Rabu, 19 Februari 2025

Dari Komunitas Pemburu Jam Tangan Lawas

Berawal dari Kesenangan, Kini Jadi Hobi

Sedikit malu, mereka tampak mengelak elegan dengan seluruh koleksi jam ta­ngan lawas ber­kesan mewah, senilai puluhan juta rupiah ha­sil buruan dari berbagai daerah.

RIAUPOS.CO – Kecenderungan orang untuk menyukai atau hobi pada suatu benda semakin beragam. Dan, alasan yang dikemukakan soal ketertarikan pada benda tersebut juga cukup banyak.

Diantaranya, untuk meningkatkan status, memiliki nilai historis serta sebagai falsafah hidup. Satu di antara benda-benda yang memiliki segala nilai tambah tersebut adalah arloji atau jam tangan.

Bagi masyarakat Indonesia, jam tangan memang sudah tidak asing lagi, karena selain berguna sebagai penunjuk waktu, jam tangan juga bisa menunjukkan status seseorang yang memakainya.

Tidak heran, jam tangan bisa menjadi sebuah gaya hidup sekaligus benda yang dianggap istimewa. Nah, untuk dapat saling memberi informasi terkait dengan jam tangan.

Seperti munculnya sejumlah komunitas atau kelompok pemburu atau penggemar jam tangan lawas di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Salah seorang dari mereka yang dikunjungi Riau Pos adalah MS Rudi Msi.

Pria yang berprofesi sebagai konten kreator ini sedikit malu, ia tampak mengelak elegan dengan seluruh koleksi jam tangan lawas, mewah, bernilai puluhan juta rupiah hasil buruan dari berbagai daerah.

”Bermula dari kesenangan dapat jam antik dan lawas warisan orangtua, kini menjadi hobi,” ujar Rudi, sembari memperlihatkan seluruh koleknya sebanyak dua box dengan belasan jam tangan tersusun rapi berbagai merk.

Di dalam box itu ada arlogi asal Swiss seperti Tuodor, Breitling, Omega, Tag Heuer, dan Logginess. Selain itu juga terdapat merk asal Jepang atau yang lebih kerap disebut Japanese Domestic Market (GDM) seperti Seiko dengan berberapa tipe atau seri.

Dari sekian banyak jam tangan tersebut, terdapat dua unit yang sepertinya benar-benar tergolong cukup mewah dengan harga yang dinilai fantastis. Dua jam ini berasal dari Swiss dan Jepang yang dibekali tenaga mekanik alias atomatis tanpa batre.

“Ini jam Tudor lawas dengan kode produksi tahun 1960 dengan mesin berwarna kuning emas. Jam berlogo bunga ini pernah ditawar oleh kolektor dari jakarta dengan harga Rp45 juta. Namun tidak saya jual,” ujarnya.

Baca Juga:  Komunitas Inhu Peduli dan Berbagi, Tiga Tahun Berdiri Sudah Ratusan Warga Dibantu

Selain itu GDM ditunjukkan adalah Seiko Pilot yang diproduksi terbatas hasil kolaborasi dengan All Nippon Airways (ANA). Menurut Rudi, jam ini semula diproduksi khusus untuk pilot pesawat komersil tersebut.

“Setelah berhasil atas kerja sama itu, Seiko kembali memproduksi tipe yang lain yang akhirnya diproduksi massal untuk dijual kepada konsumen. Bedanya edisi terbatas khusus pilot, Seiko membuat desain yang berbeda dari produk awal seri tersebut sehingga harganya melambung,” ujarnya.

Adapun kisaran harga yang sempat ditawar sesama kolektor jam lawas kepadanya, untuk Seiko ANA itu pernah dihargai Rp25 juta. Namun ia enggan menjualnya dengan harapan mendatang mampu dijual lebih dari harga tersebut.

