PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — MESKI berstatus penyandang disabilitas, namun tidak membuat mereka minder dan hilang semangat untuk hidup. Mereka berkarya dan terus berkarya, mempunyai keahlian dalam membatik membuat mereka menghilangkan sejenak tentang kekurangan fisik pada diri mereka.
Mereka adalah para pembatik yang bekerja di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pembina Pekanbaru, yang beralamat di Jalan Segar Kecamatan Tenayan Raya, sekolah tersebut memperdayakan para alumni dan siswa mereka untuk bekerja sebagai pembatik tulis, saat ini sekolah tersebut mempekerjakan 3 orang alumni dan siswanya.
Sempena Hari Disabilitas Internasional 3 Desember, mereka ingin pemerintah memperhatikannya sebagai penyandang disabiltas. Mereka berharap pemerintah membuka lapangan pekerjaan dan menerima mereka bekerja tanpa memandang kekurangan meraka.
Pantauan Riau Pos di lapangan, Selasa (3/12) terlihat para pekerja memotif kain yang telah dilukis, ada yang memotif menggunakan kuas dan ada pula yang menggunakan canting, terlihat para kerja dengan tekun dan teliti memotif pakaian yang telah disiapkan.
Melalui koordinator dan pembimbing batik tulis di SLB Negeri Pembina Pekanbaru Abdurahman mengatakan, sekolah mereka melihat potensi-potensi yang dimiliki oleh anak didiknya, dan terlihat jelas setelah dipekerjakan mereka mampu berkarya dalam mmebantik.
"Dua pekerja dari alumni, satu lagi dari siswa, mereka bekerja mulai pukul 08.00-16.00 WIB setiap hari kecuali hari Ahad," kata Abdurahman.
Untuk jumlah produksi katanya, selama ini sudah sekitar seratusan lebih yang sudah dihasilkan, untuk perbulannya sekitar 12-15 lembar bahan batik yang dihasilkan.
"Untuk pemasaran, selain menggunakan via online, juga kita mengantarkan ke toko-toko seperti toko di jalan Hang Tuah dan jalan Durian," katanya.
Untuk via online kata Abdurahman, sekitar 2 sampai 3 lembar terjualan perbulannya. "Untuk harga berbagai macam jenis, mulai dari Rp350 ribu sampai Rp550 ribu, tergantung tingkat kesulitan memotifnya, untuk ukuran kainnya 2,5 meter," katanya.
Ia mengatakan, motif yang dibuat sebanyak 8 motif yang beragam, seperti motif pucuk rebung yang divariasikan dengan berbagai macam bentuk. Sementara untuk kurikulum, pihak sekolah memasukkan mata pelajaran pembuatan batik baik dari tingkat SMP maupun tingkat SMA di SLB tersebut. "Kami ingin merekrut anak-anak difabel di Pekanbaru," ujarnya.(*4/ksm)
Laporan MUSLIM NURDIN, Kota