakapolri Resmikan Gedung Baru Mapolda Riau 

BRG menghadirkan pembicara dari berbagai stakeholder. Di antaranya  Bappeda Riau, Deputi Bidang Koordinasi dan Jasa Kemenko Kemaritiman, Deputi Pembangunan Bidang Industri dan Kelembagaan  Kementerin Pariwisata dan Ekraf, Bupati Bengkalis, Bupati Inhil, Prof Harini, Prof Azwar Maas dan Prof Ashaluddin Jalil.

Sedangkan panel terakhir menghadirkan Katua MKA LAM Riau Datuk Seri Al azhar,  BBKSDA Riau, Green Radio, Riau Pos, pakar ekowisata dari Malang Nailul Insani MSc dan Ketua Program Studi Pariwisata Universitas Riau.

Berbagai tema dan isu dibahas dalam workshop ini. Mulai dari apa itu ekowisata, bagaimana kondisi Pulau Rupat dan Pulau Busu, rencana pengembangannya, infrastruktur, pengelolaan, sumber daya alam, sumber daya manusia, kendala, tantangan, solusi dan berbagai kemungkinan terbaik atau terburuk yang akan terjadi. "Ekowisata ini unik karena melibatkan langsung masyarakat lokal sebagai subyek. Hal yang harus difahami adalah masyarakat memiliki kearifan lokal, adat dan tradisi yang harus dijaga. Pengunjung atau tamu, harus mengedepankan ini, memahami ini agar masyarakat tidak merasa asing apalagi semakin merasa terisolasi di rumahnya sendiri, tidak siap, dan akhirnya tidak berdampak apapun kepada masyarakat," kata Al azhar.

Baca Juga:  Soal Salat di Masjid, MUI Riau Keluarkan Himbauan

Hal serupa juga diungkapkan Prof Ashaluddin Jalil yang mengusung tema aspek sosiologi antropologi. Selama ini, katanya, tidak ada yang bertanya apa maunya masyarakat. Tamu yang datang atau pengelola masih menanyakan, apa maunya tamu. "Jadi masyarakat belum terlibat penuh. Ini memang agak sulit, tapi ekowisata inilah wisata yang ramah, mengedepankan masyarakat lokal," katanya.(kun)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Badan Restorasi Gambut (BRG) RI menggelar workshop ekowisata di bentang alam gambut Riau, khususnya Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis dan Pulau Basu di Kabupaten Inhil, di Hotel The Premiere, Pekanbaru, Selasa (10/12).

Workshop yang dihadiri para pakar gambut dan ekowisata tersebut diikuti puluhan utusan dari berbagai instansi baik pemerintah, swasta, NGO maupun pengelola ekowisata.

Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG, Dr Haris Gunawan mengatakan, Riau menjadi model pertama untuk pembangunan  ekowisata gambut di Indonesia. Hal ini akan terwujud jika semua pihak bergerak, saling isi dan berperan bersama. Tidak hanya masyarakat, tapi juga pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pemerintah desa.

Pariwisata khusus atau ekowisata dengan keunikan bentang alam gugusan pulau bergambut, menjadi pilihan pembangunan ekonomi masa depan. Sehatnya ekosistem gambut  dengan kerja restorasi, perlu simultan dikerjakan secara terus menerus, berbagai tahapan hingga terwujudnya kemajuan ekowisata melalui panduan pengetahuan ilmiah, sinergi peran dan partisipasi masyarakat, universitas, pemerintah daerah dan pusat.  ‘’Kita bertahap mengawal dan mewujudkannya, kita inisiasi modelnya di Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis,’’ kata Haris saat workshop tersebut.

Baca Juga:  Lagi-lagi, SMAN 7 Juara FLS2N

BRG menghadirkan pembicara dari berbagai stakeholder. Di antaranya  Bappeda Riau, Deputi Bidang Koordinasi dan Jasa Kemenko Kemaritiman, Deputi Pembangunan Bidang Industri dan Kelembagaan  Kementerin Pariwisata dan Ekraf, Bupati Bengkalis, Bupati Inhil, Prof Harini, Prof Azwar Maas dan Prof Ashaluddin Jalil.

Sedangkan panel terakhir menghadirkan Katua MKA LAM Riau Datuk Seri Al azhar,  BBKSDA Riau, Green Radio, Riau Pos, pakar ekowisata dari Malang Nailul Insani MSc dan Ketua Program Studi Pariwisata Universitas Riau.