Jam tersebut sudah buluk (sangat kuno), warna ring juga masih bagus meski termakan usia. Demikian juga warna dial masih kinclong meskipun sekilas jam ini tampak ”mati”, tetapi begitu digoyang, jarum detiknya langsung bergerak.

”Jam otomatis punya kelebihan. Jam ini sangat awet, apalagi jika kondisinya orisinal semua sparepart-nya, bisa diwariskan ke anak cucu. Jam-jam merek tertentu, terutama jam kelas atas malah menjadi investasi tidak lekang waktu,” ujarnya.

Terangnya, selain merk, jam lawan mampu ditawar dengan harga selangit, diukur dari history dan kesulitan penggemar ketika mendapatinya.

Rudi turut membeberkan bahwa mereka telah mendirikan satu komunitas/kelompok tempat sharing dan bercerita seputar jam jangan. Meskipun belum diberi nama, ia menyebut jumlah kelompok mereka terdiri dari beberapa orang yang berasal dari berbagai profesi. Ada pengusaha, wartawan, hingga pejabat daerah setempat.

Salah seorang dari mereka yang disebutnya, adalah Tedi, warga asal Medan yang bekerja di salah satu perusahan besar di Pekanbaru, Riau, dengan penempatan wilayah kerja Kepulauan Meranti.

Riau Pos membuat janji bertemu di salah satu warung kopi menuju Sungai Juling Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti. Kebetulan saat bertemu ia hanya membawa satu unit jam tangan lawas yang kerap ia gunakan ketika bekerja.

Baca Juga:  Komunitas Sahabat Berbagi Sesama Ingin Mendirikan Rumah bagi Anak Yatim

Modelnya cukup gagah dengan merk Citizen Solar Powered Eco-Drive berbahan titanium GN GN-4W-UL yang menjadi idamannya sejak lama. Beberapa tahun hunting ia baru saja mendapati jam tersebut dengan harga Rp2 juta.

“Saya beli melalui market mesdsos dengan harga Rp2 juta. Sudah lama saya incar dan mencari jam ini. Hampir setahun baru nemu dengan harga yang cukup miring,” ujarnya.

Menurut Tedi kepada Riau Pos, masih sama dengan temannya bahwa sebagian besar jam-jam vintage miliknya berasal dari hasil buruan, selain warisan dari orang tua.

Tedi mengaku pernah memperoleh jam Seiko Bullhed atau di kalangan penggemar disebut jam kebo dari petani sayuran di Ngablak, Kopeng. Jam langka itu ditebus seharga di bawah Rp1 juta. Saat ini harga jam kebo dengan ciri dua tanduk di atas angka 12 itu lebih dari Rp8 juta.

Berburu jam itu, kata dia, penggabungan antara seni dan harap-harap cemas. Tak jarang, jam yang ditemukan sudah mati, pemiliknya tidak mau repot. Padahal, jam itu setelah diganti batereinya langsung hidup. ”Jadi saya beli pas kondisi jam mati, lebih murah,” ujarnya.

Belakangan memang ia mengaku, seiring banyaknya jam diburu penggemar, masyarakat di pelosok pun mulai paham soal harga. Jadi, kadang harga di tangan pemilik bisa nyaris sama dengan harga pasaran di kota besar.

Ia mengatakan, varian jam tangan itu terbagi lima bila dikaji dari sumber tenaga,  dari jam otomatik, jam baterai, jam solar, jam manual (power wind), hingga jam kinetik.

“Jam otomatik digerakkan oleh rotor yang mendorong per bekerja, sedangkan jam manual mengutamakan gerakan per untuk memberi energi pada mesinnya,” terangnya.

Mesin jam, bila diperhatikan terdapat pasak-pasak, atau disebut pula jewels. Di setiap jam bisa terdapat 17 jewels, 23 jewels, 25 jewels, 29 jewels, bahkan sampai 50 jewels. Semakin banyak jewels belum tentu lebih baik karena jewels bisa saja hanya hiasan mesin.(gus)

 

Laporan Wira Saputra, Selatpanjang

Sedikit malu, mereka tampak mengelak elegan dengan seluruh koleksi jam ta­ngan lawas ber­kesan mewah, senilai puluhan juta rupiah ha­sil buruan dari berbagai daerah.

RIAUPOS.CO – Kecenderungan orang untuk menyukai atau hobi pada suatu benda semakin beragam. Dan, alasan yang dikemukakan soal ketertarikan pada benda tersebut juga cukup banyak.

- Advertisement -

Diantaranya, untuk meningkatkan status, memiliki nilai historis serta sebagai falsafah hidup. Satu di antara benda-benda yang memiliki segala nilai tambah tersebut adalah arloji atau jam tangan.

Bagi masyarakat Indonesia, jam tangan memang sudah tidak asing lagi, karena selain berguna sebagai penunjuk waktu, jam tangan juga bisa menunjukkan status seseorang yang memakainya.

- Advertisement -

Tidak heran, jam tangan bisa menjadi sebuah gaya hidup sekaligus benda yang dianggap istimewa. Nah, untuk dapat saling memberi informasi terkait dengan jam tangan.

Seperti munculnya sejumlah komunitas atau kelompok pemburu atau penggemar jam tangan lawas di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Salah seorang dari mereka yang dikunjungi Riau Pos adalah MS Rudi Msi.

Pria yang berprofesi sebagai konten kreator ini sedikit malu, ia tampak mengelak elegan dengan seluruh koleksi jam tangan lawas, mewah, bernilai puluhan juta rupiah hasil buruan dari berbagai daerah.

”Bermula dari kesenangan dapat jam antik dan lawas warisan orangtua, kini menjadi hobi,” ujar Rudi, sembari memperlihatkan seluruh koleknya sebanyak dua box dengan belasan jam tangan tersusun rapi berbagai merk.

Di dalam box itu ada arlogi asal Swiss seperti Tuodor, Breitling, Omega, Tag Heuer, dan Logginess. Selain itu juga terdapat merk asal Jepang atau yang lebih kerap disebut Japanese Domestic Market (GDM) seperti Seiko dengan berberapa tipe atau seri.

Dari sekian banyak jam tangan tersebut, terdapat dua unit yang sepertinya benar-benar tergolong cukup mewah dengan harga yang dinilai fantastis. Dua jam ini berasal dari Swiss dan Jepang yang dibekali tenaga mekanik alias atomatis tanpa batre.

“Ini jam Tudor lawas dengan kode produksi tahun 1960 dengan mesin berwarna kuning emas. Jam berlogo bunga ini pernah ditawar oleh kolektor dari jakarta dengan harga Rp45 juta. Namun tidak saya jual,” ujarnya.

Baca Juga:  Komunitas Honda Konvoi Merdeka Tabur Bunga

Selain itu GDM ditunjukkan adalah Seiko Pilot yang diproduksi terbatas hasil kolaborasi dengan All Nippon Airways (ANA). Menurut Rudi, jam ini semula diproduksi khusus untuk pilot pesawat komersil tersebut.

“Setelah berhasil atas kerja sama itu, Seiko kembali memproduksi tipe yang lain yang akhirnya diproduksi massal untuk dijual kepada konsumen. Bedanya edisi terbatas khusus pilot, Seiko membuat desain yang berbeda dari produk awal seri tersebut sehingga harganya melambung,” ujarnya.

Adapun kisaran harga yang sempat ditawar sesama kolektor jam lawas kepadanya, untuk Seiko ANA itu pernah dihargai Rp25 juta. Namun ia enggan menjualnya dengan harapan mendatang mampu dijual lebih dari harga tersebut.

Jam tersebut sudah buluk (sangat kuno), warna ring juga masih bagus meski termakan usia. Demikian juga warna dial masih kinclong meskipun sekilas jam ini tampak ”mati”, tetapi begitu digoyang, jarum detiknya langsung bergerak.

