TAMPAN (RIAUPOS.CO) — Mahasiswa UIN Suska Riau kembali melanjutkan aksi demo mereka di kampus Panam, Senin (1/7). Dalam aksi keempat kali ini, Rektor UIN Suska Riau Prof Dr H Akhmad Mujahidin SAg MAg akhirnya menjumpai mahasiswa.
Sebelumnya, mahasiswa melakukan aksi selama tiga hari berturut-turut. Namun, mahasiswa gagal menjumpai rektor. Dan kemarin, Akhmad Mujahidin turun ke halaman rektorat guna menemui dan menanggapi aksi mahasiswanya.
Terdapat sembilan tuntutan yang dilayangkan oleh mahasiswa. Pertama, mengembalikan budaya demokrasi mahasiswa UIN Suska Riau. Kedua, menuntaskan persoalan UKT yang dianggap mencekik mahasiswa. Ketiga,
menghapuskan pakta integritas sebagai syarat pengurus organisasi mahasiswa. Keempat, meminta layanan perpustakaan fakultas diaktifkan kembali. Kelima, mengeluarkan SK kepengurusan sesuai masa bakti satu tahun sebagaimana yang tertuang di Pendis. Keenam, meminta transparansi anggaran mahasiswa. Ketujuh, meningkatkan fasilitas khususnya keamanan dan pembangunan fasilitas olahraga. Kedelapan, menyelesaikan pembangunan masjid. Dan terakhir, mengembalikan izin kegiatan malam khususnya di civitas organisasi mahasiswa (ormawa).
Terkait mengembalikan demokrasi, Akhmad menduga matinya demokrasi tersebut terjadi karena ulah mahasiswa sendiri. Karena kepemimpinan mahasiswa di BEM UIN Suska Riau berada dalam kondisi vacuum of power sejak 28 Februari lalu. Sehingga Akhmad kemudian mengeluarkan SK rektor tentang pengembalian BEM UIN Suska Riau dan membentuk tim adhoc dan tim fit and proper test pemilihan senat mahasisw (Sema) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) universitas dan fakultas.
“Kenyataan BLM sudah mati akhir 2018 dan BEM mati Februari,” kata Akhmad.
Untuk permasalahan uang kuliah tunggal (UKT), Akhmad menyebutkan bahwa tidak ada revisi lanjutan terkait hal tersebut. Karena hal itu berada di bawah kuasa Kementerian Agama. Sedangkan permintaan untuk menghapus pakta integritas, Akhmad mengatakan bahwa rektor berhak membuat kebijakan dalam kondusi darurat berdasarkan kevakuman kepengurusan BLM dan BEM dan Status Awas Radikalisasi.
“Ini untuk mengambil langkah-langkah strategis mengembalikan ke kondisi normal,” kata Akhmad.
Sementara itu, Akhmad mengungkapkan jika pemusatan perpustakaan fakultas ke universitas merupakan keperluan untuk akreditasi institusi perguruan tinggi BAN PT untuk meraih akreditasi unggul.
Akhmad juga menyebutkan jika batas minimal pengurus ormawa adalah semester lima sampai semester tujuh, menurut SK Dirjen Pendis Kemenag RI. “Batas maksimal bagi mahasiswa yang tergabung dalam ormawa UIN Suska adalah semester delapan sesuai dengan batas akhir masa studinya,” tambahnya.
Sedangkan untuk transparansi anggaran mahasiswa, Akhmad menunjukkan jumlah anggaran setiap ormawa, dengan syarat pencairan harus sesuai dengan aturan tentang keuangan pemerintah yaitu adanya SK ormawa, panitia kegiatan, proposal kegiatan, laporan pertanggungjawaban setelah dilakukan kegiatan.
Selain itu, Akhmad menyampaikan akan mempertimbangkan pembuatan lapangan sepak bola baru sebagai ganti lapangan sepak bola lama yang telah dibangun untuk gedung dosen. Terkait masalah masjid, Akhmad menuturkan perlu dilakukan investigasi ulang dan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia menambahkan jika gedung dosen tidak dibangun ketika ia menjabat sebagai rektor. “Gedung Dosen Terpadu tidak dibangun pada masa saya. Tapi kami masih mempertimbangkan tanah yang cocok buat lapangan pengganti,” tuturnya.
Akhmad menolak mengembalikan izin kegiatan malam untuk ormawa, karena menurutnya bertentangan dengan Keputusan Rektor UIN Suska Riau tentang kode etik mahasiswa. Di mana sekretariat dibuka setiap hari pukul 07.30-17.30 WIB dan ormawa tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan setelah waktu tersebut.
Selain itu, Akhmad menyebutkan jika nama ‘aliansi’ sebagai nama massa aksi adalah ilegal dan tidak termasuk dalam struktur organisasi UIN Suska Riau.
“Aliansi sampai hari ini secara hukum tak dikenal. Yang kita kenal Sema dan Dema,” pungkas Akhmad.
Usai menjelaskan hasil rapat pimpinan dan tanggapannya, Akhmad menyerahkan dokumen tersebut dan meminta peserta aksi Yudi Utama Tarigan untuk mempelajari lebih lanjut. “Jika ada tuntutan lagi, salurkan sesuai peraturan yang ada,” kata Akhmad sebelum meninggalkan massa.
Sementara itu, massa aksi mengungkapkan kekecewaannya kepada Akhmad Mujahidin. Mahasiswa menganggap Akhmad menolak dialog dengan mahasiswa dan tidak memberikan ruang usai memaparkan jawaban atas tuntutan mahasiswa.
“Saya kecewa. Kami mendengarkan rektor, tapi rektor tak mau mendengarkan kami,” kata salah seorang mahasiswa Fachrul.
Fachrul mengaku, massa aksi telah menyiapkan dokumen-dokumen untuk beradu dengan dokumen milik rektor. “Rektor tak mau dengarkan. Kami minta dialog dan mengadu data antara mahasiswa dan Rektor. Kami sudah sediakan tanggapan. Kalau kami kalah, kami siap hentikan aksi,” tegasnya.
Surat pimpinan dari rektor itu telah diberikan sehari sebelumnya, sehingga Aliansi Mahasiswa telah mempersiapkam tanggapan yang telah diketik rapi. Dalam tanggapan tersebut tertulis tentang pengembalian kepanitiaan Sema dan Dema kepada mahasiswa sesuai SK Dirjen Pendis No 4961 Tahun 2016, penghapusan pakta integritas alinea tiga dan empat yang dianggap bertentangan dengan SK Dirjen yang sama.
Selain itu, juga tertulis permintaan pemberian kepastian waktu atas realisasi lapangan sepakbola selambat-lambatnya Desember 2019, peningkatan keamanan kendaraan roda dua, serta meminta rektor mengeluarkan SOP yang jelas pada sistem penggunaan anggaran ormawa pada POK.(*2)