Berbagai tema dan isu dibahas dalam workshop ini. Mulai dari apa itu ekowisata, bagaimana kondisi Pulau Rupat dan Pulau Busu, rencana pengembangannya, infrastruktur, pengelolaan, sumber daya alam, sumber daya manusia, kendala, tantangan, solusi dan berbagai kemungkinan terbaik atau terburuk yang akan terjadi. "Ekowisata ini unik karena melibatkan langsung masyarakat lokal sebagai subyek. Hal yang harus difahami adalah masyarakat memiliki kearifan lokal, adat dan tradisi yang harus dijaga. Pengunjung atau tamu, harus mengedepankan ini, memahami ini agar masyarakat tidak merasa asing apalagi semakin merasa terisolasi di rumahnya sendiri, tidak siap, dan akhirnya tidak berdampak apapun kepada masyarakat," kata Al azhar.

Baca Juga:  Suhu Tubuh di Atas 38 Derajat Wajib Putar Balik di Perbatasan Pekanbaru-Bangkinang

Hal serupa juga diungkapkan Prof Ashaluddin Jalil yang mengusung tema aspek sosiologi antropologi. Selama ini, katanya, tidak ada yang bertanya apa maunya masyarakat. Tamu yang datang atau pengelola masih menanyakan, apa maunya tamu. "Jadi masyarakat belum terlibat penuh. Ini memang agak sulit, tapi ekowisata inilah wisata yang ramah, mengedepankan masyarakat lokal," katanya.(kun)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Ekowisata Pulau Gambut, Model Sinergi Para Pihak

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Badan Restorasi Gambut (BRG) RI menggelar workshop ekowisata di bentang alam gambut Riau, khususnya Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis dan Pulau Basu di Kabupaten Inhil, di Hotel The Premiere, Pekanbaru, Selasa (10/12).

Workshop yang dihadiri para pakar gambut dan ekowisata tersebut diikuti puluhan utusan dari berbagai instansi baik pemerintah, swasta, NGO maupun pengelola ekowisata.

Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG, Dr Haris Gunawan mengatakan, Riau menjadi model pertama untuk pembangunan  ekowisata gambut di Indonesia. Hal ini akan terwujud jika semua pihak bergerak, saling isi dan berperan bersama. Tidak hanya masyarakat, tapi juga pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pemerintah desa.

Pariwisata khusus atau ekowisata dengan keunikan bentang alam gugusan pulau bergambut, menjadi pilihan pembangunan ekonomi masa depan. Sehatnya ekosistem gambut  dengan kerja restorasi, perlu simultan dikerjakan secara terus menerus, berbagai tahapan hingga terwujudnya kemajuan ekowisata melalui panduan pengetahuan ilmiah, sinergi peran dan partisipasi masyarakat, universitas, pemerintah daerah dan pusat.  ‘’Kita bertahap mengawal dan mewujudkannya, kita inisiasi modelnya di Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis,’’ kata Haris saat workshop tersebut.

Baca Juga:  Ginda: Tidak Serius, Mundur Saja

BRG menghadirkan pembicara dari berbagai stakeholder. Di antaranya  Bappeda Riau, Deputi Bidang Koordinasi dan Jasa Kemenko Kemaritiman, Deputi Pembangunan Bidang Industri dan Kelembagaan  Kementerin Pariwisata dan Ekraf, Bupati Bengkalis, Bupati Inhil, Prof Harini, Prof Azwar Maas dan Prof Ashaluddin Jalil.

Sedangkan panel terakhir menghadirkan Katua MKA LAM Riau Datuk Seri Al azhar,  BBKSDA Riau, Green Radio, Riau Pos, pakar ekowisata dari Malang Nailul Insani MSc dan Ketua Program Studi Pariwisata Universitas Riau.

Berbagai tema dan isu dibahas dalam workshop ini. Mulai dari apa itu ekowisata, bagaimana kondisi Pulau Rupat dan Pulau Busu, rencana pengembangannya, infrastruktur, pengelolaan, sumber daya alam, sumber daya manusia, kendala, tantangan, solusi dan berbagai kemungkinan terbaik atau terburuk yang akan terjadi. "Ekowisata ini unik karena melibatkan langsung masyarakat lokal sebagai subyek. Hal yang harus difahami adalah masyarakat memiliki kearifan lokal, adat dan tradisi yang harus dijaga. Pengunjung atau tamu, harus mengedepankan ini, memahami ini agar masyarakat tidak merasa asing apalagi semakin merasa terisolasi di rumahnya sendiri, tidak siap, dan akhirnya tidak berdampak apapun kepada masyarakat," kata Al azhar.