”Jam otomatis punya kelebihan. Jam ini sangat awet, apalagi jika kondisinya orisinal semua sparepart-nya, bisa diwariskan ke anak cucu. Jam-jam merek tertentu, terutama jam kelas atas malah menjadi investasi tidak lekang waktu,” ujarnya.

Terangnya, selain merk, jam lawan mampu ditawar dengan harga selangit, diukur dari history dan kesulitan penggemar ketika mendapatinya.

Rudi turut membeberkan bahwa mereka telah mendirikan satu komunitas/kelompok tempat sharing dan bercerita seputar jam jangan. Meskipun belum diberi nama, ia menyebut jumlah kelompok mereka terdiri dari beberapa orang yang berasal dari berbagai profesi. Ada pengusaha, wartawan, hingga pejabat daerah setempat.

Salah seorang dari mereka yang disebutnya, adalah Tedi, warga asal Medan yang bekerja di salah satu perusahan besar di Pekanbaru, Riau, dengan penempatan wilayah kerja Kepulauan Meranti.

Riau Pos membuat janji bertemu di salah satu warung kopi menuju Sungai Juling Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti. Kebetulan saat bertemu ia hanya membawa satu unit jam tangan lawas yang kerap ia gunakan ketika bekerja.

Baca Juga:  Komunitas Inhu Peduli dan Berbagi, Tiga Tahun Berdiri Sudah Ratusan Warga Dibantu

Modelnya cukup gagah dengan merk Citizen Solar Powered Eco-Drive berbahan titanium GN GN-4W-UL yang menjadi idamannya sejak lama. Beberapa tahun hunting ia baru saja mendapati jam tersebut dengan harga Rp2 juta.

“Saya beli melalui market mesdsos dengan harga Rp2 juta. Sudah lama saya incar dan mencari jam ini. Hampir setahun baru nemu dengan harga yang cukup miring,” ujarnya.

Menurut Tedi kepada Riau Pos, masih sama dengan temannya bahwa sebagian besar jam-jam vintage miliknya berasal dari hasil buruan, selain warisan dari orang tua.

Tedi mengaku pernah memperoleh jam Seiko Bullhed atau di kalangan penggemar disebut jam kebo dari petani sayuran di Ngablak, Kopeng. Jam langka itu ditebus seharga di bawah Rp1 juta. Saat ini harga jam kebo dengan ciri dua tanduk di atas angka 12 itu lebih dari Rp8 juta.

Berburu jam itu, kata dia, penggabungan antara seni dan harap-harap cemas. Tak jarang, jam yang ditemukan sudah mati, pemiliknya tidak mau repot. Padahal, jam itu setelah diganti batereinya langsung hidup. ”Jadi saya beli pas kondisi jam mati, lebih murah,” ujarnya.

Belakangan memang ia mengaku, seiring banyaknya jam diburu penggemar, masyarakat di pelosok pun mulai paham soal harga. Jadi, kadang harga di tangan pemilik bisa nyaris sama dengan harga pasaran di kota besar.

Ia mengatakan, varian jam tangan itu terbagi lima bila dikaji dari sumber tenaga,  dari jam otomatik, jam baterai, jam solar, jam manual (power wind), hingga jam kinetik.

“Jam otomatik digerakkan oleh rotor yang mendorong per bekerja, sedangkan jam manual mengutamakan gerakan per untuk memberi energi pada mesinnya,” terangnya.

Mesin jam, bila diperhatikan terdapat pasak-pasak, atau disebut pula jewels. Di setiap jam bisa terdapat 17 jewels, 23 jewels, 25 jewels, 29 jewels, bahkan sampai 50 jewels. Semakin banyak jewels belum tentu lebih baik karena jewels bisa saja hanya hiasan mesin.(gus)

 

Laporan Wira Saputra, Selatpanjang

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari