PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kelanjutan pembangunan Pasar Induk Pekanbaru kian tak jelas usai bertahun-tahun terbengkalai. Rencana Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (DPP) memanggil pengembang usai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 hanya sebatas janji.
Digadang-gadang akan menguntungkan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru karena pembangunan menggunakan dana pihak ketiga, nasib Pasar Induk Pekanbaru kini mengenaskan. Pembangunan mangkrak tahunan dan kini terbengkalai.
Proyek Pasar Induk Pekanbaru dikerjakan oleh PT Agung Rafa Bonai yang memenangi lelang investasi pada tahun 2016 lalu dengan kontrak Bangun Guna Serah (BGS) bangunan selama 30 tahun. Pasar induk dibangun di atas lahan seluas 3,2 hektare, dengan nilai pembangunan diperkirakan menelan biaya Rp94 miliar.
Kepala DPP Kota Pekanbaru Ingot Ahmad Hutasuhut pada Juli lalu menyebut akan memanggil pengembang untuk menentukan kelanjutan nasib pasar tersebut. Namun, karena Juli lalu Pekanbaru masih dalam PPKM level 4, pemanggilan dijanjikan akan dilakukan usai PPKM.
"Setelah PPKM ini kami akan adakan pertemuan dengan rekanan (pengembang) untuk memutuskan langkah selanjutnya,” kata Ingot pada pertengahan Juli lalu.
Empat bulan berlalu, dan Pekanbaru kini sudah sebulan terakhir berada dalam PPKM level 2, tak jelas kabar kapan pemanggilan pengembang yang dijanjikan akan terealisasi. Ingot saat diwawancarai akhir pekan lalu masih irit bicara. "Itu, nanti ya (wawancara, red), " kata dia, akhir pekan lalu.
Pasar yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta itu kini makin terbengkalai. Sekeliling proyek ditutup dengan pagar seng yang sebagiannya hilang karena dicuri. Bangunan pasar juga tak dijaga. Di dalam petak-petak kios juga tak selesai dibangun. Semak belukar tumbuh subur di sana.
Pemko Pekanbaru belum melakukan pemanggilan terhadap pengembangan. Belum jelas juga apakah pemutusan kontrak akan dilakukan atau malah kesempatan kembali diberikan pada pengembang untuk melanjutkan pekerjaan.
Sebelumnya, Kepala DPP Ingot Ahmad Hutasuhut beralasan, salah satu kendala pengembang menyelesaikan pekerjaan adalah akibat dampak pandemi Covid-19. Pihaknya pun telah memberi target agar pembangunan pasar dapat diselesaikan tepat waktu, namun ada kendala pada pengembang.
"Tapi kalau tidak, kita tentu bisa saja mengambil langkah berikut nya sesuai ketentuan. Bisa putus kontrak atau opsi lainnya,” jelasnya sambil mengatakan keputusan harus dapat ditentukan pada pertengahan tahun ini.
Alasan pandemi pada dasarnya kurang tepat. Karena, proyek sendiri sudah kerap berhenti pembangunannya sejak tahun 2018, atau dua tahun sebelum pandemi Covid-19 mewabah.
Dari data yang dirangkum Riau Pos, terhentinya pembangunan proyek yang terus mendapatkan pemakluman oleh Pemko Pekanbaru meski tak jelas kapan selesainya ini bukan pertama kali. Proyek sudah mendapatkan perpanjangan waktu kerja lebih dari dua kali.Proyek ini juga sempat mangkrak sejak November 2018 hingga April 2019.Sejak awal sorotan kerap kali hingga dalam pengerjaannya. Diketahui, pengembang gagal memenuhi waktu penyelesaian pembangunan pada Oktober 2019 lalu. Pemko Pekanbaru sendiri kemudian memberikan perpanjangan waktu.
Sebelumnya, dari perjanjian awal, terhadap proyek ini kontrak kerjasama berakhir November 2018. Kemudian, dilakukan penandatangan adendum (tambahan klausula) kontrak agar pengerjaan bisa dilanjutkan dan selesai pada Oktober 2019. Hingga jelang akhir Oktober, pembangunan Pasar masih belum juga selesai. Investor untuk penyelesaian meminta tambahan waktu melalui pengajuan adendum kembali.
Selain pembangunan yang tak selesai, proyek pasar induk sendiri bermasalah dengan warga sekitar. Sekitar awal 2020 lalu, saat pandemi Covid-19 belum mewabah, warga protes pembangunan kios yang didirikan tepat diatas parit dan Garis Sempadan Bangunan (GSB).
Warga di sekitar Pasar Induk Pekanbaru bahkan mengirimkan surat pada Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT berserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Terkait. Mereka memprotes kios Pasar Induk Pekanbaru yang berdiri di atas garis sempadan bangunan (GSB) tak juga dibongkar. Sementara jika yang melakukan pelanggaran serupa masyarakat biasa, penindakan langsung diambil.
Warga yang memprotes ini adalah 514 orang di RW 11 Kelurahan Sidomulyo, Barat, Kecamatan Tampan. Melalui Kuasa hukumnya Suroto SH kala itu, surat dikirimkan pada Wako Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT dan diberikan pula pada OPD terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian (DPP) serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pekanbaru.
Suroto pada Riau Pos, Kamis (12/3/2020) kemarin mengatakan, masyarakat disana pada dasarnya mendukung pembangunan pasar Induk. Ini dengan syarat pembangunannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."Faktanya Pasar Induk tersebut dibangun bersempadan langsung dengan jalan. Hal ini nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan GSB," urainya.
Kondisi ini membuat masyarakat sekitar tidak nyaman. Apalagi pembangunan Pasar Induk Pekanbaru juga tidak diikuti dengan pembuatan parit parit disekitar pasar. Keadaan ini mengakibatkan daerah disekitarnya sering mengalami banjir."Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan pasar induk tersebut juga tidak memenuhi standard kelayakan lingkungan sebagaimana yang disyaratkan," imbuhnya.
Meski pelanggaran jelas terjadi, warga heran karena bangunan yang melanggar tetap berdiri kokoh dan tak ditindak sama sekali. Sebagai kuasa hukum warga, Suroto kemudian memperbandingkan dengan pelanggaran serupa yang dilakukan masyarakat langsung ditindak. Ini jika dibiarkan bisa menjadi preseden buruk."Tidak kunjung ditertibkannya bangunan pasar induk telah menimbulkan wasangka negatif yang liar dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Hal tersebut juga dapat menjadi preseden buruk,"paparnya.
Saat ini pada proyek pasar pengembang secara sepihak membangun kios tepat pada GSB hingga disebut warga sekitar mengakibatkan banjir. Masalah GSB yang dibangun ini sudah dibawa dalam hearing di Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru beberapa waktu lalu. Dalam hearing, disepakati pembangunan pada bagian yang dipermasalahkan dihentikan sementara.
Di tengah protes warga atas pembangunan kios di atas GSB, sebuah statement muncul dari Pemko Pekanbaru terkait pembangunan tersebut. Dikatakan bahwa bagian belakang kios itu adalah pagar yang dimaksimalkan untuk kios.
Ini yang kemudian dikritik masyarakat. Alasan itu disebut tak berdasar. Aturan main berupa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2012 yang mengatur hal tersebut harus dipatuhi. Jikapun itu pagar, maka tetap tidak boleh mepet dengan jalan.
GSB diatur dalam peraturan daerah nomor 7 tahun 2012 tentang retribusi IMB. Salah satunya, jika dekat dengan jalan lingkungan seperti di Pasar Induk, bangunan berdiri minimal sekitar lima meter dari GSB. Sementara berdiri tepat diatas GSB masuk kategori melanggar. Aturan ini yang kerap digunakan Pemko Pekanbaru untuk menindak bangunan yang menyalahi aturan.
Belakangan, bagian belakang kios yang berdiri diatas GSB oleh Pemko Pekanbaru malah disebut sebagai pagar. Riau Pos beberapa waktu lalu sudah mengambil gambar udara menggunakan drone di sana. Terlihat jelas bentuk bangunan yang memang menyerupai kios, hanya sebagian adalah pagar tanpa kios di dalamnya.
Alasan yang muncul belakangan bahwa bagian belakang kios yang berdiri di atas GSB ini adalah pagar dikritik. Hal itu dinilai tak relevan dan tak berdasar. Pembangunan kios-kios pasar induk dinilai menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat setempat. Seperti banjir yang merendam perumahan warga tepat di samping proyek pembangunan pasar induk. Diketahui, dalam hearing pembangunan kios ini adendum baru disepakati perihal perpanjangan waktu. Sementara hal lainnya seperti pembangunan kios ini belum disetujui Pemko Pekanbaru dalam hal ini DPP, namun kontraktor PT Agung Rafa Bonai sudah melakukan kegiatan itu.***
Laporan M ALI NURMAN, Kota