Baca Juga:  Suhu Tubuh di Atas 38 Derajat Wajib Putar Balik di Perbatasan Pekanbaru-Bangkinang

Hal serupa juga diungkapkan Prof Ashaluddin Jalil yang mengusung tema aspek sosiologi antropologi. Selama ini, katanya, tidak ada yang bertanya apa maunya masyarakat. Tamu yang datang atau pengelola masih menanyakan, apa maunya tamu. "Jadi masyarakat belum terlibat penuh. Ini memang agak sulit, tapi ekowisata inilah wisata yang ramah, mengedepankan masyarakat lokal," katanya.(kun)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Badan Restorasi Gambut (BRG) RI menggelar workshop ekowisata di bentang alam gambut Riau, khususnya Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis dan Pulau Basu di Kabupaten Inhil, di Hotel The Premiere, Pekanbaru, Selasa (10/12).

Workshop yang dihadiri para pakar gambut dan ekowisata tersebut diikuti puluhan utusan dari berbagai instansi baik pemerintah, swasta, NGO maupun pengelola ekowisata.

Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG, Dr Haris Gunawan mengatakan, Riau menjadi model pertama untuk pembangunan  ekowisata gambut di Indonesia. Hal ini akan terwujud jika semua pihak bergerak, saling isi dan berperan bersama. Tidak hanya masyarakat, tapi juga pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pemerintah desa.

Pariwisata khusus atau ekowisata dengan keunikan bentang alam gugusan pulau bergambut, menjadi pilihan pembangunan ekonomi masa depan. Sehatnya ekosistem gambut  dengan kerja restorasi, perlu simultan dikerjakan secara terus menerus, berbagai tahapan hingga terwujudnya kemajuan ekowisata melalui panduan pengetahuan ilmiah, sinergi peran dan partisipasi masyarakat, universitas, pemerintah daerah dan pusat.  ‘’Kita bertahap mengawal dan mewujudkannya, kita inisiasi modelnya di Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis,’’ kata Haris saat workshop tersebut.

Baca Juga:  Ginda: Tidak Serius, Mundur Saja

BRG menghadirkan pembicara dari berbagai stakeholder. Di antaranya  Bappeda Riau, Deputi Bidang Koordinasi dan Jasa Kemenko Kemaritiman, Deputi Pembangunan Bidang Industri dan Kelembagaan  Kementerin Pariwisata dan Ekraf, Bupati Bengkalis, Bupati Inhil, Prof Harini, Prof Azwar Maas dan Prof Ashaluddin Jalil.

Sedangkan panel terakhir menghadirkan Katua MKA LAM Riau Datuk Seri Al azhar,  BBKSDA Riau, Green Radio, Riau Pos, pakar ekowisata dari Malang Nailul Insani MSc dan Ketua Program Studi Pariwisata Universitas Riau.

Berbagai tema dan isu dibahas dalam workshop ini. Mulai dari apa itu ekowisata, bagaimana kondisi Pulau Rupat dan Pulau Busu, rencana pengembangannya, infrastruktur, pengelolaan, sumber daya alam, sumber daya manusia, kendala, tantangan, solusi dan berbagai kemungkinan terbaik atau terburuk yang akan terjadi. "Ekowisata ini unik karena melibatkan langsung masyarakat lokal sebagai subyek. Hal yang harus difahami adalah masyarakat memiliki kearifan lokal, adat dan tradisi yang harus dijaga. Pengunjung atau tamu, harus mengedepankan ini, memahami ini agar masyarakat tidak merasa asing apalagi semakin merasa terisolasi di rumahnya sendiri, tidak siap, dan akhirnya tidak berdampak apapun kepada masyarakat," kata Al azhar.

Baca Juga:  Jukir Usir Pengendara Mobil Parkir di Ruko Kosong

Hal serupa juga diungkapkan Prof Ashaluddin Jalil yang mengusung tema aspek sosiologi antropologi. Selama ini, katanya, tidak ada yang bertanya apa maunya masyarakat. Tamu yang datang atau pengelola masih menanyakan, apa maunya tamu. "Jadi masyarakat belum terlibat penuh. Ini memang agak sulit, tapi ekowisata inilah wisata yang ramah, mengedepankan masyarakat lokal," katanya.(kun)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari