PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ratusan petani dan pekerja yang tergabung dalam Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo. Langkah ini dilakukan usai berhembus isu kriminalisasi petani anggota koperasi yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau tersebut oleh aparat kepolisian.
Isu itu berhembus pascapenangkapan terduga pelaku pencurian 8 ton sawit dari lahan Kopsa-M. Sejumlah orang jadi tersangka, yang kemudian disebut oleh Ant dan para pengacaranya sebagai kriminalisasi.
"Kepada Bapak Presiden RI, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, di tengah kesibukan bapak terdengar desas-desus seolah ada petani dan pekerja teraniaya dan sebagainya," kata salah seorang petani, Zaimila Wati saat membacakan surat terbuka tersebut di Kampar, Rabu (10/11).
Terkhususnya yang menyeret nama PTPN V karena dituding mengambil ribuan hektare lahan masyarakat di desa. Justru, menurut Zaimila Wati, saat ini PTPN V yang membantu gaji pekerja dan hak petani anggota Kopsa-M dengan dana talangan.
"Kami sedang merajut hubungan baik dengan PTPN V karena hubungan baik ini sempat renggang akibat permasalahan internal koperasi kami," tegas Zaimila.
PTPN V menyatakan dana talangan itu tidak ada bunga. Petani bisa membayar ketika uang koperasi di bank sudah bisa dicairkan oleh pengurus Kopsa-M baru.
"Terkhususnya Setara Institute, IPW, LBH PBNU, NGO, teman-teman mahasiswa dan semua lembaga yang pernah ditemui Ant (Ketua Kopsa-M versi lama), kami mengundang untuk berkunjung ke desa ini," tambah petani lainnya, Mawanda.
Pengakuan Mawanda, lembaga tersebut tidak pernah menemui ratusan anggota Kopsa-M. Dia tidak terima nama petani dibawa ke mana-mana sementara lembaga tadi tidak mengetahui kehidupan pekerja dan petani anggota Kopsa-M setelah Ant tidak pernah muncul lagi.
Beberapa bulan terakhir, dia menyebut koperasi kehilangan uang miliaran rupiah. Apalagi harga sawit sedang naik-naiknya tapi hasil penjualan tidak pernah diterima oleh pekerja.
Begitu juga, lanjut dia, dengan hak anggota dari panen. Uang mereka tertahan di bank dan perlu tanda tangan ketua yang lama untuk mencairkan karena kepengurusan baru belum terbentuk ataupun disahkan oleh pihak berwenang.
Sementara itu, Muhammad Rifai, petani lainnya menjelaskan, anggota ingin ada pergantian pengurus karena sejak 2019 hingga 2021 tidak ada laporan pertanggungjawaban.
Terkait isu kriminalisasi, Rifai ingin ketua yang lama itu membuktikannya. Dia tak ingin ada sandiwara lagi seolah ada penzaliman dan berlindung di balik berbagai lembaga.
"Hentikan semua kebohongan ini, kami juga akan meminta auditor eksternal untuk membuka semuanya," terang Rifai.
Di sisi lain, Ant kini bak hilang ditelan bumi. Ratusan anggota sudah mencarinya karena masih memegang buku rekening bank hasil penjualan sawit koperasi.
Ant juga sudah dua kali mangkir dari panggilan penegak hukum. Ini terkait penyerangan dan perusakan rumah karyawan milik perusahaan swasta yang juga berada di desa itu, di mana Ant disebut dalam putusan hakim telah menjadi aktor intelektual.(eca)